HomeHeadlineThe Tale of Two Sons

The Tale of Two Sons

Dengarkan Artikel Ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik. Sama-sama mempunyai dua anak laki-laki, baik Jokowi maupun SBY berhasil membuktikan bahwa dalam politik, peran keluarga menjadi hal yang sangat penting untuk menopang kesuksesan dan pencapaian posisi.


PinterPolitik.com

Menyebut Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai sosok-sosok orang tua yang sukses bukanlah predikat asal predikat. Jokowi sukses mengkader putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang telah terpilih sebagai wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Sementara SBY, sukses mengkader Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dan juga Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). AHY juga diprediksi akan menjadi salah satu menteri lagi di kabinet baru yang akan dipimpin Prabowo Subianto di pemerintahan mendatang.

Selain Gibran dan AHY, Jokowi dan SBY juga cukup sukses dengan putra mereka yang lain. Di kubu Jokowi ada Kaesang Pangarep yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Posisi ini menarik karena Kaesang belum lama memutuskan terjun ke politik, meski ia tak mampu membawa PSI lolos ke parlemen pusat di Pemilu 2024.

Sedangkan di kubu SBY, ada Ibas Yudhoyono yang sukses menjadi salah satu caleg Partai Demokrat dengan raihan suara tertinggi di tingkat nasional. Suaranya 300-an ribu lebih, dan ia selalu lolos ke parlemen sejak Pemilu 2009 lalu.

Meski ada kritik di sana-sini soal privilege dari anak-anak para presiden ini, harus diakui pula bahwa peran orang tua mereka dalam pendidikan politik tak bisa dianggap remeh. Pertanyaannya adalah seperti apa efeknya dan akankah posisi politik mereka tetap terjamin dalam jangka panjang katakanlah jika ayah-ayah mereka tak lagi ada di sekitaran panggung politik nasional?

Dari Ayah ke Anak

Kesuksesan karier anak dalam politik sebagai akibat pengaruh orang tua – dalam hal ini Jokowi dan SBY – dapat dijelaskan melalui beberapa faktor dan teori yang relevan. Hal yang paling utama adalah soal pengaruh lingkungan keluarga itu sendiri. Orang tua, terutama orang tua yang memiliki posisi penting dalam politik seperti Presiden, cenderung memberikan lingkungan yang mendukung untuk perkembangan dan minat anak-anak mereka terhadap politik.

Baca juga :  Evolusi Komunikasi Politik Negara +62 Edisi 2024

Dalam lingkungan ini, anak-anak dapat terpapar secara langsung pada dinamika politik, mempelajari keterampilan yang diperlukan, dan mengembangkan minat yang mendalam dalam politik.

Kemudian, putra-putra SBY dan Jokowi mungkin telah mendapatkan pendidikan politik yang tidak hanya formal melalui pendidikan mereka di sekolah, tetapi juga melalui diskusi dan pembelajaran informal di rumah atau dari hasil pengamatan mereka terhadap aktivitas orang tua mereka. Pendidikan politik ini dapat membentuk pemahaman mereka tentang sistem politik, proses pengambilan keputusan, dan strategi politik yang efektif.

Orang tua yang sukses dalam politik seperti Presiden SBY dan Jokowi, secara tak langsung juga memberikan model peran yang kuat bagi anak-anak mereka. Melalui contoh kehidupan dan karya politik orang tua, putra-putra mereka belajar nilai-nilai, keterampilan, dan sikap yang penting untuk berhasil dalam politik.

Selain itu, sebagai anak dari tokoh politik terkenal, putra-putra mereka memiliki akses ke jaringan politik yang luas. Hubungan ini dapat memberikan mereka peluang untuk membangun koneksi, mendapatkan dukungan politik, dan memperluas pengaruh mereka di dunia politik.

Ada juga teori yang menyatakan bahwa kesuksesan putra-putra tersebut dalam politik dapat dijelaskan oleh fenomena ressentiment dan populisme, di mana masyarakat cenderung memilih figur-figur yang memiliki koneksi dengan tokoh-tokoh politik terkenal sebagai bentuk dukungan terhadap status quo atau keinginan akan perubahan yang diwakili oleh orang tua mereka.

Para pendukung AHY, Gibran, Kaesang dan Ibas misalnya, sangat mungkin berasal dari golongan orang-orang yang mendukung pembangunan dan program-program keluarga mereka. Karena kesukaan terhadap jalan politik para orang tua itulah, maka mereka kemudian menjatuhkan pilihan dukungan pada anak-anaknya.

Kemudian, terlepas dari pengaruh orang tua, kesuksesan putra-putra tersebut dalam politik juga mungkin didorong oleh kualitas dan kemampuan pribadi mereka. Meskipun memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh politik terkenal memberikan keuntungan awal, mereka harus tetap membuktikan diri mereka sendiri dan menarik pemilih dengan visi, kebijaksanaan, dan kinerja mereka sendiri.

Baca juga :  Iran vs Israel, PD III Sudah Dimulai?

Elite Reproduction

Fenomena Gibran dan AHY bisa dianalisis dalam kerangka pemikiran teori politik yang disebut sebagai elite reproduction atau reproduksi elite.

Teori ini menyatakan bahwa elite politik memiliki kecenderungan untuk memperpetuasi kekuasaan dan status sosial mereka dengan mentransmisikan posisi dan kekuasaan mereka kepada keturunan mereka. Dalam konteks ini, kesuksesan karier politik seseorang seringkali dapat dipengaruhi secara signifikan oleh latar belakang politik dan sosial dari orang tua mereka.

Ada beberapa konsep kunci dalam teori elite reproduction yang dapat menjelaskan fenomena ini. Yang pertama adalah soal warisan politik. Warisan politik ini mencakup nama keluarga yang dikenal dalam dunia politik, jaringan politik yang luas, dan akses ke sumber daya politik yang berharga. Ini akan menentukan kiprah dan karier anak sebagai akibat pencapaian-pencapaian orang tua mereka.

Kemudian, ada persoalan modal sosial. Orang tua yang sukses dalam politik cenderung memiliki modal sosial yang kuat, termasuk hubungan yang luas di dunia politik, akses ke informasi dan kesempatan politik, serta dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan. Anak-anak mereka dapat memanfaatkan modal sosial ini untuk memperkuat karier politik mereka sendiri.

Dan faktor terakhir adalah soal pendidikan politik. Orang tua yang aktif dalam politik sering kali memberikan pendidikan politik kepada anak-anak mereka sejak dini. Mereka terlibat dalam diskusi politik, memperkenalkan konsep-konsep politik, dan membimbing anak-anak mereka untuk memahami dinamika politik. Pendidikan politik ini dapat memberikan anak-anak mereka keunggulan dalam memahami dan berpartisipasi dalam dunia politik.

Secara keseluruhan, kacamata teori elite reproduction ini bisa dipakai untuk menjelaskan fenomena kesuksesan Jokowi dan SBY meregenerasi karier politik mereka ke anak-anak mereka. Persoalannya tinggal seberapa jauh anak-anak mereka bisa melangkah dan memaksimalkan semua kesempatan dan kemampuan yang ada.

Bagaimanapun juga, baik Jokowi maupun SBY telah membuktikan diri menjadi presiden-presiden yang berpengaruh dan disukai oleh masyarakat. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.