HomeHeadlineIndonesia Akan Merapat ke AS di Era Prabowo?

Indonesia Akan Merapat ke AS di Era Prabowo?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Arah politik luar negeri Indonesia di bawah Prabowo Subianto akan jadi salah satu bagian terpenting dalam pemerintahan yang akan datang. Setelah cenderung lebih dekat dengan Tiongkok di era kekuasaan Jokowi, Indonesia diprediksi akan lebih mendekat ke Amerika Serikat di era Prabowo. Ini berbekal kedekatan historis serta cara pandang politik internasional, meskipun Prabowo sebelumnya pernah dilarang untuk masuk ke negeri Paman Sam itu.


PinterPolitik.com

Pemilihan Presiden 2024 di Indonesia menarik perhatian banyak pihak, termasuk negara-negara luar. Salah satunya adalah Amerika Serikat (AS). Ada berbagai seliweran gosip soal siapa kandidat yang didukung negeri Paman Sam ini.

Dan salah satu yang paling sering dibahas adalah soal Prabowo Subianto. Ini karena sejarah Prabowo yang oleh penulis kontroversial, Allan Nairn, disebut sebagai “American’s fair-haired boy”, alias anak kesayangan negara tersebut.

Meski di kemudian hari, Prabowo mendapatkan sanksi dan dilarang masuk ke AS, namun kiprah dan konteks pendidikannya di masa lalu memang punya pertalian dengan negara yang kini dipimpin Joe Biden itu. Prabowo pernah mendapatkan pendidikan di AS, yakni di Fort Benning di Georgia dan Fort Bragg di Carolina Utara — kini dikenal sebagai Fort Moore dan Fort Liberty. Faktor ini juga menjadi hal yang menarik untuk dilihat dalam konteks relasinya dengan negeri Paman Sam.

Konteksnya menjadi penting karena Prabowo sendiri telah menarik perhatian AS melalui kunjungannya ke negara tersebut. Pada September 2023 lalu, Prabowo mampir ke Pentagon yang menjadi pusat dan ikon pertahanan AS. Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo memang berkepentingan untuk menjamin modernisasi militer Indonesia mendapatkan dukungan dari negara besar seperti AS.

Namun, kunjungan ini juga cukup monumental karena arah politik Prabowo dianggap lebih berpihak pada AS, ketimbang negara besar lain macam Tiongkok di kawasan. Ini salah satunya bisa terlihat ketika Prabowo berbeda pandangan dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terkait keberadaan aliansi militer AS, Australia dan negara-negara lain bertajuk AUKUS. Retno mengkritik keras, sementara Prabowo lebih santai dan menyebut aliansi ini sebagai hak dan kedaulatan negara-negara anggotanya.

Dengan latar belakang itu, tentu pertanyaannya adalah apakah Prabowo akan benar-benar “meninggalkan” Tiongkok dalam relasi politik dan bisnis Indonesia di mana negara itu menjadi salah satu investor penting yang ikut dalam berbagai proyek dalam negeri, serta berpaling ke negara-negara Barat seperti AS?

Baca juga :  The War of Java: Rambo vs Sambo?

Panas Dingin AS-Prabowo

Pelarangan Prabowo masuk ke AS memang dihubungkan dengan rekam jejak Prabowo saat memimpin satuan elite di akhir rezim Orde Baru dua dasawarsa lalu. Dia dianggap bertanggung jawab atas penghilangan paksa sejumlah aktivis mahasiswa pada 1997-1998.

Akibatnya, Prabowo yang waktu itu menyandang tiga bintang di pundak mendapat sanksi berat. Dia dicopot dari jabatannya sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) lewat sidang Dewan Kehormatan Perwira yang digelar pada 1998.

Dua tahun setelah diberhentikan dari militer, Prabowo berencana menuju AS untuk menghadiri wisuda anaknya, Regowo Hediprasetyo atau Didit. Namun saat itu mantan Danjen Kopassus tersebut ditolak.

Tidak jelas alasan Departemen Luar Negeri AS menolak visa Prabowo pada waktu itu. Namun, laporan New York Times pada Maret 2014 menyebut Washington sempat menjauhkan diri dari para pendukung Soeharto pasca jatuhnya rezim Orde Baru.

Hubungan ini baru normal kembali ketika Prabowo duduk sebagai Menhan di era kekuasaan Jokowi. Prabowo akhirnya diizinkan boleh ke negeri Paman Sam itu.

Terkait perubahan arah politik mendekat ke AS, setidaknya ada beberapa faktor penting yang menjadi penunjang. Pertama, soal strategisnya Indonesia di Indo-Pasifik. Indonesia adalah pemain utama di kawasan Indo-Pasifik. Dengan populasi terbesar keempat di dunia, ekonomi terbesar keenam belas, dan status sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, Indonesia memiliki peran strategis dalam geopolitik regional. AS mengakui pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan Indonesia.

