HomeNalar PolitikCak Imin Ketum PKB Terkuat?

Cak Imin Ketum PKB Terkuat?

Muhaimin Iskandar berpotensi akan terpilih kembali sebagai Ketua Umum PKB secara aklamasi di muktamar mendatang. Ia boleh jadi memiliki pengaruh khusus, sehingga bisa mulus dan nyaris tak terbendung dalam merengkuh takhta tertinggi PKB.


Pinterpolitik.com

Muhaimin Iskandar alias Cak Imin tampak semakin tak terbendung di internal PKB. Jelang Muktamar partai tersebut Agustus nanti, tersiar kabar bahwa mantan Menteri Tenaga Kerja itu akan dipilih secara aklamasi sebagai ketua umum.

Hingga saat ini, belum terdengar bahwa ada nama kader PKB yang akan mencoba untuk berkompetisi dengan Cak Imin dalam perebutan kursi ketua umum. Hal tersebut, bahkan boleh jadi telah menjadi tren di masa kepemimpinan PKB selama Cak Imin menjadi ketua.

Jika melihat pada Muktamar PKB tahun 2014, kondisi serupa juga terjadi. Cak Imin terpilih menjadi ketua umum secara aklamasi karena dianggap mampu meningkatkan perolehan suara partai. Oleh karena itu, Cak Imin terlihat seperti sosok yang amat kuat di PKB selama dua masa kepemimpinan terakhir.

Kondisi tersebut tergolong unik, jika melihat sejarah PKB. Partai ini, sebelum Cak Imin naik ke puncak kuasa, didera banyak konflik internal karena terkait dengan kepemimpinan. Apalagi, Cak Imin sendiri adalah produk dari konflik kepemimpinan tersebut.

Terlihat bahwa Cak Imin menjelma menjadi sosok yang benar-benar kuat di internal PKB, ditandai dengan tak adanya persaingan. Lalu, mengapa hal itu dapat terjadi?

Peningkatan Perolehan Suara

Seperti disebutkan sebelumnya, sebelum era Cak Imin, PKB sebenarnya punya riwayat panjang tentang perebutan kursi ketua umum. Pada tahun 2001, terjadi konflik kepemimpinan di mana PKB pecah antara kubu Matori Abdul Djalil dan Alwi Shihab. Selain itu, pada tahun 2007-2008, konflik kepemimpinan juga terjadi antara kubu Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Muhaimin Iskandar.

Berdasarkan hal tersebut, munculnya Cak Imin yang berpotensi terpilih terus-menerus sebagai ketua umum secara aklamasi menjadi fenomena yang unik. Pada Agustus nanti, disinyalir tak ada sosok yang mencoba berkompetisi dengannya dan ia sudah mengumpulkan dukungan kader di tingkat daerah.

Jika melihat dari sisi perolehan suara, PKB masa kepemimpinan Cak Imin memang mengalami kenaikan suara. Pada tahun 2014 misalnya, partai yang identik dengan Nahdlatul Ulama (NU)ini mendapatkan persentase suara sebesar 9,04 persen dan mengamankan urutan kelima perolehan suara nasional.

Angka tersebut merupakan kenaikan signifikan jika dibandingkan dengan perolehan Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2009, PKB terlempar jauh dan disalip banyak partai berhaluan Islam lainnya dengan hanya mendapatkan suara sebesar 4,94 persen.

Baca juga :  Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Kala itu, banyak pihak yang memandang pesimis kiprah PKB dengan hasil Pemilu 2009 yang tak menggembirakan. Oleh karena itu, perolehan suara 9 persen di Pemilu 2014 menjadi sesuatu yang disambut baik oleh kader-kader PKB.

Perolehan suara signifikan ini kemudian berlanjut di Pemilu 2019. Meski tak naik secara besar-besaran, PKB di musim Pemilu kali ini berhasil tembus ke posisi empat dalam perolehan suara partai politik dengan mendapatkan suara sebesar 9,04 persen.

Kepemimpinan Cak Imin di PKB ini kemudian tak hanya membuatnya bisa bercokol terus di posisi puncak partai, tetapi juga mulai diproyeksikan untuk kepemimpinan nasional. Pada musim Pemilu 2019 lalu, namanya sempat terus dipromosikan sebagai cawapres.

Dukungan NU

Di satu sisi, perlu diakui bahwa secara kuantitatif, PKB di masa kepemimpinan Cak Imin mendapatkan suara cukup signifikan, sehingga banyak kader internal yang merasa dirinya berjasa dalam meningkatkan posisi partai. Meski demikian, bertambahnya kekuatan Cak Imin di PKB juga boleh jadi tak hanya terkait dengan hasil Pemilu saja.

Sebagaimana diketahui, PKB adalah partai yang amat lekat  dengan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, NU. Meski demikian, dukungan politik para ulama dan pengurus ormas tersebut tak selalu bulat untuk PKB.

