HomeDuniaJalan Panjang Memakzulkan Presiden Korsel

Jalan Panjang Memakzulkan Presiden Korsel

Korea Selatan selanjutnya akan menggelar pemilihan presiden, yang menurut Konstitusi negara itu, diselenggarakan dalam waktu 60 hari ke depan. Dengan pencopotan jabatan Park, roda pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri sembari menunggu berlangsungnya pemilu.


pinterpolitik.com

Upaya pemakzulan atau pemecatan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, rampung  setelah Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan dalam sidangnya, Jumat (10/3/2017). Proses pemakzulan dimulai pada Desember 2016 untuk memenuhi tuntutan rakyat.

Putusan Mahkamah ini untuk memperkuat hasil voting parlemen (Majelis Nasional) Korsel yang digelar pada 9 Desember 2016. Ketika itu, parlemen Korsel secara mayoritas menyetujui pemakzulan Presiden Park, yang disuarakan rakyat, berkaitan dengan kasus korupsi dan kolusi yang berpusat pada temannya, Choi Soon-Sil. Tetapi, sesuai undang-undang hasil voting harus diperkuat oleh Mahkamah Konsitusi.

Pada saat membacakan putusan, Ketua Hakim Konstitusi, Lee Jung-Mi, menandaskan, tindakan Presiden Park secara serius merusak semangat demokrasi dan penegakan hukum. “Presiden Park Geun-hye telah dicopot,” tegasnya.

Dengan putusan ini, Presiden Park mencetak sejarah di Korsel sebagai pemimpin pertama yang dimakzulkan, setelah terpilih secara demokratis, pada pemilihan umum 2013. Korea Selatan selanjutnya akan menggelar pemilihan presiden, yang menurut Konstitusi negara itu, diselenggarakan dalam waktu 60 hari ke depan. Dengan pencopotan jabatan Park, roda pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri sembari menunggu berlangsungnya pemilu.

Dua Kubu Berseberangan

Masyarakat Korea Selatan protes dan meneriakkan pencopotan jabatan Park Geun-hye. (Foto: Istimewa)

Pada Jumat itu, dua kubu yang berseberangan memenuhi luar gedung Mahkamah. Satu kelompok pendukung Presiden Korsel dan satu lagi kelompok pemprotes. Kedua kubu dipisahkan oleh bus-bus yang diparkir sebagai pembatas dengan pengawalan ketat oleh Kepolisian. Cara itu ditempuh untuk menghindari bentrokan kedua kubu.

Kubu yang memprotes Park Geun-hye meneriakkan slogan anti-Park dan melambaikan bendera Korsel. Raut wajah tegang terlihat pada saat Ketua Hakim Konstitusi Lee Jung-mi membacakan putusan, yang disiarkan secara langsung lewat layar besar di luar gedung Mahkamah. Televisi-televisi Korsel juga menayangkan langsung pembacaan putusan.

Sekitar 20 menit Hakim Lee membacakan putusan, yang intinya memperkuat pemakzulan Park Geun-hye, sesuai hasil voting Parlemen pada Desember 2016 lalu.

Pemakzulan Presiden Geun-hye menjadi pencapaian tersendiri bagi sebagian besar rakyat Korsel setelah selama tujuh pekan berturut-turut, sepanjang akhir tahun lalu, mereka  berunjuk rasa secara besar-besaran memprotes dan menuntut Park mundur.

Pada pihak lain, kesedihan dan kemarahan menyelimuti rakyat yang mendukung Park, yang jumlahnya lebih sedikit dari yang memprotes Park. Sejumlah pendukung Park terlibat bentrok dengan polisi setempat di luar gedung Mahkamah, seusai putusan dibacakan.

Perkembangan berikutnya, ribuan warga Korsel marah menanggapi pemecatan Presiden Park Geun-hye. Massa loyalis Park berteriak dan menaiki bus polisi yang digunakan untuk barikade melindungi kantor Mahkamah, di mana sidang pemakzulan dilakukan.

Pada sekitar pukul 14.30 waktu setempat, polisi Korsel mengatakan dua orang tewas dalam kekacauan itu. Namun, tidak ada penjelasan detail tentang penyebab kematian korban kedua.

Laporan lain menyebutkan, Menteri Pertahanan Korsel Han Min-koo telah memerintahkan militer untuk waspada kemungkinan provokasi oleh Korut guna  mengeksploitasi “situasi tidak stabil di dalam dan luar negeri.” Dalam konferensi video dengan komandan militer, Jumat, Han Min-koo mengatakan, Korut bisa saja melakukan provokasi “strategis atau operasional” setiap saat.

