HomeNalar PolitikEpilog Gatot Berbuah Taktik?

Epilog Gatot Berbuah Taktik?

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan memasuki masa pensiun Maret 2018 mendatang. Namun, gelagat Gatot masih belum jelas apakah nasibnya akan berlabuh seperti para pendahulunya menjadi bagian partai politik atau bagaimana?


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]M[/dropcap]unculnya spekulasi Gatot yang selalu dikait-kaitkan dengan partai politik, karena adanya stimulus bahwa Gatot diindikasikan terlibat dalam arus politik nasional. Pada dasarnya, TNI tidak dibenarkan terlibat dalam politik praktis karena tugas pokok TNI menjaga pertahanan dan kedaulatan NKRI.

Selain itu, beberapa lembaga survei pun membidik Gatot dalam radar sebagai Calon Presiden atau Wakil Presiden alternatif yang berpotensi memenangkan pertarungan di Pilpres 2019.

Peneliti senior Network for South East Studies memandang bahwa sampai saat ini  Gatot berpeluang menjadi Capres atau Cawapres jika didukung grup SBY.

Namun, entah latah atau memang sudah memetakan potensi ketokohan yang kuat, sebagian besar partai politik mengobral lantang dirinya yang membuka peluang kepada Gatot apabila ingin bergabung bersama partai politik.

Sebelumnya, Panglima TNI yang purnatugas dan memasuki masa pensiun memiliki sejarah terjun ke area politik untuk menyempurnakan pengabdiannya terhadap bangsa dan negara melalui medium yang berbeda.

Mengingat, sebelum reformasi, tentara berperan bukan hanya dibidang pertahanan kedaulatan namun dalam bidang sosial politik yang disimpulkan terdapat pada dwifungsi TNI.

Walau kini dwifungsi TNI sudah ditenggelamkan, namun peneliti Australian National University Harold Crouch mengatakan bahwa hubungan militer dan politik bermula sejak perang kemerdekaan.

“Karena telah berpartisipasi pada gerakan nasional melawan pemerintah kolonial Belanda, sebagian besar pejabat tinggi militer merasa aspirasi politik mereka harus diakomodasi,” tulis Harold  Crouch pada buku berjudul The Army and Politics in Indonesia.

Parpol Buka Pintu

Ada gula, ada semut. Tentunya, Gatot yang akan mengakhiri masa bhaktinya pada Maret 2018 mendatang dianalogikan sebagai gula yang sangat manis. Sementara, partai politik sebagai semut yang menari-nari di dinding yang kian malu menghampiri gula. Namun, jika tahun politik sudah bergulir kemungkinan semut – semut akan mengerubuti gula.

Kiprah Gatot selama menjadi Panglima TNI diamati dan dilirik para pemegang kekuasaan di partai politik. Alhasil, sedikitnya 10 partai  politik memberikan signal positif terbukanya pintu politik bagi mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini. Baik untuk tawaran bergabung menjadi kader partai, maupun pemberian dukungan menuju Pilpres 2019.

(Baca juga: Pesan Isyarat Panglima TNI)

Mencermati respon partai politik yang secara lantang ataupun malu-malu, berikut 10 partai yang memberikan signal kepada Gatot diantaranya Partai Golkar, Demokrat, Nasional Demokrat (Nasdem), Hati Nurani Rakyat (Hanura), Perindo, Gerindra, Partai Amanat Nasional, PPP, PKS dan PKB.

Tentunya, partai politik memiliki beragam pertimbangan yang mengisyaratkan akan membawa partainya sebagai pemenang di kontestasi politik mendatang.

Sebagai instrumen dasar, bahwa Gatot dimungkinkan menjadi kue yang akan disodorkan kepada masyarakat untuk dipilih dan secara otomatis merepresentasikan kembali militer yang terjun ke dunia politik. Baik di muara, arus atau aliran sungainya.

