HomeHeadlinePrabowo, “Senjata” Luhut Bendung Megawati?

Prabowo, “Senjata” Luhut Bendung Megawati?

Telah banyak disebutkan bahwa Prabowo Subianto akan diduetkan dengan Puan Maharani di Pilpres 2024. Namun, mungkinkah Prabowo justru adalah “senjata” Luhut Binsar Pandjaitan untuk membendung Megawati Soekarnoputri di Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut bertanya kepada sejumlah menteri, yaitu Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto terkait keinginan mereka maju di Pilpres 2024. 

Disebutkan, keempatnya menjawab akan maju, tetapi pemilihan diksi Prabowo begitu menarik.“Seizin Jokowi,” jawab sang Ketua Umum Partai Gerindra. 

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Jokowi Setengah Hati Restui Prabowo?, diksi menarik jawaban itu telah dibahas. Yang menarik adalah, ada kemungkinan Presiden Jokowi tidak secara penuh merestui Prabowo di Pilpres 2024.

Sedikit mengulang, simpulan itu ditarik dari pernyataan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani pada 10 Mei 2022 yang mengingatkan para menteri agar patuh, tegak lurus, dan disiplin dalam menjalankan agenda-agenda presiden.

Menariknya, yang merespons pernyataan itu adalah Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. “Selama ini kalau Menteri Pertahanan, Pak Prabowo sebagai pembantu presiden fokus membantu kerja-kerja dari presiden dan tidak pernah melakukan kampanye,” ungkap Dasco pada 11 Mei 2022 lalu.

Selain itu, gestur-gestur terbaru juga menunjukkan kedekatan Presiden Jokowi justru mengarah pada Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo. Situasinya semakin menarik setelah Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani diketahui tidak menghadiri pernikahan adik Presiden Jokowi, Idayati, dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.

Nah, sekarang pertanyaannya, dengan dicoretnya nama Presiden Jokowi, siapa kira-kira yang menjadi kunci restu Prabowo maju di Pilpres 2024?

kenapa mega puan tidak hadir ed.

Prabowo Sang Prajurit

Sebelum menjawabnya, terlebih dahulu akan diperdalam mengapa Prabowo menggunakan diksi “seizin Jokowi” ketika ditanya oleh RI-1. Untuk kepentingan ini, kita bisa menarik tolakan dari buku filsuf Marshall McLuhan yang berjudul Understanding Media: The Extensions of Man.

Dalam buku itu, ada satu frasa yang begitu populer dan banyak dikutip: “The medium is the message“, medium penyampai pesan adalah pesan yang sesungguhnya. Dalam perkembangannya, frasa ini dikembangkan untuk memahami bahwa pesan tidak bisa dilepaskan dari konteks, khususnya siapa yang menyampaikan, kepada siapa, dan dalam kondisi apa. 

Selaku sosok yang besar di lingkungan militer, cara berpikir seorang prajurit tentu perlu digunakan untuk memahami pemilihan diksi Prabowo.

Salah satu ilmuwan politik paling berpengaruh saat ini, Francis Fukuyama, dalam bukunya State-Building: Governance and World Order in the 21st Century, memberikan apresiasi terhadap rantai komando di militer karena memegang derajat kontrol terpusat yang besar atas berbagai keputusan pada tingkat strategis dan operasional.

Dalam penerapannya, seorang prajurit menjadi begitu memahami pentingnya rantai komando dan kepatuhan kepada atasan. 

Baca juga :  Puan Maharani 'Reborn'?

Nah, dengan status Prabowo sebagai bawahan Presiden Jokowi saat ini, tentu sang jenderal bintang tiga akan memberikan jawaban penghormatan kepada RI-1 selaku atasannya. Besar kemungkinan itu yang membuatnya menggunakan diksi “seizin Jokowi”.

Prabowo Pilihan Luhut?

Setelah membahas konteks penggunaan diksi Prabowo, sekarang kita akan merangkai variabel-variabel untuk menentukan siapa yang mungkin menjadi kunci majunya Prabowo di Pilpres 2024. Untuk kepentingan ini, kita perlu menggunakan metode investigasi detektif fiktif Sherlock Holmes yang disebutkan dalam novel A Study in Scarlet, yakni menggunakan metode bernalar dari belakang ke depan. 

Memberi sedikit konteks, dalam literasi filsafat, khususnya epistemologi, cara bernalar Sherlock Holmes telah digunakan sebagai contoh bagaimana membangun argumentasi yang dalam dan tajam.

Metode bernalar dari belakang ke depan memusatkan perhatian pada motif alias kenapa suatu fenomena terjadi. Dengan demikian, untuk mengetahui siapa sosok yang menaruh restu atau dukungan politiknya kepada Prabowo, maka motif sosok tersebut haruslah begitu kuat, dan Prabowo adalah kandidat yang paling mungkin ia rangkul.

infografis pemagang restu jokowi betulkah

Memetakan berbagai sosok berpengaruh yang mungkin, satu nama yang paling tinggi kemungkinannya adalah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Ada dua alasan kunci atas simpulan ini. Pertama, Luhut perlu mengamankan posisinya di pemerintahan – tepatnya di kekuasaan – selepas Presiden Jokowi tidak lagi menjabat.

Jika tidak melakukan itu Luhut berpotensi akan terkena serangan-serangan politik, misalnya dari PDIP. Seperti yang diketahui, akhir-akhir ini hubungan Luhut dengan PDIP semakin memanas. Titik didih tertingginya kemarin adalah soal penundaan Pemilu 2024. 