Faktor berikutnya adalah bahwa kunjungan Prabowo ke AS tahun lalu menandakan komitmen Prabowo untuk memperdalam kerjasama bilateral. AS melihat kunjungan ini sebagai peluang untuk memperkuat hubungan dengan Indonesia.

Prabowo juga menegaskan dalam berbagai kesempatan bahwa Indonesia harus menjaga tradisi kebijakan non-blok. Ini berarti Indonesia tidak memihak pada satu blok kekuatan besar, termasuk AS atau Tiongkok. Dalam menghadapi persaingan antara AS dan Tiongkok, Prabowo berpendapat bahwa Indonesia harus menjadi sahabat bagi kedua belah pihak.

Selain itu, kunjungan Prabowo ke Pentagon menandakan upaya Indonesia memodernisasi militernya melalui kerjasama dengan AS. Selain itu, Prabowo juga mengadvokasi prioritas domestiknya melalui peningkatan keterlibatan AS-Indonesia. Akuisisi ini akan memperdalam interoperabilitas dengan AS dan memperluas pilihan untuk latihan bersama.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Dengan demikian, Prabowo memang memiliki peluang untuk membawa politik luar negeri Indonesia lebih mendekat ke Amerika Serikat. Namun, tantangan besar tetap ada, termasuk mempertahankan keseimbangan hubungan dengan Tiongkok dan negara-negara lain di kawasan.

Pilihan Rasional

Secara umum, pada saat di mana geopolitik global semakin kompleks dan persaingan antara kekuatan besar semakin intensif, keputusan Prabowo untuk mempererat hubungan dengan AS akan dilihat sebagai langkah yang rasional dan strategis demi mempertahankan keseimbangan politik dengan Tiongkok. Ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan.

Pertama-tama, melihat peran AS sebagai salah satu kekuatan dominan dalam geopolitik global dan pendukung penting dalam hal keamanan regional, membawa Indonesia dekat dengan AS memberikan akses ke sumber daya, teknologi, dan dukungan militer yang penting. Ini juga memberikan jaminan terhadap ancaman keamanan dari berbagai pihak di kawasan tersebut.

Kedua, dengan meningkatnya pengaruh Tiongkok di Asia Tenggara, menjalin hubungan erat dengan AS dapat menjadi alat untuk menyeimbangkan kekuatan tersebut. Mengingat sifat hubungan internasional yang serba dinamis, memiliki kerjasama yang kuat dengan kedua kekuatan tersebut dapat memberikan Indonesia lebih banyak opsi dan kekuatan tawar dalam kebijakan luar negeri.

Selain itu, hubungan yang erat dengan AS juga membuka pintu bagi investasi dan kerjasama ekonomi yang dapat mendukung pertumbuhan dan pembangunan di Indonesia. Sementara tetap menjaga hubungan yang baik dengan Tiongkok, menghadirkan alternatif dalam hubungan internasional dan dapat memperkuat posisi negara dalam meraih kepentingan nasionalnya.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa menjaga keseimbangan politik antara AS dan Tiongkok bukanlah tugas yang mudah. Indonesia harus mengelola hubungan dengan cermat untuk menghindari konflik kepentingan dan menjaga kedaulatan serta kepentingan nasionalnya di tengah persaingan antara dua kekuatan besar tersebut.

Secara keseluruhan, langkah Prabowo untuk mendekatkan Indonesia dengan AS sebagai pilihan strategis demi menjaga keseimbangan politik dengan Tiongkok merupakan langkah yang bisa dipahami dan rasional dalam dinamika geopolitik global saat ini. Namun, pelaksanaannya memerlukan kebijaksanaan dan keseimbangan yang cermat agar dapat memaksimalkan manfaat dan mengurangi risiko bagi kepentingan nasional Indonesia.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?

Partai Gerindra di bawah komando Prabowo Subianto seolah sukses menguasai Pulau Jawa setelah tiga “mahapatih” mereka, yakni Andra Soni, Dedi Mulyadi, serta Ahmad Luthfi hampir dapat dipastikan menaklukkan Pilkada 2024 sebagai gubernur. Hal ini bisa saja menjadi permulaan kekuasaan lebih luas di Jawadwipa. Mengapa demikian?

Kejatuhan Golkar di Era Bahlil?

Dengan kekalahan Ridwan Kamil dan Airin Rachmi Diany di Pilkada Serentak 2024. Mungkinkah Golkar akan semakin jatuh di bawah Bahlil Lahadalia?

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan? 

Prabowo dan Filosofi Magikarp ala Pokémon

Pemerintahan Prabowo Subianto siapkan sejumlah strategi untuk tingkatkan investasi dan SDM. Mungkinkah Prabowo siap untuk “lompat katak”?

Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Endorse politik Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024 kepada kandidat PDIP, yakni Pramono Anung-Rano Karno justru dinilai bagai pedang bermata dua yang merugikan reputasinya sendiri dan PDIP di sisi lain. Mengapa demikian?

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

More Stories

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.