Baca juga :  Operasi Bawah Tanah Singkirkan PDIP dari Ketua DPR?

Partai politik akan menimbang-nimbang segala kemungkinan munculnya tokoh baik dari internal partai maupun dari eksternal. Sejatinya, bahwa orientasi partai politik menjadi terbalik bukan untuk mengedepankan gagasan besar yang  memajukan bangsa, namun mencari terlebih dahulu figur yang dominan baru membicarakan mengenai gagasannya.

Siapa yang cepat, partai mana yang dapat?

Survei Gatot Masih Lesu

Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (KedaiKopi) menunjukkan bahwa Joko Widodo (Jokowi) masih menempati posisi teratas dalam  hal elektabilitas jika Pemilu dilakukan hari ini. Sebesar 44,9% responden memilih Jokowi.

Hal ini juga berdampak pada elektabilitas pada posisi Calon Wakil Presiden (Cawapres) untuk Pilpres 2019 yang menyimpulkan bahwa tidak ada angin segar bagi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bila berpasangan dengan Jokowi.

Pasalnya, Gatot harus puas berada diposisi ketiga dengan kisaran 12 persen. Sementara, Jusuf Kalla masih menjadi primadona pada Calon Wakil Presiden yang puas pada posisi puncak pada kisaran 15,1 persen.

Namun, hal mengejutkan terdapat pada posisi nomor 2 yang menempatkan Prabowo Subianto sebagai rival Jokowi di Pilpres 2014 lalu yang mendapatkan besaran 13,4 persen.

Sementara,  diposisi keempat, diisi menteri nyentrik yang masuk ke radar survei calon Wakil Presiden. Ia adalah Susi Pudjiastuti, Menteri Perikanan dan Kelautan RI yang mendapatkan 10,1 persen. Sedangkan figur lainnya berada di bawah 10 persen.

Adapun latar belakang untuk jadi Cawapres adalah merupakan tokoh agama, Kepala Daerah, Ketua Partai Politik, Ketua Lembaga Tinggi Negara dan Menteri.

Survei KedaiKopi yang bertajuk Survei Opini “Apa Kata Publik soal 3 Tahun Pemerintahan Jokowi?” ini dilaksanakan pada 8-27 September 2017 dengan melibatkan 800 responden yang terbesar di delapan kota besar di Indonesia yang dipilih menggunakan teknik multistage random sampling.

Lalu, siapakah yang dipilih responden untuk mendampingi Jokowi? Founder KedaiKOPI, Hendri Satrio mengatakan figur cawapres juga tampaknya akan cukup menentukan pada Pemilu 2019 kelak. Sebanyak 49,9% responden mengaku faktor cawapres berpengaruh dalam memilih presiden, sementara 48,4% menjawab tidak berpengaruh dan sisanya tidak menjawab.

Gatot Mau Pilih Partai Mana?

Apabila ditinjau dengan sejarah keterlibatan purnawirawan TNI dikancah politik, bahwa notabene mantan Panglima TNI maupun purnawirawan TNI tersebar di beberapa partai politik tertentu.

Kecenderungan figur militer akan masuk ke partai yang memiliki ketokohan dari kalangan militer ataupun memiliki sejarah menjadi penguasa di pemerintahan.

(Baca juga: Politik Negara Ala Gatot)

Peta partai politik yang banyak memiliki figur di kalangan militer ialah Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Hanura, PKPI dan Partai Nasdem.

Sesuai dengan spekulasi tersebut, Pengamat Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio memprediksi ada empat partai yang bakal dirilik oleh Gatot Nurmantyo bila sudah istiqomah menentukan jalan perjuangan selanjutnya di dunia politik. Partai politik tersebut yakni Partai Hanura, Partai Demokrat, Partai Golkar dan Partai Gerindra.

Baca juga :  Manuver Mardiono, PPP "Degradasi" Selamanya?

