HomeNalar PolitikPendekatan Kapabilitas dan Pembangunan Jokowi

Pendekatan Kapabilitas dan Pembangunan Jokowi

Pembangunan Jokowi berpotensi menjadi sempurna jika menerapkan pendekatan kapabilitas yang dirumuskan oleh Amartya Sen.


Pinterpolitik.com

Pembangunan infrastruktur menjadi kata-kata yang amat identik dengan sosok presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama beberapa waktu terakhir, berbagai pembangunan fisik seperti jalan tol, bendungan, dan jembatan seperti menjadi fokus utama dari Jokowi. Hal tersebut tidak lain ditujukan untuk mendorong pembangunan Indonesia dari segi ekonomi.

Meski banyak yang bersyukur dan menganggap perlu pembangunan-pembangunan tersebut, nyatanya tak sedikit pula yang mengkritik. Mantan Wali Kota Solo tersebut dianggap terlalu memprioritaskan pembangunan di sisi ekonomi dan seperti menganaktirikan sektor-sektor lain.

Jokowi sendiri tampak sudah mulai menyadari pentingnya pembangunan dari sisi lain. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjanjikan bahwa di periode keduanya, ia akan berfokus pada pembangunan manusia sambil juga menuntaskan berbagai prioritas di bidang infrastruktur.

Seiring dengan fokus pembangunannya pada perkara infrastuktur untuk kegiatan ekonomi, ia kemudian memiliki cukup banyak persoalan di bidang pembangunan manusia. Memang, jika indeks menjadi acuannya, pembangunan manusia Indonesia mengalami kenaikan. Meski begitu, beragam pembangunan di era Jokowi justru memberikan banyak pekerjaan rumah.

Berdasarkan hal tersebut, tidak ada salahnya jika Jokowi bisa mengadopsi pemikiran pemikir terkemuka dalam perkara pembangunan ini. Dalam konteks tersebut, pemikiran peraih Nobel ekonomi Amartya Sen bisa saja menjadi salah satu tokoh yang diperhitungkan.

Pendekatan Berbeda

Ada sebuah pendekatan berbeda yang ditawarkan oleh Amartya Sen ketika memandang ekonomi, terutama dalam hal pembangunan. Ia memperkenalkan pendekatan kapabilitas yang kerap dianggap lebih manusiawi dalam memandang kualitas hidup. 

Ada satu konsep kunci di dalam pendekatan kapabilitas dari Sen ini. Ia menekankan pada kemampuan untuk berfungsi (ability to function). Melalui pendekatan ini, kualitas hidup manusia dikaitkan dengan kemampuan mereka untuk melakukan sesuatu. Fungsi ini dapat beragam, mulai dari kesehatan hingga kebahagiaan.

Dalam pandangan Sen, kebebasan merujuk pada kapabilitas atau kemampuan seseorang untuk mewujudkan sesuatu. Kapabilitas kemudian dikonsepkan sebagai refleksi dari kebebasan untuk mewujudkan fungsi yang bernilai. Kapabilitas tersebut dapat dipengaruhi oleh kesempatan ekonomi, kebebasan politik, kekuatan sosial, dan kondisi-kondisi seperti pendidikan serta kesehatan.

Dalam pendekatan ini, hal yang perlu dipenuhi dalam pembangunan bukan hanya kesejahteraan dari sisi ekonomi, tetapi juga perlindungan terhadap hak dan kebebasan. Kegagalan memenuhi dan melindungi hak dan kebebasan ini merupakan salah satu bentuk hilangnya kapabilitas.

Baca juga :  Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Pembangunan kemudian dalam konteks ini dianggap sebagai perluasan kapabilitas atau capability expansion. Pertumbuhan ekonomi atau pendapatan tidak akan dinilai kecuali jika mereka berkontribusi pada peningkatan kapabilitas.

Menurut Sen, kemiskinan dianggap sebagai capability-deprivation atau deprivasi kapabilitas. Hal tersebut dapat berarti bahwa orang yang miskin tidak hanya terkait dengan minimnya pendapatan, tetapi terkait dengan minimnya kapabilitas. Deprivasi ini sendiri dapat terjadi akibat beragam hal, seperti ketidakpedulian, tekanan pemerintah, kekurangan sumber daya finansial, hingga kesadaran palsu.

Fokus Pembangunan

Selama lima tahun periode pertama pemerintahan Jokowi, pembangunan terutama yang bersifat fisik memang tampak menjadi acuan utama. Salah satu tujuan dari geliat pembangunan ini tidak lain adalah peningkatan kesejahteraan ekonomi.

Sayangnya, selama periode  yang penuh pembangunan itu terlihat bahwa ada beragam persoalan yang mengelilinginya. Dalam konteks pembangunan fisik infrastruktur misalnya, beragam organisasi non-pemerintah menghimpun data terjadi konflik agraria antara masyarakat dan proyek pembangunan.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) misalnya menyoroti bahwa selama tahun 2018, terjadi 16 konflik agraria di bidang infrastruktur. Kasus terkemuka yang disoroti oleh KPA misalnya adalah konflik yang terjadi dalam pembangunan Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat.

