HomeNalar PolitikDistraksi Dini Pilpres 2024

Distraksi Dini Pilpres 2024

Belum kering keringat masyarakat akibat Pilpres 2019, perbincangan sudah mulai teralih kepada Pilpres 2024. Padahal, ada beragam pertanyaan yang berpotensi teralihkan akibat pembicaraan tersebut.


Pinterpolitik.com

Pilpres 2019 memang belum lama ini usai, tetapi sejumlah kalangan sudah mulai jauh berpikir ke depan hingga Pilpres 2024. Meski masih lima tahun lagi, pesta demokrasi tersebut sudah mulai dibicarakan ditandai dengan dibukanya bursa capres 2024.

Pembicaraan tersebut sekilas memang sah-sah saja, apalagi beberapa nama yang diterawang potensinya memang mengundang antusiasme masyarakat. Meski demikian, pembicaraan tersebut idealnya tidak menutupi berbagai masalah yang muncul dari Pilpres 2019.

Bagaimanapun, Pilpres 2019 masih memiliki cerita dan pertanyaan yang masih perlu dijawab. Para pendukung Prabowo di grup-grup Whatsapp orang tua dan media sosial misalnya, masih belum puas dan memiliki potensi untuk menimbulkan ketidakpuasan sosial di negeri ini akibat hasil yang tak sesuai keinginan pribadi mereka.

Selain itu, yang juga sangat penting adalah perkara kekerasan yang terjadi pada kerusuhan 22 Mei 2019. Amnesty International Indonesia beserta sejumlah media melaporkan berbagai temuan yang berpotensi dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Sayangnya, berbagai pertanyaan tersebut tampaknya hingga kini masih belum bisa terjawab sepenuhnya. Alih-alih terjawab, perhatian masyarakat seperti teralih oleh bursa capres 2024 ketimbang fokus menemukan jawaban dari hal-hal tersebut.

Isu yang Santer

Sejak pencoblosan Pilpres 2019 berakhir, banyak orang sudah mulai memandang jauh ke depan dengan memikirkan capres di tahun 2024. Bagi mereka, tahun 2019 akan menjadi akhir dari perjalanan para politisi tua, sehingga mereka mulai membayangkan tahun 2024 yang diisi oleh politisi muda potensial.

Pembicaraan tersebut tampak semakin santer selama beberapa waktu terakhir. Berbagai media baik nasional bahkan internasional terus menerawang sosok yang bisa mengisi kepemimpinan nasional berdasarkan pemimpin-pemimpin di tingkat daerah.

Publik tampak begitu antusias ketika melihat sosok seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, atau Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Mereka merupakan sosok yang digadang-gadang akan melaju di Pilpres 2024 seiring popularitas tinggi mereka sebagai kepala daerah.

Tak hanya itu, rilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA seolah mempertegas kembali perbincangan tentang masa depan tersebut. Lembaga survei ini mengumumkan 14 nama plus satu sosok kejutan yang bisa meramaikan bursa Pilpres 2024.

Baca juga :  Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Sosok kejutan yang dijuluki Mr atau Ms. X dari LSI Denny JA ini menambah semarak perbincangan tentang bursa capres 2024. Efek tak terduga dari sosok ini bisa mengubah lanskap politik Indonesia dalam lima tahun mendatang seperti yang terjadi dalam kasus Jokowi di tahun 2014.

Secara khusus, sosok Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai kandidat yang perolehan suaranya tertinggal dari Jokowi dan Ma’ruf Amin, juga masuk ke dalam daftar calon potensial di 2024. Prabowo, meski berkali-kali tak beruntung dalam gelaran Pilpres, dianggap masih punya cukup usia dan dukungan untuk melaju di Pilpres 2024. Sementara itu, Sandi dianggap sebagai rising star yang momentumnya bisa terjaga hingga lima tahun ke depan.

Padahal, para pendukung Prabowo-Sandi yang masih terbawa angan-angan presiden baru, masih tak terima hasil Pilpres 2019 dan menganggap merekalah yang seharusnya menuju Istana Negara. Adanya bursa capres 2024 bisa memberi angin segar bahwa para junjungan mereka masih memiliki kans untuk jadi penguasa.

Beragam Tanya

Pembicaraan tentang Pilpres 2024 ini boleh jadi datang terlalu dini. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintahan terpilih dan menjadi fokus utama dalam beberapa waktu ke depan. Selain itu, Pilpres 2019 masih menyisakan berbagai tanda tanya yang hingga saat ini masih belum terungkap.

