HomeHeadlineTitiek Soeharto dan Prabowo: Kisah Cinta Terhalang Politik?

Titiek Soeharto dan Prabowo: Kisah Cinta Terhalang Politik?

Titiek Soeharto telah resmi ditunjuk menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Penunjukan ini menarik karena Titiek yang juga telah jadi caleg Gerindra di Pemilu 2024 secara resmi menjadi bagian dari struktur partai yang dipimpin oleh mantan suaminya yang juga jadi calon presiden, Prabowo Subianto. Kisah keduanya menarik karena rumah tangga mereka disebut berakhir akibat persoalan politik nasional.


PinterPolitik.com

“Seperti lagu kesukaan saya, Aku masih seperti yang dulu”.

– Prabowo Subianto

Nama Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto masih menjadi sosok yang pergunjingannya kerap menarik perhatian masyarakat. Bukan hanya soal statusnya sebagai salah satu putri dari Soeharto, bukan pula karena langkah Titiek jadi presenter siaran langsung pertandingan sepakbola Piala Dunia 2006 lalu – yang sempat lahirkan kritik dari para penggila bola tanah ait. Ini soal karier politiknya dan juga kisah cintanya dengan kandidat calon presiden untuk Pilpres 2024 mendatang, Prabowo Subianto.

Bukan rahasia lagi jika Prabowo dan Titiek memang pernah membina rumah tangga, setidaknya selama 15 tahun. Menikah pada tahun 1983, hubungan keduanya dikabarkan berakhir pada tahun 1998, seiring dinamika politik nasional yang terjadi saat itu.

Namun, tak ada yang tahu pasti apakah Prabowo dan Titiek benar-benar pisah serta sudah bercerai. Bahkan, muncul dugaan bahwa keduanya sebetulnya tidak pernah berpisah. Mereka bersama membesarkan sang buah hati, Didit Hediprasetyo.

Dalam konteks politik, Titiek telah “melanglang buana”. Sempat menjadi petinggi di Partai Golkar, Titiek kemudian berubah haluan dan bergabung dengan Partai Berkarya yang digawangi sang adik, Tommy Soeharto. Kini, Titiek resmi menjadi bagian dari Partai Gerindra – partai yang didirikan dan dipimpin oleh sang mantan suami.

Titiek tercatat menjadi caleg DPR RI untuk Gerindra dengan daerah pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ini bisa menjadi sokongan penting untuk Gerindra, mengingat popularitas Titiek cukup tinggi di Yogyakarta yang menjadi daerah tempat kelahiran sang ayah, Soeharto.

Titiek juga telah diangkat secara resmi menjadi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. Tentu pertanyaannya adalah akankah ada kisah kembalinya Titiek bersama Prabowo yang dipersatukan kembali karena politik? Kemudian, seperti apa pula kisah perpisahan mereka?

ketika ibu negara korban cap politik

Ujung Politik Kisah Cinta

Ada banyak sumber yang menceritakan tentang kisah Prabowo dan Titiek. Namun, kisah cinta Prabowo dan Titiek mungkin paling afdol untuk didengarkan dari orang-orang dekat mereka. Salah satunya seperti yang diungkapkan oleh ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo.

Begawan ekonom yang menjadi sosok penting di awal berdirinya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universita Indonesia ini, mengisahkan perjalanan cinta Prabowo dan Titiek dalam bukunya yang berjudul “Jejak Perlawanan Begawan Pejuang-Sumitro Djojohadikusumo”. Kisah cinta itu tertulis dalam bab “Besanan dan Hubungan dengan Soeharto” yang terbit pada tahun 2000.

Baca juga :  Selinap "Merah" di Kabinet Prabowo?

Seperti dituliskan Sumitro, pernikahan Prabowo dan Titiek Soeharto berlangsung pada Mei 1983. Saksi pernikahan itu adalah mantan Panglima ABRI Jenderal M Jusuf. Sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, Prabowo dan Titiek disebut Sumitro berpacaran hampir dua tahun.

Titiek Soeharto bukanlah cinta pertama Prabowo. Prabowo pernah menjalin hubungan serius dengan beberapa wanita. Sampai suatu hari Prabowo meminta izin kepada Sumitro untuk mengenalkan Titiek Soeharto sebagai pacarnya. Jadi makin menarik karena Titiek adalah salah satu mahasiswa Sumitro karena berkuliah di Fakultas Ekonomi UI.

Setelah diwanti-wanti oleh Sumitro soal keseriusan hubungannya dengan Titiek, Prabowo kemudian menyatakan akan melamar Titiek. Prabowo awalnya terkejut saat diberitahu bahwa ia tidak boleh melamar sendiri, melainkan harus pihak keluarga yang datang. Ini karena keluarga Soeharto sangat memegang teguh tradisi Jawa, sementara keluarga Sumitro cukup modern.

Sumitro akhirnya datang melamar istri untuk anaknya itu. Ia melamar dalam bahasa Indonesia. Jawaban dari Pak Harto kala itu: “Pak Mitro, tentu kita betul-betul merasa bahagia, tapi saya harus bicara juga sama kedua anak ini terlebih dahulu untuk kasih nasihat. Bagaimanapun juga pasti masyarakat luas akan menyoroti ini, mengingat saya sebagai kepala negara dan Pak Mitro sebagai cendekiawan terkemuka”.

Singkat cerita keluarga Soeharto menerima lamaran keluarga Sumitro dengan baik dan penuh rasa hormat. Ibu Titiek, Tien Soeharto disebut sangat bahagia atas lamaran dan kemudian acara pernikahan anaknya itu. Maka resmilah Prabowo menikah dengan Titiek pada Mei 1983.