Hal tersebut masih belum termasuk dengan konflik lahan lain seperti di bidang perkebunan dan pertambangan yang terkait dengan investasi, termasuk dari pihak asing. Kondisi tersebut dapat menjadi ironi di tengah geliat pemerintah menggenjot perekonomian melalui investasi. 

Tak hanya itu, meski tak selalu berkaitan, di lima tahun penuh pembangunan ini pemerintahan juga kerap diisi dengan penggunaan instrumen hukum untuk menjinakkan oposisi. Tak hanya itu, beragam kasus hukum juga sering kali berpotensi membatasi kebebasan dan hak politik dari masyarakat luas, tak hanya oposisi elektoral.

Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi ironi sendiri bagi pembangunan Jokowi di lima tahun pertama. Meski meraup berbagai apresiasi di bidang infrastruktur dan menjaga statistik ekonomi tetap stabil, ada berbagai kapabilitas dari segi hak dan kebebasan masyarakat yang tak terpenuhi selama periode pembangunan tersebut.

Merujuk pada kondisi tersebut, pemerintah bisa saja berbangga pada capaian statistik di mana terjadi penurunan angka kemiskinan. Meski begitu, jika merujuk pada pandangan Sen, masyarakat berpotensi tetap tergolong miskin karena tak bisa menjalankan kemampuan atau fungsi mereka sehingga terjadi deprivasi kapabilitas.

Baca juga :  Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Agar Pembangunan Manusia Sempurna

Berdasarkan hal-hal tersebut, agar pembangunan infrastruktur demi kesejahteraan ekonomi dapat berjalan secara maksimal, idealnya periode kedua Jokowi nanti bisa mengadopsi pendekatan yang dikenalkan oleh Sen. Tentu, tak ada yang memungkiri bahwa pembangunan sejumlah fasilitas memang mendesak, tetapi hal itu tak berarti harus bertentangan dengan pemenuhan kapabilitas masyarakat di bidang lain.

Sebagai contoh, dalam konteks pembangunan dan konflik agraria, terjadi pengurangan kemampuan masyarakat untuk menjalankan fungsi dan memenuhi kapabilitas mereka. Masyarakat yang terusir dari tempat mereka bekerja sebagai petani misalnya kehilangan kesempatan akibat adanya pembangunan. Hal tersebut, terkadang dilakukan dengan represi dari aparat pemerintahan.

Yang membuat pendekatan ini akan bermanfaat bagi pemerintahan Jokowi ini juga adalah karena janji Jokowi di periode keduanya nanti. Sebagaimana diketahui, ia sejak masa kampanye telah mendeklarasikan akan menaruh perhatian pada pembangunan sumber daya manusia.

Pendekatan kapabilitas ala Sen ini kerap kali dikaitkan dengan indeks pembangunan manusia (IPM)/human development index (HDI). Secara umum, IPM diciptakan berdasarkan pendekatan kapabilitas. Refleksi pendekatan tersebut pada pembangunan manusia dilakukan misalnya oleh S. R. Osmani, Professor Ekonomi pembangunan dari Ulster University, Inggris.

Tentu, IPM di era Jokowi sendiri hingga saat ini memang selalu mengalami kenaikan. Meski begitu, dengan berbagai tindakan aparat dan instrumen hukum yang kerap mengurangi kapabilitas masyarakat, pembangunan manusia yang ada  boleh jadi tak berlaku maksimal.

Pendekatan kapabilitas dapat membantu pembangunan SDM berjalan lebih maksimal Click To Tweet

Akan sangat ideal jika masyarakat mendapatkan pendapatan tinggi, akses kepada pendidikan dan kesehatan yang baik sekaligus juga mendapatkan kebebasan dan keamanan yang mumpuni. 

Yang jadi perkara adalah, bagi beberapa elemen masyarakat akses kepada kesehatan, pendidikan, dan pendapatan yang mumpuni masih belum juga terpenuhi dalam geliat pembangunan. Hal ini masih ditambah dengan minimnya hak dan kebebasan seiring dengan instrumen hukum yang berpotensi menjerat mereka.

Oleh karena itu, pendekatan kapabilitas milik Sen tidak hanya akan bermanfaat bagi Jokowi dalam menyempurnakan pemenuhan kapabilitas masyarakat, tetapi juga membantu untuk mencapai tujuan periode keduanya tentang pembangunan di sisi manusia.

Tidak ada yang dapat menolak bahwa sejumlah infrastruktur memang mendesak kebutuhannya. Meski begitu, jika tidak disertai dengan pendekatan kapabilitas maka dampak yang diinginkan bisa saja tidak tak maksimal karena masyarakat tak bisa berfungsi dengan baik. (H33)

Mari lawan polusi udara Jakarta melalui tulisanmu. Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...