Para pendukung Prabowo misalnya masih memiliki imaji dan angan-angan bahwa hasil Pilpres 2019 tak bisa diterima, meski secara legal-formal hal tersebut berlaku sebaliknya. Pembicaraan kelompok ini di grup-grup Whatsapp dan media sosial tergolong masih bertensi tinggi.

Perkara kecurangan yang tak bisa dibuktikan dan diuji secara sahih di sidang MK masih menjadi tanya yang tak terjawab dalam benak para fanatik Prabowo-Sandi. Dugaan kecurangan seperti manipulasi data pemilih, ketidaknetralan aparat, hingga status Ma’ruf Amin masih terus diungkit sebagai bahan obrolan para pecinta Prabowo-Sandi.

Dalam kadar tertentu, hal ini bisa saja memicu ketidakpuasan yang lebih luas secara sosial. Mereka yang putus asa karena beragam jalur legal-formal tak bisa membuktikan beragam dugaan mereka, bisa saja menempuh jalur non-konstitusional di jalanan.

Di luar berbagai klaim para pendukung Prabowo tersebut, ada pertanyaan lain  yang sebenarnya masih perlu diungkap terkait dengan Pilpres 2019. Beberapa waktu lalu, Amnesty International Indonesia merilis temuan dugaan pelanggaran HAM dalam kerusuhan 22 Mei lalu.

Organisasi masyarakat sipil tersebut menemukan tindakan yang berpotensi tak sesuai prosedur kepada pihak-pihak yang dilabeli sebagai perusuh. Untuk itu, mereka meminta Presiden Jokowi bisa melakukan evaluasi menyeluruh terkait dengan penanganan oleh aparat dalam kerusuhan tersebut.

Baca juga :  Gibran, Wapres Paling Meme?

Tentu, tidak ada tendensi untuk menyulut emosi atau membuka-buka luka lama dengan membahas angan-angan pendukung Prabowo dan temuan Amnesty International tersebut. Meski demikian, isu-isu tersebut adalah hal riil, sehingga menekan isu-isu tersebut juga belum tentu berdampak baik.

Distraksi Isu

Pada konteks ini, berbagai pembicaraan tentang Pilpres 2024 dalam kadar tertentu telah mengalihkan sorotan media dan masyarakat dari berbagai pertanyaan tersebut. Disadari atau tidak, selama beberapa waktu terakhir, membicarakan sosok kandidat di 2024 menjadi hal yang lebih menarik ketimbang hal-hal tersebut.

Pengalihan atau distraksi isu ini diungkapkan misalnya oleh Jian-Huan Zhu dari University of Connecticut. Zhu menggambarkan bahwa terjadi keterbatasan kapasitas dalam agenda publik. Hal ini menimbulkan persaingan dalam penentuan isu yang menjadi perhatian masyarakat. Dalam penelitiannya, Zhu menemukan bahwa terjadi efek distraksi dalam isu yang ada id masyarakat.

Pembicaraan Pilpres 2024 bisa mengalihkan perhatian masyarakat yang masih bertanya-tanya soal Pilpres 2019 Click To Tweet

Merujuk pada hal tersebut, berbagai isu tentang Pilpres 2024 ini membuat masyarakat teralih perhatiannya. Para pendukung Prabowo yang masih berangan-angan dan tidak puas misalnya, berpotensi teralih karena media lebih banyak menyoroti bursa capres 2024 alih-alih membahas hal-hal yang mereka tuduhkan sebagai kecurangan.

Selain itu, perkara dugaan pelanggaran HAM yang dituduhkan oleh Amnesty International Indonesia juga belakangan tampak kehilangan sorotan jika dibandingkan pembicaraan tentang bursa capres 2024. Memang, berita tentang dugaan tersebut naik di berbagai kantor berita nasional. Meski begitu, gaung dan pembicaraannya tampak tak selama bursa capres 2024.

Sekali lagi, rasanya tak ada pihak yang bermaksud ingin membuka luka lama apalagi membawa negeri ini kembali terbelah. Meski demikian, pembicaraan tentang bursa capres 2024 boleh jadi adalah distraksi yang hadir terlalu dini. Bagaimanapun, Pilpres 2019 masih menyisakan banyak tanda tanya sehingga idealnya masyarakat bisa fokus mengawal isu-isu di dalamnya alih-alih terburu-buru move on ke 2024.

Semua tentu berharap berbagai pekerjaan dan pertanyaan penting pasca Pilpres 2019 bisa dijawab secara lugas. Ada pula kerja lima tahun pemerintahan yang harus jadi prioritas. Hal-hal tersebut penting sebagai sebuah preseden baik sebelum Pilpres 2024 agar pergantian kepemimpinan bisa berjalan optimal. (H33)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...