Dari pernikahan itu mereka dikaruniai anak semata wayang yang diberi nama Ragowo Hediprasetyo atau Didit Prabowo. Didit yang tumbuh besar di Boston, Amerika Serikat, dan sempat menghabiskan masa tinggal di Paris, Prancis. Ia dikenal sebagai salah satu fashion designer yang cukup prominen.

Relasi Titiek dan Prabowo berlangsung seperti layaknya para pasangan. Menikmati kebahagiaan bersama di tahun-tahun pernikahan mereka. Semuanya kemudian mulai berubah jelang akhir kekuasaan Soeharto.

Ini karena Sumitro mulai melihat banyak hal yang ia anggap tak bisa didiamkan dalam konteks politik nasional saat itu. Sumitro mengemukakan bahwa ia tidak mungkin dapat menempatkan diri dalam suasana keluarga yang sangat Jawa, daripada dia harus munafik.

Sebagai akibat akumulasi dari berbagai persoalan, hubungan Sumitro dan Soeharto mulai renggang semenjak tahun 1995. Sumitro tetap bersikap terbuka dan merdeka. Ia merasa bebas mengkritik kebijakan pembangunan Soeharto, bahkan sampai menerima H.R. Dharsono yang tak lain adalah lawan politik Soeharto. Salah satu kritik Sumitro yang membuat merah telinga Soeharto adalah soal dugaan mengenai kebocoran 30 persen dana pembangunan.

Apalagi, masa tiga tahun terakhir menjelang jatuhnya Soeharto merupakan saat kritis, yang ditandai semakin sulitnya Soeharto menerima kritik. Bila Sumitro mengkritik, maka Titiek Soeharto akan datang menemui Sumitro untuk menyampaikan pesan Pak Harto. Namun pesan dari Titiek tak pernah digubris Sumitro.

Baca juga :  Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Puncaknya adalah peristiwa lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998. Keluarga Cendana marah karena menganggap Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, membiarkan mahasiswa menduduki gedung DPR RI. Mereka curiga bahwa itu disengaja sebagai bagian dari konspirasi untuk menjatuhkan Soeharto.

Putri-putri Soeharto, seperti ditulis Sumitro, utamanya Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek), marah-marah kepada Prabowo. “Kamu ke mana saja dan mengapa membiarkan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR?” Prabowo kala itu menyahut, apakah dia harus menembaki para mahasiswa itu.

Ujung akhirnya pada 25 Mei 1998, Letjen Prabowo Subianto resmi dicopot dari Pangkostrad dan dikirim ke Bandung untuk menjadi Komandan Sesko ABRI. Tak berapa lama setelah pemeriksaan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), karier militer Prabowo diakhiri oleh Panglima ABRI kala itu, Wiranto. Akhirnya Prabowo memutuskan untuk memilih menjadi pengusaha di luar negeri guna menyusun hidup yang baru.

Hal inilah yang disebut-sebut menjadi penyebab Prabowo dan Titiek berpisah. Masalah politik nasional yang kemudian berujung pada keretakan hubungan dua keluarga. Walaupun demikian, tak ada yang tahu persis kapan pastinya Prabowo dan Titiek berpisah, termasuk apakah keduanya sudah bercerai atau tidak.

Sokongan Penting Untuk Prabowo

Kemesraan Prabowo Subianto dengan Titiek Soeharto kembali muncul menjelang Pilpres 2019. Saat ditanya apakah akan rujuk, Titiek hanya tertawa. Keduanya juga kerap saling memposting foto kenangan lama.

Hingga kini pun status keduanya memang masih menjadi salah satu tanda tanya dan misteri yang mungkin hanya diketahui oleh keduanya saja. Titiek sendiri pernah mengajukan pertanyaan balik ketika ditanya oleh wartawan: “Memangnya (kami) pernah pisah?” Apapun maksudnya itu, yang jelas, kita masih akan menyaksikan dua sosok ini di waktu-waktu ke depan.

Yang jelas, ketika berbicara soal perkawinan dan politik, tak ada yang tahu apakah Prabowo dan Titiek ada dalam kondisi marriage of convenience, yakni pernikahan karena kepentingan. Ini adalah konsep yang menyatakan bahwa hubungan pernikahan seringkali dapat menjadi alat atau strategi politik untuk mencapai tujuan tertentu.

Mungkin saja karena status Soeharto dan Sumitro, pernikahan ini bisa dilihat sebagai political families, di mana dinasti politik dapat muncul melalui ikatan pernikahan antara keluarga-keluarga politik. Namun, mengingat putra Prabowo dan Titiek tidak berkarier dalam politik, agaknya pandangan ini juga sulit dibenarkan.

Yang jelas, pernikahan dan politik memang punya relasi yang rumit. Titiek dan Prabowo sudah membuktikan hal itu. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Partai Gerindra di bawah komando Prabowo Subianto seolah sukses menguasai Pulau Jawa setelah tiga “mahapatih” mereka, yakni Andra Soni, Dedi Mulyadi, serta Ahmad Luthfi hampir dapat dipastikan menaklukkan Pilkada 2024 sebagai gubernur. Hal ini bisa saja menjadi permulaan kekuasaan lebih luas di Jawadwipa. Mengapa demikian?

Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Dengan kekalahan Ridwan Kamil dan Airin Rachmi Diany di Pilkada Serentak 2024. Mungkinkah Golkar akan semakin jatuh di bawah Bahlil Lahadalia?

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

More Stories

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.