HomeNalar PolitikGestur Rahasia Prabowo ke PM Palestina?

Gestur Rahasia Prabowo ke PM Palestina?

Menjamu Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Ibrahim Shtayyeh, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memberikan gestur khusus. Itu tampaknya memiliki makna tertentu yang berkorelasi dengan peluang dibukanya hubungan diplomatik resmi Indonesia dan Israel, bahkan hingga Pilpres 2024. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Pelukan hangat diberikan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto kepada Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Ibrahim Shtayyeh di sela-sela pertemuan keduanya di Kementerian Pertahanan, Jakarta pada hari Rabu, 26 Oktober pekan lalu.

Gestur itu tampak menjadi satu momen paling istimewa yang terdokumentasikan lensa kamera dalam agenda resmi membahas perkembangan situasi global dan komitmen Indonesia mendukung Palestina.

Prabowo juga menjabarkan beberapa bantuan yang diberikan Indonesia kepada Palestina. Bantuan kemanusiaan dari pemerintah serta masyarakat Indonesia berupa pembangunan rumah sakit, baik di Tepi Barat maupun Gaza, menjadi bentuk support negara +62.

Tak hanya itu, Menhan Prabowo juga menjamin disediakannya beasiswa bagi anak-anak Palestina di Universitas Pertahanan (Unhan) RI binaan kementeriannya untuk menimba ilmu kedokteran, farmasi, matematika, fisika, biologi, informatika, hingga teknik.

Ditawarkan pula beasiswa di tingkat pendidikan menengah atas berasrama (boarding school) serta sekolah-sekolah militer lainnya untuk anak-anak muda Palestina.

Beasiswa itu disebut mantan Danjen Kopassus itu sebagai bentuk konkret keberpihakan Indonesia kepada rakyat Palestina.

image 1

“Hati kami bersamamu, doa kami bersamamu. Kami berdoa untuk rakyat Palestina,” begitu untaian kata Prabowo menghiasi keintiman perjumpaan keduanya.

Sementara itu, PM Shtayyeh menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas sambutan dalam kunjungan kenegaraannya. Dia pun menguak pertemuan delegasi Palestina dari sektor swasta yang juga melaksanakan pertemuan dengan pihak Indonesia.

Menariknya, Prabowo merupakan satu-satunya menteri yang ditemui PM Shtayyeh dalam kunjungan kenegaraannya ke Indonesia setelah bertemu Presiden Joko Widodo pada Senin pekan yang sama.

Terlepas dari apakah PM Shtayyeh diundang atau memang sejak awal diagendakan bertemu Menhan Prabowo, timbul satu pertanyaan.

Mengapa Prabowo memberikan gestur kedekatan yang begitu istimewa kepada sang PM Palestina? Mungkinkah ada kaitannya dengan rencana Indonesia untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang santer terdengar di awal tahun ini?

Strategi Bangun Trust?

Setiap manuver diplomatik kemungkinan memang memiliki makna tersirat. Tidak hanya dalam konteks relasi baik antarnegara, tetapi juga probabilitas membangun pondasi arah politik luar negeri dua tiga langkah ke depan.

Itu juga yang kiranya dilakukan Menhan Prabowo di balik gestur istimewa yang diberikannya kepada PM Palestina.

Secara teoretis, apa yang dilakukan Prabowo tampaknya mengadopsi pendekatan psychosocial development yang dikemukakan oleh psikoalanis Jerman-Amerika Erik Homburger Erikson.

image 2

Dipengaruhi pemikiran neurologis sekaligus psikoanalis Austria Sigmund Freud, Erikson terkenal dengan teorinya, yakni Erikson’s Stages of Development.

Di tahapan pertama analisisnya, konstruksi kepercayaan menjadi ihwal esensial dalam pengembangan perspektif individu lain dalam sebuah interaksi yang begitu dinamis. Menanamkan pengalaman psikososial seperti afeksi, rasa aman, dan konsistensi respons baik penting untuk membangun kepercayaan (trust).

Baca juga :  Kenapa Xi Jinping Undang Prabowo?

Dengan lebih menekankan kepada support langsung pada pengembangan pendidikan pemuda (usia berkembang) Palestina, Menhan Prabowo agaknya ingin menanamkan kepercayaan itu pula.

Kata kunci “anak” maupun “pemuda” Palestina menjadi esensial, mengingat teori Erikson menekankan pada upaya menginfiltrasi trust kepada kelompok usia tersebut sehingga membentuk karakter dan perspektifnya terhadap aktor lain.

Dalam konteks ini, gestur Menhan Prabowo kiranya tidak datang dari ruang kosong. Jika ditelaah lebih dalam, bukan tidak mungkin ada esensi yang ingin dicapai oleh Prabowo di balik pemberian support itu.

Ya, ketika sampai di titik analisis ini, ruang interpretasi menjadi terbuka untuk menafsirkan maksud Menhan Prabowo.

Satu yang kiranya menarik adalah kemungkinan untuk membangun kepercayaan kepada pemerintah dan rakyat, serta secara khusus pemuda Palestina atas probabilitas-probabilitas kebijakan luar negeri Indonesia di kemudian hari yang terkait dengan relasi kedua negara.

