HomeNalar PolitikAsian Games 2018: Untung atau Buntung?

Asian Games 2018: Untung atau Buntung?

Asian Games 2018 tinggal menghitung waktu. Akankah ajang ini memberi manfaat bagi Indonesia atau malah merugikan?


PinterPolitik.com

[dropcap]G[/dropcap]emerlap Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang tinggal hitungan bulan. Penyelenggaraan ajang multi-olahraga terbesar di Asia tersebut sudah semakin dekat. Beberapa waktu lalu acara countdown atau hitung mundur Asian Games 2018 telah dihelat sebagai langkah awal menyambut gelaran tersebut.

Jakarta dan Palembang terus bersolek untuk menyambut kedatangan atlet-atlet top se-Asia. Berbagai venue terus dikebut pembangunannya. Infrastruktur penunjang seperti jalan dan transportasi juga disiapkan untuk mendukung suksesnya ajang ini.

Perhelatan akbar olahraga seperti Asian Games memang kerap diburu berbagai negara termasuk Indonesia. Memang, ada beragam keuntungan yang menyebabkan negara-negara dunia berebut acara olahraga besar seperti Olimpiade, Piala Dunia, atau Asian Games.

Meski memberikan manfaat bagi negara atau kota penyelenggaranya, acara olahraga akbat tersebut juga mendatangkan sejumlah kerugian. Alih-alih memberikan untung, kota atau negara penyelenggara justru dirundung persoalan pasca perhelatan olahraga tersebut. Tidak jarang, acara olahraga ini menjadi salah satu penyebab krisis yang terjadi di suatu negara.

Jika memang tidak pasti memberikan keuntungan, mengapa Indonesia mengambil kesempatan jadi tuan rumah ajang olahraga seperti Asian Games 2018? Terlebih kini Indonesia tengah dihadapkan persoalan utang yang angkanya terus bertambah. Akankah Indonesia meraup untung dari gelaran ini? Ataukah justru Indonesia menyusul negara-negara yang menghadapi krisis pasca ajang olahraga seperti ini?

Mewujudkan Asian Games Kedua di Indonesia

Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah Asian Games 2018 setelah tuan rumah sebelumnya Vietnam mengundurkan diri karena mengalami kesulitan keuangan. Jakarta dipilih menjadi kota penyelenggara utama karena dianggap punya infrastruktur mapan. Palembang kemudian ditunjuk untuk mendukung ibukota sebagai tuan rumah.

Asian Games 2018: Untung atau Buntung?

Sedianya, pesta olahraga se-Asia ini dihelat pada tahun 2019. Akan tetapi, di tahun tersebut Indonesia akan menghadapi gelaran akbar di tingkat nasional yaitu Pemilu 2019. Komite Olimpiade Asia akhirnya menyetujui agar Asian Games di Indonesia dihelat setahun lebih awal yaitu pada tahun 2018.

Untuk mewujudkan ajang olahraga ini Indonesia diperkirakan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Wapres Jusuf Kalla selaku Ketua Panitia menyebut anggaran untuk gelaran ini bisa menembus Rp 30 triliun. Total anggaran ini meliputi perbaikan infrastruktur lama, pembangunan infrastruktur baru, dan pembangunan infrastruktur jangka panjang.

Anggaran tersebut sejauh ini sebagian besar masih bersumber dari kocek negara. Meski begitu, dana sponsor diperkirakan akan mengalir seiring dengan waktu.

Meski berpengalaman menggelar acara olahraga, Jakarta dan Palembang tetap harus bersolek. Sejumlah infrastruktur disiapkan untuk menunjang kesuksesan gelaran ini. Jakarta misalnya memoles ulang Gelora Bung Karno (GBK) untuk gelaran ini serta membangun Wisma Atlet di Kemayoran sebagai lokasi tempat tinggal atlet.

Asian Games dan Prestise

Menghelat pagelaran akbar olahraga memang menjadi prestise bagi negara penyelenggaranya. Sisi glamor ini yang kerap diincar negara-negara di dunia saat mengajukan penawaran untuk menjadi tuan rumah ajang olahraga besar.

Baca juga :  Tiongkok Kolonisasi Bulan, Indonesia Hancur? 

Bagi banyak negara -terutama negara-negara berkembang-, meningkatkan pamor melalui acara olahraga dianggap memiliki dampak jangka panjang. Negara-negara tersebut percaya bahwa gelaran akbar yang demikian dapat meyakinkan investor di seluruh dunia bahwa  ada peluang investasi besar di sana.

Kedatangan atlet-atlet populer dunia ke ajang olahraga juga dapat menarik perhatian media internasional. Selain itu, hal ini juga bisa meningkatkan pemasukan dari sektor pariwisata karena faktor ketenaran atlet-atlet tersebut dan dampak kunjungan wisatawan manca negara. Ini tampak misalnya pada Piala Dunia Brazil 2014 yang diperkirakan berhasil menarik 1,3 juta wisatawan. Hal ini juga terlihat pada Olimpiade Los Angeles 1984 dan Olimpiade Barcelona 1992.

Ajang olahraga besar seperti Asian Games juga menjadi pendorong bagi perbaikan infrastruktur. Seperti diketahui, untuk menyukseskan Asian Games 2018, Indonesia tengah mendorong pembangunan seperti LRT  dan beragam proyek jalan lainnya di Palembang.