Ilustrasi: G18 & Y14

Melanggar Konstitusi

Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan Presiden Park Geun-hye telah melanggar Konstitusi. Presiden Park disebut sengaja membiarkan teman dekatnya, Choi Soon-sil, mencampuri urusan negara. Presiden Park itu juga disebut melanggar aturan hukum soal aktivitas pegawai pemerintahan.

Simulasi massa menunjukkan Choi Soon-sil (teman Park Geun-hye) yang mencampuri urusan negara.

“Presiden seharusnya menggunakan kekuasaannya, sesuai Konstitusi dan hukum, dan harus menunjukkan rincian hasil kinerjanya secara transparan agar rakyat bisa mengevaluasi kinerjanya,” kata Hakim Lee.

Tindakan Park dinilai telah mengkhianati kepercayaan rakyat. Tindakannya itu merupakan pelanggaran hukum yang  tidak bisa ditoleransi.

Seperti diberitakan media, protes menentang Park Geun-hye dimulai di Seoul, 29 Oktober 2016 setelah tersiar kabar bahwa temannya, Choi Soon-sil, yang tidak memiliki posisi resmi dalam pemerintahan, diduga telah menggunakan posisinya untuk mencari dana dari beberapa pengusaha untuk dua yayasannya. Choi ditangkap dan Park Geun-hye akhirnya meminta maaf tiga kali kepada rakyatnya, dimulai sejak  Oktober, namun unjuk rasa lebih besar terus terjadi.

Kemudian, parlemen Korsel  mulai memproses pemakzulan atau penuntutan mundur Presiden Park Geun-hye, pada November 2016. Usulan diajukan oleh kubu oposisi dan pemungutan suara berlangsung 9 November 2016. Hasil voting adalah pemakzulan.

Presiden Park dituduh berkolusi dengan teman perempuan kepercayaannya, Choi Soon-sil, yang didakwa menggunakan pengaruhnya, sehingga perusahaan-perusahaan besar menyumbang ke yayasan miliknya.

Jaksa penuntut Korea Selatan menyatakan Presiden Park memiliki “peran” besar dalam skandal korupsi yang melibatkan Choi, namun mendapat kekebalan hukum selama dia masih menjabat presiden. Masa jabatannya seyogianya habis pada awal 2018 mendatang.

Rakyat Korea Selatan menggelar aksi unjuk rasa secara rutin menuntut agar presiden segera mengundurkan diri.

Presiden Park adalah putri dari Presiden Park Chung-hee, yang memerintah Korea Selatan selama 18 tahun. Presiden Park pernah menyebut Choi Soon-sil sebagai seseorang yang membantunya jika dia menghadapi kesulitan.

Choi saat ini berada dalam tahanan setelah didakwa menekan perusahaan-perusahaan Korea Selatan untuk memberikan sumbangan senilai US$ 60 juta lebih atau sekitar Rp 803 miliar ke yayasan-yayasan yang dipimpinnya.

Sebelumnya, Partai Saenuri telah memberikan ultimatum kepada Park agar bersedia mundur pada April 2017 guna menghindari tekanan pemakzulan. Namun, partai oposisi dan serangkaian aksi protes dari sekitar 1,6 juta warga Korsel menolak usulan pengunduran diri Park dan mendesak pemakzulan tetap dilakukan.

 

Kepatuhan pada Konstitusi

Apa yang terjadi di Korea Selatan, belakangan ini, dapat disebut sebagai upaya mematuhi hukum dan Konstitusi negara itu. Rakyat berulang kali berunjuk rasa, menuntut presidennya dipecat atau mundur, sebagai ungkapan ketidakpuasan dan protes terhadap kepemimpinan Park Chung-hee.

Dalam hal ini, pihak-pihak yang berwenang pun konsisten untuk tunduk pada hukum dan Konstitusi dengan melewati tahapan-tahapan proses pemecatan sampai akhirnya Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan, memperkuat hasil voting di parlemen.

Kita berharap situasi “gaduh” akibat putusan Mahkamah ini tidak terlalu lama menyita perhatian publik dan pemerintah Korsel. Dengan demikian tahapan-tahapan pemilu, untuk memilih presiden, dapat dilalui dengan lancar dan aman. (Kps/Dtk/E19)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...