HomeNalar PolitikTanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik di media sosial.


Pinterpolitik.com

Selama beberapa waktu terakhir, ada sebuah kasus kekerasan perempuan yang membuat kesal banyak orang. Kasus yang dimaksud adalah perkosaan seorang perempuan berusia 15 tahun oleh putra anggota DPRD Bekasi asal Gerindra.

Kasus itu tampak membuat banyak orang begitu geram. Sebab, ia tak hanya menjadi gambaran bagaimana perempuan masih amat rentan jadi korban kekerasan seksual. Bagi banyak orang, kasus itu juga menjadi kondisi di mana orang punya kuasa punya selalu punya siasat untuk lepas dari jerat hukum.

Pada awalnya, publik amat penasaran dan bertanya-tanya mengapa sang pelaku tak kunjung diproses hukum. Belakangan, perkara kuasa ini semakin panjang di mana muncul wacana dari kubu pelaku agar korban dinikahkan saja dengan pelaku.

Di tengah amarah masyarakat atas kasus ini, nama Gerindra yang jadi partai tempat ayah korban bernaung, nyatanya ikut terseret. Sayangnya, respons partai ini di media sosial tampak justru memicu kemarahan lainnya.

Memang, isu semacam ini relatif sensitif untuk disikapi. Namun, boleh jadi sikap Gerindra di Twitter justru bisa dianggap menunjukkan sikap tidak sensitif. Perlu diakui, pelaku memang bukan kader partai tersebut. Akan tetapi, idealnya Gerindra punya langkah khusus saat menanggapi perkosaan seperti ini.

Kasus yang Bikin Geram

Kasus anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra yang memerkosa seorang perempuan jadi coreng yang amat hitam bagi perlindungan perempuan dan anak di Indonesia. Pasalnya, ada ragam catatan memilukan yang ada di sekelilingnya.

Tentu, usia korban yang masih amat belia jadi salah satu gambaran buruk kasus ini. Di luar itu, dalam beberapa pemberitaan diungkapkan kalau korban tak hanya jadi korban perkosaan, tetapi juga jadi korban perdagangan manusia. Kondisi tersebut menimbulkan luka baik secara fisik maupun mental kepada korban.

Selain itu, publik juga sempat bertanya-tanya mengapa polisi butuh waktu amat lama untuk menetapkan tersangka dan menangkap pelaku. Akibatnya, netizen menggulirkan spekulasi soal status pelaku sebagai anak pejabat sehingga tak cepat dijerat hukum.

Seolah masih belum membuat publik marah, belakangan muncul kembali catatan minor dari jalannya kasus. Dalam berbagai pemberitaan, pengacara pelaku Bambang Sunaryo mengungkapkan niat dari keluarga pelaku untuk menikahkan pelaku dan korban.

Rangkaian kondisi ini tentu membuat orang begitu marah kepada kubu pelaku dan menaruh simpati pada korban. Respons umum dari banyak orang tentu saja meminta hukuman berat kepada pelaku.

Baca juga :  The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Gerindra sendiri, yang kerap ditanyai soal kasus ini di media sosial, sebenarnya sempat mengeluarkan sikap tersendiri. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman misalnya sempat menyatakan agar pelaku diberi tindakan tegas.

Namun, seperti dikutip dari beberapa media, ia sempat mengungkapkan agar kasus itu tak dikaitkan dengan DPRD, apalagi dengan Partai Gerindra. Terlepas dari pernyataan itu, tampaknya netizen masih terus ingin bertanya kepada akun Twitter @Gerindra.

Partai Ikut Terseret

Di sinilah posisi Gerindra saat harus merespons kasus perkosaan jadi ujian. Beberapa waktu lalu, akun Twitter partai tersebut menjadi sorotan banyak pihak akibat cuitannya soal kasus perkosaan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra.

Saat ditanyai soal kasus ini, akun tersebut memberikan jawaban yang memicu kontroversi. Isi dari cuitan yang kini dihapus itu adalah ”Semua kembali lagi kepada keluarga korban. Apakah ingin melanjutkan kasus ini secara hukum atau mengambil langkah atau pilihan lain.”

Pernyataan tersebut tentu menuai kritik dari banyak pihak. Bagaimana mungkin akun resmi Partai Gerindra harus memberi jawaban seperti itu? Bukankah ada jawaban lebih normatif, aman, dan mudah diterima publik?

Sikap yang lazim dilontarkan orang saat melihat kasus perkosaan adalah mengutuk perilaku tersebut. Publik tentu akan bingung, mengapa akun partai tersebut tak melakukan sikap yang biasa dilakukan orang pada umumnya?

Kondisi tersebut tentu membuat posisi Gerindra dalam posisi tersudut saat dihadapkan dengan kasus perkosaan perempuan. Dalam kadar tertentu, kontroversi ini membuat partai tersebut mendapatkan sedikit coreng karena terlihat tak sensitif untuk kasus yang sensitif.

