HomeHeadlineKenapa Jokowi Pilih Dudung Gantikan Budi Gunawan?

Kenapa Jokowi Pilih Dudung Gantikan Budi Gunawan?

Jenderal Dudung Abdurachman santer diisukan akan menggantikan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN. Jika isu itu benar, kenapa Presiden Jokowi memilih Dudung?


PinterPolitik.com

Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto mengingatkan kita pada tulisan Kishore Mahbubani yang berjudul The Genius of Jokowi pada tahun 2021. Mahbubani memuji tiga kemampuan memimpin Jokowi yang membuatnya menyebut mantan Wali Kota Solo itu sebagai seorang jenius – mungkin tepatnya politisi jenius.

Tiga kemampuan itu adalah resolusi konflik, politik perimbangan, konsolidasi kekuasaan. Ketiga kemampuan memimpin itu dengan jelas terlihat di kasus Gibran. Pada awalnya banyak pihak ragu atas terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo. Tentu saja itu soal syarat usia capres-cawapres minimal 40 tahun.

Namun, sebagaimana terlihat, berbagai manuver politik terlihat satu demi satu. Prabowo yang awalnya merupakan rival Jokowi sekarang adalah kawan yang begitu dekat. Berbagai simpul kekuatan sedang dihimpun untuk memperkuat Koalisi Indonesia Maju (KIM). Tentu saja, semua usaha itu untuk memastikan kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

Dari sekian banyak strategi yang terlihat, yang paling menarik perhatian saat ini adalah isu pergantian Budi Gunawan (BG) dari posisinya sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). 

Yang lebih menarik lagi, sosok yang disebut akan menggantikan BG adalah mantan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Pertanyaannya, kenapa Dudung yang dipilih Presiden Jokowi?

Badan Intelijen adalah Kekuatan

Sebelum membahas kenapa Dudung yang dipilih, perlu kiranya dibahas terlebih dahulu, kenapa pergantian posisi Kepala BIN begitu penting. Alasan utamanya adalah peran BIN yang signifikan apabila digunakan untuk kepentingan pemilu. 

Dalam berbagai studi yang membahas mengenai intelijen, misalnya jurnal-jurnal yang dikeluarkan oleh International Journal of Intelligence and Counterintelligence, setidaknya ada lima penggunaan badan intelijen yang dikhawatirkan demi kepentingan pemilu.

Baca juga :  The Presidents’s Sons: Didit vs Gibran

Pertama, pengawasan pemilu. Badan intelijen dapat digunakan untuk mengawasi lawan politik, kandidat, dan pemilih. Ini dapat mencakup pemantauan komunikasi, melacak pergerakan, dan mengumpulkan informasi untuk mendapatkan keuntungan dalam pemilu.

Kedua, kampanye disinformasi. Beberapa badan intelijen negara telah dituduh menyebarkan disinformasi atau propaganda untuk mempengaruhi opini publik untuk mendukung kandidat atau partai tertentu. Ini dapat mencakup penyebaran informasi palsu tentang lawan atau menabur kebingungan di antara para pemilih.

Ketiga, intimidasi. Badan intelijen dapat digunakan untuk mengintimidasi atau menyerang lawan dan kritikus politik. Ini dapat menciptakan iklim ketakutan dan melemahkan oposisi.

Keempat, campur tangan langsung. Dalam kasus yang lebih ekstrem, badan intelijen negara dapat ikut campur langsung dalam proses pemilu. Campur tangan ini dapat berupa manipulasi pendaftaran pemilih, merusak kotak suara, atau bahkan mendalangi kudeta untuk mengubah pemerintahan.

Badan intelijen negara dari Amerika Serikat (AS), Central Intelligence Agency (CIA), kerap dituduh melakukan campur tangan langsung. Ketika masa Perang Dingin, misalnya, CIA diduga kuat menghalangi terpilihnya pemimpin berideologi kiri. Ekstremnya, CIA juga disebut merancang kudeta untuk pemimpin-pemimpin kiri dan dekat dengan Uni Soviet. 

Kelima, memberikan dukungan langsung. Badan intelijen dapat memberikan dukungan, baik secara terselubung maupun terang-terangan, kepada kandidat atau partai yang selaras dengan kepentingan pihak yang sedang berkuasa. Dukungan ini dapat berupa bantuan keuangan, akses ke sumber daya, atau liputan media yang menguntungkan.

Kenapa Dudung?

Besarnya potensi badan intelijen juga pernah ditunjukkan secara terbuka oleh Presiden Jokowi. RI-1 mengaku mendapatkan informasi intelijen lengkap, yang mana itu membuatnya mengetahui manuver dan arah gerak semua partai politik. Pernyataan itu diungkapkan dalam pidatonya di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, pada Sabtu (16/9/2023). 

Baca juga :  Hasto dan Politik Uang UU MD3

Dengan peran sebesar itu, sangat wajar apabila Presiden Jokowi ingin mengganti Budi Gunawan. Apalagi, BG sudah lama dipersepsikan memiliki hubungan dekat dengan PDIP, khususnya Megawati.

Seperti yang disebutkan Niccolo Machiavelli dalam bukunya Il Principe, untuk meminimalisir pembangkangan, seorang penguasa mestilah memilih orang-orang kepercayaannya di pos-pos strategis.

Nah, sekarang pertanyaannya, kenapa Dudung yang dirumorkan menggantikan Budi Gunawan?

Pertanyaan itu menjadi krusial karena Dudung diketahui tidak memiliki rekam jejak yang tebal di unit intelijen. Jika nama yang beredar adalah AM Hendropriyono atau Agum Gumelar, tentu kita merasa wajar. Kedua nama itu tidak diragukan lagi kemampuannya di bidang intelijen.

Atas keganjilan yang ada, yang tersisa mungkin adalah faktor kepercayaan. Seperti yang disebutkan Machiavelli, Presiden Jokowi mungkin sudah begitu percaya pada Jenderal Dudung.

Jika boleh menebak, salah satu momen yang membuat kepercayaan itu kuat mungkin adalah rekam jejak Dudung yang pernah berseteru dengan politisi senior PDIP Effendi Simbolon.

Mungkin ada persepsi bahwa Dudung berani berseteru dengan PDIP. Jika itu benar, maka ini adalah pepatah lama, “musuh dari musuhku adalah temanku”.  

Menariknya, ketika Dudung ditanya soal isu ini, sang jenderal menjawab, “Saya tegak lurus pada Presiden”. Jawaban itu dikemukakan ketika ditemui di kompleks Istana Negara pada Rabu (25/10/2023).

Well, sekarang kita lihat saja bagaimana kelanjutan isu ini. Yang pasti, dengan besarnya posisi Kepala BIN, pergantian Budi Gunawan mungkin tinggal menunggu waktu. Kita lihat saja. (R53).

spot_imgspot_img

#Trending Article

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...