Dalam konteks tersebut, Cak Imin tergolong mampu untuk mengonsolidasikan kekuatan NU tersebut agar sebagian besar tertuju kepada PKB. Menurut Greg Fealy dalam tulisannya untuk New Mandala, inilah untuk pertama kalinya NU memberikan dukungan secara terbuka kepada PKB.

Secara spesifik, Fealy menggambarkan bahwa Cak Imin memiliki strategi khusus untuk mengamankan dukungan dari ormas yang didirikan oleh Hasyim Asyari tersebut. Strategi pertama, adalah dengan cara mengarahkan dana dan aset untuk ormas tersebut.

PKB di bawah Muhaimin menginstruksikan kepada anggota-anggota legislatif mereka untuk memberikan uang bulanan kepada NU untuk keperluan administratif. Selanjutnya, para politisi tersebut akan menggunakan posisi mereka untuk mengamankan dana untuk program sosial dan kesejahteraan NU.

Relasi yang semakin kuat dengan NU ini kemudian ditunjukkan melalui dukungan dari kiai-kiai dan pengurus utama NU kepada PKB. Tokoh seperti Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan mantan Rais Aam Ma’ruf Amin misalnya disebut-sebut memberikan dukungan kepada partai tersebut.

Dukungan langsung NU ini sendiri memang tergolong penting bagi PKB. Menurut Fealy, ketika NU tak terlalu menunjukkan hubungan dengan PKB di tahun 2009, perolehan suara partai ini turun drastis. Padahal, pada Pemilu 1999 dan 2004 mereka masing-masing mendapatkan 12,6 persen and 10,6 persen karena mendapat dukungan NU.

Memperluas Jejaring

Sementara itu, strategi kedua yang dilakukan oleh Cak Imin adalah dengan membangun patronase dengan pengusaha-pengusaha kaya. Melalui jejaring dengan taipan besar, ia bisa mendanai program kampanye besar di kantong-kantong suara NU.

Baca juga :  Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Salah satu nama taipan yang terkait dengan PKB adalah bos Lion Air Group sekaligus Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Rusdi Kirana. Secara formal, Rusdi memang memiliki jabatan khusus di PKB yaitu sebagai wakil ketua umum. Hal tersebut tergolong tidak lazim karena Rusdi menjadi sosok Kristen-Tionghoa yang berada di struktur partai berhaluan Islam-NU.

Dalam catatan Fealy, Rusdi kemudian menjadi sosok pendana di balik banyak program-program kampanye PKB. Tak seperti Pemilu sebelumnya, produk kampanye PKB selama beberapa waktu belakangan memang terlihat lebih wah dan variatif.

Tak hanya sekadar mendanai produk-produk kampanye, ayah dari Davin Kirana itu bahkan sempat meluncurkan NU-Lion – sebuah program untuk memberikan bantuan dana kepada jejaring pesantren NU. Tak hanya itu, Rusdi juga disebut memberikan pendanaan kepada PKB untuk menjangkau kiai-kiai lokal di daerah-daerah pemilihan yang penting.

Selain itu, menurut Fealy, Rusdi juga mendatangkan konsultan politik papan atas untuk memberikan saran terkait dengan strategi dari PKB.

Meroketnya Cak Imin sebagai sosok tak tergantikan di internal PKB, boleh jadi terkait dengan hal-hal tersebut. Di bawah Cak Imin, PKB dapat membangun jejaring baru yang tak pernah dimiliki sebelumnya. Jejaring ini, boleh jadi tak hanya berpengaruh pada perolehan suara PKB secara umum, tetapi juga posisi Cak Imin di internal PKB secara khusus. Cak Imin menjadi sosok yang amat berpengaruh di PKB melalui relasi yang ia bangun dengan NU dan juga pengusaha.

Kemampuannya mengamankan dukungan NU dan pengusaha membuat Muhaimin tak terbendung sebagai Ketum PKB Click To Tweet

Hal ini boleh jadi sejalan dengan pandangan William Cross dan Andre Blais dalam Who selects the party leader? yang mengatakan bahwa elite partai umumnya berusaha untuk mengumpulkan kekuatan sebanyak-banyaknya untuk mereka. Hal ini dapat membuat ia bisa menekan gerakan yang memberikan anggota lebih banyak pengaruh.

Minimnya pengaruh dari anggota-anggota partai politik ini membuat elite dan pimpinan partai dapat lebih mudah melenggang menuju pucuk kepemimpinan partai. Hal inilah yang boleh jadi membuat Cak Imin dapat menjadi Ketua Umum PKB melalui aklamasi di 2014 lalu, dan kemungkinan besar di Agustus mendatang.

Memang, di atas kertas, segala kemungkinan masih mungkin terjadi di Agustus nanti. Meski demikian, dengan pengaruh yang kian meningkat, tampaknya tak mudah menemukan sosok yang bisa mencegah Cak Imin terpilih secara aklamasi. Jika sudah begini, mungkinkah ia jadi Ketua Umum PKB terkuat yang pernah ada? (H33)

 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...