“Karena empat partai itu punya latar belakang militer,” ujar Hendri

Sedangkan, Partai Nasdem dan PKPI pun ditengarai memiliki ketokohan militer yang cukup secara simbol dan kuantitas.

Maka dapat disimpulkan, ada sekitar 6 partai yang memungkinkan menjadi pilihan Gatot apabila disesuaikan dengan latarbelakang ketokohan militer.

Gatot Berpolemik atau Berpolitik
Foto: SuratkabarID

Keberuntungan Pensiun di Tahun Politik

Dari delapan mantan Panglima TNI yang terjun ke dunia politik, sejarah mencatat hanya dua Jenderal yang sukses menempati singgasana Presiden dan Wakil Presiden.

Tentu, yang pertama, Jenderal Soeharto yang melenggang memimpin negeri selama lebih kurang 32 tahun yang dilatarbelakangi oleh Partai Golkar sebagai partai penguasa di era orde baru itu.

Yang kedua, Jenderal (Purn.) Try Sutrisno yang menjadi Panglima TNI di tahun 1988 – 1993 sukses juga menjulang posisi menjadi Wakil Presiden RI ke 6 mendampingi Soeharto.

Try Sutrisno pun muncul dari kalangan Partai Golkar dan kini ikut andil dalam kelahiran Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Dari kedua Jenderal mantan Panglima TNI ini, Jenderal Gatot dapat belajar bahwa Panglima TNI pun memiliki peluang untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Terlebih, jelang memasuki masa pensiunnya di Maret 2018, Jenderal Gatot masih memiliki peluang seperti mantan panglima TNI sebelumnya yang turut aktif dalam politik nasional.  Dan ada waktu pensiun Gatot dinilai tepat karena tidak jauh dari pelaksanaan pesta politik di tahun yang ramai dengan pemilihan diantaranya ada Pilkada serentak 2018 dan jelang Pilkada serentak 2019.

Momentum ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang melenggangkan Gatot menuju Istana atau mungkin akan dilewati Gatot dengan tangan terbuka untuk berkompromi dengan Jokowi sehingga mendapat tiket bergabung bersama membantu menuntaskan periodisasi Kabinet Kerja.

Modal dasar Gatot kini masih memiliki posisi sebagai Panglima TNI yang baru saja diganti (nanti saat Maret 2018), dan modal dasar itu yang menjadi daya tawar kepada masyarakat.

Namun, Pengamat politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan menilai saat ini nama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belum diperhitungkan sebagai calon presiden atau wakil presiden. Indikatornya hasil survei yang menunjukkan elektabilitas Gatot berada di urutan bawah.

Djayadi menilai Gatot punya peluang masuk Kabinet Kerja setelah pensiun, mengingat dia punya kedekatan dengan Jokowi.

Keberuntungan Gatot terletak pada tepatnya waktu pensiun dengan tahun politik ini sehingga dapat dimanfaatkan oleh Gatot dan partai politik untuk melakukan langkah aji mumpung bagi Gatot setelah purnatugas sebagai Panglima TNI.

Epilog seperti apa yang akan dipertontonkan oleh  Gatot?

(Z19)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Wali Kota Depok ‘Biduan Lampu Merah’

"Kualitas humor tertinggi itu kalau mampu mengejek diri sendiri. Cocok juga ditonton politisi. Belajar becermin untuk melihat diri sendiri yang asli, " - Butet...

DPR Terpilih ‘Puasa Bicara’

“Uang tidak pernah bisa bicara; tapi uang bisa bersumpah,” – Bob Dylan PinterPolitik.com Wakil rakyat, pemegang amanah rakyat, ehmmm, identitas yang disematkan begitu mulia karena menjadi...

Ridwan Kamil Jiplak Jurus Jokowi

“Untuk melakukan hal yang buruk, Anda harus menjadi politisi yang baik,” – Karl Kraus PinterPolitik.com Pemindahan Ibukota masih tergolong diskursus yang mentah karena masih banyak faktor...