Secara ekonomi, belanja modal pada saat penyelenggaraan acara juga dapat memberikan keuntungan bagi negara penyelenggara. Indonesia bisa berkaca dari kesuksesan Thailand pada Asian Games 1998 di Bangkok atau Korea Selatan (Korsel) pada Asian Games 2002 di Busan.

Pada Asian Games 1998, Thailand menggelontorkan dana Rp 6,7 triliun untuk belanja modal. Setelah acara selesai, Thailand mendapat surplus Rp 300 miliar. Angka ini hanya mencakup dari sisi penyelenggaraan dan belum meliputi pariwisata dan infrastruktur.

Lain lagi negeri Ginseng Korsel mengeluarkan belanja modal sebesar Rp 34,65 triliun pada Asian Games  2002. Mereka mendapatkan untung sebesar Rp 670 miliar. Lagi-lagi angka tersebut murni dari penyelenggaraan acara saja.

Ajang Olahraga Berujung Bencana

Meski dapat memberikan untung, menghelat acara besar olahraga juga  bisa memberi petaka bagi negara penyelenggaranya. Indonesia perlu mewaspadai krisis yang dihadapi berbagai negara yang dilanda krisis pasca perhelatan akbar  olahraga.

Pesta olahraga akbar seperti Asian Games kerapkali hanya mengejar prestise belaka demi pernyataan bahwa negara tersebut kuat dan kaya. Ajang olahraga tersebut kemudian hanya menjadi ‘pamer’ politik belaka di mata dunia.

Salah satu negara yang mengalami katastrofi pasca menghelat acara olahraga besar adalah Yunani. Negeri asal dewa-dewi tersebut disebutkan menuju jurang kebangkrutan setelah menyelenggarakan Olimpiade Athena 2004. Utang negeri mitologi ini sudah cukup besar sebelum olimpiade dan semakin membengkak setelah olimpiade.

Negeri mitologi ini sebenarnya tengah membatasi defisit anggarannya agar dapat tergabung dengan zona mata uang Euro. Angka defisit telah menurun hingga 3,1 persen dari PDB pada tahun 1999 dari 9 persen di tahun 1994. Tetapi, perhelatan olimpiade menyebabkan defisit ini kembali membengkak.

Baca juga :  Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Yunani disebut mengalami defisit hingga 7,5 dari PDB pada tahun 2004 salah satunya karena olimpiade. Pesta olahraga tersebut diperkirakan menghabiskan dana 9 miliar Euro. Untuk negara seperti Yunani, angka tersebut sudah sebesar 5 persen dari total PDB. Hal ini kemudian menjadi salah satu pemicu bagi krisis ekonomi dan utang Yunani pada tahun 2007.

Krisis juga tidak hanya dialami Yunani setelah olimpiade 2004. Brasil juga dilanda krisis pasca menghelat Piala Dunia 2014 dan Olimpiade Rio 2016. Di tengah kesulitan ekonomi yang dialami masyarakatnya, Brasil justru memaksakan diri menggelar dua acara olahraga besar tersebut.

Sejak awal 2014, masyarakat Brasil memang telah menggelar protes terhadap penyelenggaraan Piala Dunia. Mereka menganggap pemerintah terlalu banyak mengeluarkan uang untuk pembangunan stadion. Diperkirakan ajang ini memakan biaya hingga lebih dari 46 miliar dolar. Masyarakat mengganggap dana sebanyak itu sebaiknya digunakan untuk masyarakat bukan stadion.

Jelang pelaksanaan Olimpiade Rio 2016, masyarakat Brasil juga tengah mengalami resesi yang cukup pelik. Kondisi politik juga tengah tidak menentu. Di saat itu, Brazil justru menghabiskan dana lebih dari 25 miliar dolar AS untuk Olimpiade. Hal ini membuat masyarakat marah dan turun ke jalan.

Krisis bagi Brasil tidak hanya berlaku pada sisi keuangan. Banyak masyarakat yang disebut harus kehilangan rumah. Kerusuhan juga terjadi di mana-mana. Beragam masalah ini menimbulkan krisis kepercayaan pada pemimpin mereka Dilma Rousseff. Selain kasus korupsi, pengeluaran berlebihan saat Piala Dunia dan jelang Olimpiade ini disinyalir membuat kepercayaan padanya begitu rendah. Hal ini membuat ia harus mengalami pemakzulan pada tahun 2016.

Lalu akankah Indonesia mengalami takdir serupa Yunani atau Brasil? Di atas kertas Indonesia cenderung memiliki pondasi ekonomi yang lebih aman ketimbang Yunani. Rasio utang terhadap PDB masih jauh lebih aman ketimbang yang dialami Yunani di tahun 2004.

Indonesia juga tidak mengalami krisis kepercayaan kepada pemerintah seperti Brasil. Hingga saat ini masih belum nampak protes yang ditujukan untuk Asian Games 2018. Hal ini berarti Indonesia cukup mendapat restu dari masyarakat untuk menggelar pesta olahraga Asia itu.

Meski begitu, Indonesia harus memastikan berbagai belanja modal yang dilakukan selama Asian Games 2018 dapat memberikan untung jangka panjang. Jangan sampai beragam infrastruktur yang dibangun terbengkalai sehingga keuntungan hanya berlangsung jangka pendek dan tidak mampu menutup utang.

Sangat penting untuk melihat ajang olahraga ini sebagai proyek jangka panjang. Asian Games idealnya dirancang untuk tidak memberi untung di tahun 2018 saja. Jika hanya diproyeksikan pada tahun itu saja bisa saja malah buntung yang diraih Indonesia. (Berbagai sumber/H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...