HomeHeadlineHabib Luthfi Jadi Cawapres Prabowo?

Habib Luthfi Jadi Cawapres Prabowo?

Kuat dugaan bahwa Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akan kembali maju di Pilpres 2024. Apakah Prabowo harus menggandeng Habib Luthfi bin Yahya sebagai wakil agar bisa menang?


PinterPolitik.com

Siapa yang tidak mengenal Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid? Menariknya, sosok karismatik yang akrab dipanggil Gus Dur ini dikenal dalam dua dimensi. Pertama adalah dimensi ilmiah. Gus Dur dinilai sebagai pemimpin sekaligus pemikir politik yang melampaui zamannya. Kedua adalah dimensi spiritual. Gus Dur dikenal memiliki prediksi politik yang telah teruji.

Pada Oktober 2015, misalnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan Gus Dur pernah memimpikannya menjadi gubernur. Dan terbukti, pada 2014 sampai 2017, Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo (Jokowi) yang terpilih sebagai Presiden ke-7 RI.

Ramalan Gus Dur lainnya yang menjadi kenyataan adalah menyebut Soeharto jatuh 11 bulan sebelumnya, menyebut dirinya akan menjadi presiden, KH Said Aqil menjadi Ketua Umum PBNU, pengangkatan Jenderal Sutarman menjadi Kapolri, hingga menyebut Jokowi menjadi presiden pada tahun 2006.

Bukti-bukti itu kemudian membuat berbagai pihak menaruh perhatian besar terhadap pernyataan Gus Dur soal apa yang akan terjadi di masa depan. Atas konteks itu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mungkin menjadi salah satu di antaranya. 

Pasalnya, ketika Prabowo mengunjungi Pondok Pesantren Tebuireng dan berziarah ke makam Gus Dur, cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari, yakni KH Irfan Yusuf Hakim (Gus Irfan) menyebut Gus Dur pernah mengatakan Prabowo akan menjadi presiden di usia tua.

“Saya mengutip ucapannya Gus Dur, beliau pernah mengatakan Pak Prabowo jadi presiden di usia tua. InsyaAllah 2024,” ungkap Gus Irfan pada 4 Mei 2022.

Jika berbicara usia, pada 2024 nanti Prabowo akan berusia 72 tahun. Jika benar-benar terpilih nantinya, Prabowo akan menjadi presiden tertua Indonesia.

Lantas, apakah 2024 akan menjadi momen Prabowo menjadi Presiden ke-8 RI?

prabowo hendropriyono temu baret merah ed.

Modal Politik Prabowo

Jika melihat tebaran kandidat yang ada, dapat dikatakan Prabowo Subianto merupakan sosok yang memiliki modal politik atau political capital paling lengkap. 

Mengutip tulisan Kimberly L. Casey yang berjudul Defining Political Capital, modal politik setidaknya terdiri dari tujuh jenis, yakni modal institusional, modal sumber daya manusia (SDM/human capital), modal sosial, modal ekonomi, modal kultural, modal simbolik, dan modal moral.

Meskipun dapat dipetakan menjadi tujuh jenis, Casey menegaskan bahwa pada dasarnya tidak ada modal politik yang murni. Artinya, besar tidaknya daya tawar suatu modal tergantung atas pasar politik atau modal apa yang tengah dibutuhkan.

Terkait pilpres, setidaknya terdapat lima modal utama yang menentukan, yakni modal ekonomi, modal partai politik, modal koneksi internasional, modal elektabilitas, dan modal popularitas. Dari kelima modal tersebut Prabowo jelas memiliki semuanya. 

Baca juga :  Prabowo-Megawati Bersatu, Golkar Tentukan Nasib Jokowi?

Pertama, Prabowo memiliki kekayaan mencapai dua triliun lebih. Ini belum termasuk dukungan finansial dari sang adik, Hashim Djojohadikusumo. 

Kedua, Prabowo memiliki partai politik yang memperoleh suara besar. Di Pemilu 2019, perolehan suara Gerindra menduduki peringkat dua dengan 17.594.839 suara (12,57 persen). Posisi Prabowo sebagai ketua umum partai juga membuatnya menjadi pilihan nomor satu capres Gerindra.

Ketiga, koneksi internasional Prabowo tidak perlu diragukan lagi. Secara spesifik, Prabowo banyak disebut sebagai American Boy. Ini pernah diungkapkan oleh jurnalis asal Amerika Serikat (AS), Allan Nairn. “Prabowo pernah bilang sama saya, kami hari-hari itu bicara bahasa Inggris, dia katakan ‘I was the American fair-haired boy‘, anak kesayangan Amerika, yang terfavorit dan itu memang benar,” tulisnya pada 1 Juli 2014.

Keempat, secara elektabilitas, Prabowo selalu berada di tiga besar. Kelima, secara popularitas, dengan sudah maju tiga kali di gelaran pilpres, siapa yang tidak mengenal Prabowo? 