Hal tersebut akan tambah problematik jika mengingat sikap kubu pelaku yang ingin menikahkan pelaku dengan korban. Seperti disebutkan di atas, niatan ini di banyak media diungkapkan oleh pengacara pelaku yaitu Bambang Sunaryo.

Bambang sendiri adalah seorang Caleg DPR RI untuk Dapil Jawa Timur dari Partai Gerindra. Kondisi tersebut boleh jadi akan menambah beban Gerindra karena pengungkap niatan kontroversial, ternyata masih memiliki kaitan dengan mereka.

Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut, boleh jadi akan sangat sulit bagi Gerindra untuk melepaskan diri pertanyaan masyarakat soal kasus perkosaan ini. Oleh karena itu, mereka harus punya sikap khusus dan tak terlihat seperti lepas tangan dengan ungkapan seperti “bukan kader” atau “kembali kepada keluarga”.

Idealnya, Gerindra punya sikap yang lebih berpihak kepada korban saat berbicara tentang perkosaan. Alih-alih berbicara soal “kembali kepada keluarga”, mereka seharusnya bisa mengambil posisi yang lebih simpati kepada korban.

Sikap yang Ideal

Dalam kadar tertentu, sikap yang terlihat tak berpihak akan membuat nama mereka akan terus terseret. Hal itu menjadi ironi, seiring dengan pernyataan mereka yang ingin agar kasus perkosaan itu tak dikaitkan dengan Gerindra sebagai partai.

Baca juga :  Mengapa Peradaban Islam Bisa Runtuh? 

Lebih jauh, sebagai sebuah entitas politik, Gerindra idealnya punya langkah lain agar kasus seperti ini tak lagi terulang kepada siapa pun di negeri ini. Partai ini boleh jadi harus menyadari betul kalau perkosaan seharusnya dihukum, dan tak akan selesai dengan pernyataan seperti “kembali kepada keluarga”.

Selain itu, perkosaan juga tak akan selesai dengan pernikahan, apalagi dalam bentuk forced marriage.

Pernyataan bahwa perkosaan itu diungkapkan misalnya oleh filsuf Prancis Michael Foucault. Sebagaimana dikutip oleh Holly Henderson, ia menyebut dekriminalisasi terhadap perkosaan adalah kejahatan seksual.

Gerindra harus menyadari hal itu agar tak terjadi kejahatan seksual yang lebih luas. Pernyataan seperti menikahkan korban bisa dianggap sebagai upaya dekriminalisasi yang sama sekali tak boleh mereka dukung.

Jika berbicara lebih luas, Foucault juga punya saran lain yang bisa diterapkan Gerindra. Sang filsuf berujar kalau organ seksual harus dilindungi oleh legislasi. Nah, di sini, Gerindra idealnya bisa mendukung RUU PKS agar kasus serupa tak terus-menerus menghantui perempuan Indonesia.

Di luar itu, jika ingin bicara pragmatis, bersikap tegas kepada kasus perkosaan juga bisa berdampak baik pada urusan elektoral Gerindra. Di lain pihak, bersikap membingungkan masyarakat dalam urusan ini bisa berdampak negatif pada urusan kepemiluan mereka.

Sebagai gambaran, pernyataan soal perkosaan sempat menggoncang Partai Republik di AS. Kala itu, anggota kongres mereka Todd Akin sempat melontarkan pernyataan tak sensitif soal perkosaan dengan istilah legitimate rape.

Ucapan itu dikecam sesama anggota partai seperti Mitch McConnell atau Mitt Romney. Hal itu mengejutkan bagi beberapa orang seiring dengan posisi Partai Republik yang kerap tak selalu sejalan dengan isu gender.

Secara khusus, ucapan Akin sendiri akhirnya membuahkan hasil buruk kepadanya. Ia harus menelan kekalahan tatkala berlaga dalam pemilihan anggota Senat dari Missouri.

Berdasarkan hal tersebut, Gerindra idealnya mau menyatakan sikap lebih tegas kepada pelaku dan menunjukkan keberpihakan kepada korban. Di satu sisi, pernyataan mereka di media sosial tak akan menyelesaikan masalah dan tak sensitif kepada korban. Sikap seperti mengecam pelaku apalagi mendukung RUU PKS boleh jadi lebih utama

Di sisi lain yang lebih pragmatis, salah bersikap untuk urusan perkosaan bisa membuat mereka rugi secara elektoral. (H33)


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Menakar Puan sebagai Capres Perempuan

Nama Puan Maharani belakangan mulai dibicarakan sebagai capres 2024. Kemunculannya tergolong jadi pembeda mengingat bursa capres lebih sering didominasi laki-laki. Namun, apakah ia sendiri...