Politisi senior PDIP Masinton Pasaribu bahkan memberikan kritik-kritik terbuka, hingga meminta Luhut didepak dari kursi kabinet. Mengacu pada premis filsuf Niccolò Machiavelli dalam buku Il Principe, penguasa baru mestilah akan mendepak orang-orang penguasa lama. Artinya, besar kemungkinan Luhut akan didepak hingga dijatuhkan, jika PDIP tetap berkuasa di 2024 dan Luhut tidak lagi dekat dengan presiden terpilih.

Kedua, untuk menghindari kemungkinan terburuk itu, maka Luhut perlu mendukung calon presiden yang akan mengamankan posisinya di pemerintahan. Jika memetakan kandidat-kandidat yang berpotensi maju di Pilpres 2024, sosok itu adalah Prabowo Subianto.

Terkait nama Prabowo, simpulan ini bertolak dari hubungan dekat keduanya sejak masih aktif di militer. Dalam bukunya Kepemimpinan Militer Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, sang Ketua Umum Partai Gerindra menceritakan kedekatan ini. Ketika Luhut menjadi Kepala Seksi 2 Operasi, Prabowo adalah wakilnya. 

Keduanya juga dikirim sekolah ke berbagai tempat, seperti Special Forces Amerika Serikat (AS), United Kingdom Special Forces, Groupe d’Intervention de la Gendarmerie Nationale (GIGN) Prancis, Satuan Antiteror Marinir Belanda, dan Grenzschutzgruppe 9 (GSG-9) Jerman. 

Luhut dan Prabowo juga diperintahkan LB Moerdani membentuk pasukan antiteror yang kemudian diberi nama Detasemen 81.

Baca juga :  Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Dalam artikel Kumparan yang berjudul Luhut dan Prabowo, Kisah Keakraban Abang-Adik, disebutkan bahwa pada Pilpres 2014 Prabowo meminta Luhut untuk mendukungnya, tetapi ditolak. 

“Bang, kalau dukung saya, nanti mau jadi menteri apa, saya kasih deh,” minta Prabowo. 

“Ah, enggak Wo. Saya mau dukung Jokowi saja,” jawab Luhut.

Singkatnya, meminjam pernyataan Staf Khusus Menko Kemaritiman Atmadji Sumarkidjo pada 25 April 2019, “Banyak yang tidak tahu bahwa hubungan pribadi antara Pak Luhut dengan Pak Prabowo itu sudah terjalin entah berapa puluh tahun.” 

hasto ibu mega tersenyum saja

Luhut vs Megawati?

Setelah mengkonstruksi motif Luhut, mengikuti metode Sherlock Holmes, sekarang kita dapat membuat hipotesis bahwa pada Pilpres 2024 kemungkinan akan menjadi pertarungan antara Luhut vs Megawati.

Kita tentu mengetahui, PDIP adalah satu-satunya partai yang mampu mengusung paslon tanpa perlu berkoalisi. Seperti yang disebutkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Megawati hanya tersenyum melihat isu capres dan koalisi akhir-akhir ini. 

Mengutip Jeffrey Winters dalam tulisannya Oligarchy Dominates Indonesia’s Elections, partai politik di Indonesia tidak bersifat bottom-up, melainkan mengandalkan kepemimpinan elite di pusatnya. Terkhusus PDIP, dominasi Megawati sebagai pemegang keputusan benar-benar tidak tergeserkan.

Sebagai pemegang tiket emas, Megawati hanya perlu menunggu di akhir waktu, yakni Agustus-September 2023 untuk melihat siapa sosok yang paling potensial diusung partai banteng. Suka atau tidak, PDIP yang akan menjadi magnet atau diperebutkan, bukan sebaliknya.

Nah, jika pernyataan pakar Hukum Tata Negara Refly Harun benar bahwa Luhut “takut” dengan Megawati, maka dapat kembali ditegaskan bahwa Luhut perlu mengamankan tempatnya setelah Presiden Jokowi tidak lagi menjabat untuk menghindari kemungkinan terburuk.

Demi kepentingan itu, posisi Prabowo sangat penting. Jika Luhut mendukung Prabowo dan menang, bukan tidak mungkin rayuan Prabowo pada Pilpres 2014 akan terwujud nantinya. Luhut akan kembali menjadi menteri yang memegang posisi penting.

Jika Luhut benar-benar mendukung Prabowo di Pilpres 2024, dapat dikatakan political capital (modal politik) Prabowo sangat besar saat ini. Dua yang utama adalah dukungan kapital dan dukungan dunia internasional. Relasi Luhut yang luas selama menjadi pengusaha tentu tidak perlu diragukan. Kemudian, seperti yang dilihat saat ini, Luhut dapat menjadi jembatan Prabowo untuk meningkatkan dukungan internasional kepadanya.

Well, sebagai penutup, jika hipotesis Luhut mendukung Prabowo di Pilpres 2024 benar adanya, maka motif terbesar untuk itu adalah menghindari kemungkinan terburuk jika PDIP berkuasa lagi dan Luhut terdepak dari kekuasaan. 

Namun, tentu perlu untuk digarisbawahi, tulisan ini hanyalah interpretasi semata. Seperti dalam premis sosiolog Erving Goffman, sebagai rakyat biasa kita hanya bisa melihat panggung depan politik. Panggung belakang adalah sesuatu yang disembunyikan dan dijaga tetap misterius. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...