Selain kelima modal itu, ada pula sokongan dukungan dari elite politik. Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Prabowo, “Senjata” Luhut Bendung Megawati?, ada kemungkinan Luhut Binsar Pandjaitan akan mendukung Prabowo di Pilpres 2024. Itu dilakukan sebagai jaminan agar posisinya tetap aman di pemerintahan. 

Kemudian, ada pula dugaan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan dukungan politiknya kepada Prabowo. Jika Menteri Pertahanan (Menhan) itu bersedia melanjutkan program-program Presiden Jokowi, dukungan semacam itu sangat terbuka untuk diberikan.

Mengutip tulisan Why Presidents Wait to Endorse Their Successors yang dimuat Time, presiden akan mencari suksesor untuk meneruskan citra, visi, dan program kerjanya.

infografis prediksi koalisi capres 2024

Gandeng Habib Lutfi?

Di titik ini, ada satu pertanyaan menarik. Dengan modal politik sebesar dan selengkap itu, apakah dapat dipastikan Prabowo akan menjadi pemenang?

Sayangnya tidak.

Ada satu lagi rangkaian puzzle kekuatan yang harus dikumpulkan Prabowo, yakni siapa wakil yang akan dipilihnya. Untuk konteks ini kita dapat berkaca pada kekalahan Prabowo di Pilpres 2019. Saat itu, meskipun Prabowo mendapat dukungan luas dari massa Islam, wakil Prabowo tidak merepresentasikan massa Islam.

Di kubu seberang, secara piawai Jokowi menunjuk Ma’ruf Amin di akhir waktu untuk membendung narasi anti-Islam dan mengunci dukungan Nahdlatul Ulama (NU). Belajar dari itu, jika nantinya maju di Pilpres 2024, cawapres Prabowo mungkin harus merupakan sosok ulama karismatik. 

Lantas, siapa sekiranya sosok itu?

Jika boleh memberi usulan, sosok itu mungkin adalah Habib Luthfi bin Yahya. Setidaknya ada empat alasan di balik usulan itu. Pertama, duet Prabowo-Habib Luthfi adalah representasi dua kekuatan besar politik, yakni militer dan Islam.  

Baca juga :  Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Menurut Research Director IndoNarator Haris Samsuddin (Harsam), jika melihat sejarah, ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi dinamika dan pergantian kursi kekuasaan di Indonesia, yakni militer dan Islam. Menurut Harsam, dua kekuatan ini akan memainkan peranan kunci di Pilpres 2024 mendatang.

Tidak hanya secara historis, pernyataan Harsam juga dapat dijustifikasi secara teoretis. Pada konteks militer, postulat itu telah lama diletakkan oleh pendiri Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong ketika mengatakan, “Political power grows out of the barrel of a gun”. Kekuatan politik tumbuh dari laras senapan (tentara).

Menurut Mao, tentara adalah komponen utama dari kekuasaan negara. Siapa pun yang ingin merebut dan mempertahankan kekuasaan negara harus memiliki tentara yang kuat. Secara tautologis, dapat dikatakan tentara adalah kekuatan politik itu sendiri.

Sementara pada konteks Islam, mengacu pada sistem pemilu yang menjalankan one person, one vote, titik tolakan demokrasi telah berpindah menjadi soal ukuran dan jumlah. Pada praktiknya, politik tidak lagi membahas kualitas narasi, melainkan kemampuan dalam menghimpun suara sebanyak-banyaknya.

Atas dasar ini, kekuatan utama politik terletak pada mayoritas. Di Indonesia, dengan jumlah penduduk Muslim sebesar 237,53 juta jiwa atau setara 86,9 persen dari populasi yang mencapai 273,32 juta jiwa, ini praktis membuat Islam menjadi kekuatan utama.

Kemudian, ini yang terpenting, Habib Luthfi merupakan ulama karismatik NU yang berpengaruh. Seperti yang diketahui, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Kedua, Habib Luthfi merupakan ulama yang dikenal berposisi Islam tengah. Bertolak pada Pilpres 2019, suka atau tidak, tampaknya terdapat trauma politik terhadap ulama yang berposisi ekstrem kanan.

Ketiga, Habib Luthfi merupakan seorang intelektual. Selain karismatik, Habib Luthfi dikenal sebagai ulama cerdas. Pada 2020, Habib Luthfi mendapatkan gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dalam bidang Komunikasi Dakwah dan Sejarah Kebangsaan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES). 

Keempat, sebagai sosok yang ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Habib Lutfi memiliki pengetahuan dan pengalaman soal menjalankan pemerintahan. 

Well, sebagai penutup, jika nantinya Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024, menggandeng Habib Luthfi bin Yahya sebagai cawapres dapat menjadi opsi yang menjanjikan. Pada 5 Mei 2022, Prabowo juga terlihat menemui Habib Luthfi di kediaman pribadinya di Pekalongan, Jawa Tengah.

“Mas Bowo jaga kesehatan, kita harus terus berjuang untuk NKRI yang kita cintai,” pesan Habib Luthfi pada pertemuan itu. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...