Dalam beberapa waktu terakhir, “seteru” abadi Palestina, yaitu Israel gencar melakukan restorasi dan membangun kembali hubungan diplomatik dengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Tercatat ada Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, Maroko, Yordania, hingga Mesir yang telah berbaikan secara diplomatik dengan Israel.

Perspektif politik Palestina, baik pemerintah maupun rakyatnya, menjadi penting terhadap negara yang melakukan restorasi relasi dengan Israel. Itu dikarenakan, resistensi kecil agaknya dapat memengaruhi politik domestik negara-negara yang berbaikan dengan negeri Medinat Yisrael.

Dalam konteks Indonesia, simbiosis dengan Israel selama ini tercatat cukup jamak dalam beberapa bidang kerja sama. Pertahanan pun menjadi salah satu yang mungkin menjadi perhatian Prabowo mengingat Indonesia kerap membutuhkan elemen-elemen alutsista dari Israel.

Tak hanya itu, Israel merupakan sekutu dekat Amerika Serikat (AS) yang mana selama ini gencar mempromosikan pengembalian hubungan diplomatik negara Muslim dengan Israel.

Dengan restorasi hubungan dengan Israel, relasi negara manapun dengan negeri Paman Sam kerap disebut menjadi “lebih lancar”.

Kembali dalam konteks pertahanan Indonesia, Menhan Prabowo juga diketahui cukup gencar berupaya keras memodernisasi alutsista dengan produk asal AS. Maka dari itu, benang merah di antara upaya pendekatan baik untuk merengkuh kepercayaan Palestina, relasi dengan Israel plus AS kiranya mulai terlihat.

Dengan menanamkan kepercayaan berupa konsistensi support terhadap Palestina, Menhan Prabowo kiranya juga ingin pemerintah dan rakyat Palestina menerima pertimbangan komprehensif di kemudian hari dari pemerintah Indonesia saat peluang restorasi diplomatik Israel terwujud secara konkret.

Selain itu, terdapat satu kemungkinan menarik lain yang kiranya menjadi pertimbangan Prabowo di balik korelasi antara gestur spesial terhadap Palestina serta kemungkinan restorasi hubungan dengan Israel. Apakah itu?

image

Strategi Politik 2024?

Dalam dimensi politik, jika benar manuver Prabowo terhadap Palestina memiliki hubungan integral dengan probabilitas membuka hubungan diplomatik resmi dengan Israel, spekulasi mengenai kepentingan politik di 2024 kiranya juga memiliki relevansi.

Baca juga :  Evolusi Komunikasi Politik Negara +62 Edisi 2024

Pada awal tahun ini, media Jerusalem Post sempat membeberkan laporan yang menyebut bahwa Prabowo adalah sosok vital yang mendorong normalisasi hubungan Jakarta-Tel Aviv.

Serangkaian pertemuan, pernyataan, dan laporan dalam beberapa bulan terakhir di 2021 menunjukkan relasi Indonesia dan Israel kian berkembang ke arah yang positif.

Pada bulan November 2021, misalnya, Menhan Prabowo dikabarkan bertemu dengan Penasihat Keamanan Nasional Israel Eyal Hulata dalam acara konferensi internasional di Manama, Bahrain.

Panglima ke-22 Kostrad itu juga disebut-sebut melakukan pembicaraan dengan kuasa usaha Israel di Bahrain Itay Tagner dalam kesempatan yang sama.

Dalam laporan Jerusalem Post, Prabowo dikatakan mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada larangan baginya untuk berbicara dengan pejabat Israel ketika itu demi kepentingan nasional.

Di akhir laporan itu, upaya normalisasi disebut sekaligus untuk mencari dukungan AS jelang kontestasi elektoral 2024 saat dirinya akan kembali berkompetisi meraih RI-1.

Seperti banyak pemimpin negara mayoritas Muslim lain yang mengincar hubungan dengan Israel, Prabowo dikatakan memandang Tel Aviv sebagai “penghubung” dalam perjalanan menjalin hubungan yang lebih baik dengan AS.

Akan tetapi, juru bicara (Jubir) Menhan Prabowo, yakni Dahnil Anzar Simanjuntak telah membantah laporan tersebut.

Namun, jika dianalisis lebih dalam lagi, jika benar demikian manuver Prabowo, itu agaknya bukanlah sesuatu yang keliru. Terlebih jika berbicara kepentingan nasional yang esensial, di luar intensi yang bersifat politis.

Bantahan Dahnil memang dapat dimaklumi mengingat resistensi kelompok Islam konservatif di Indonesia terhadap Israel cukup tinggi selama ini. Ihwal yang terkadang memengaruhi sentimen politik miring terhadap aktor manapun yang mendukung relasi dengan Israel.

Padahal, langkah dan gestur Prabowo memiliki nilai yang lebih berharga sebagai modernisasi paradigma politik domestik dan luar negeri Indonesia. Sekali lagi, demi kepentingan nasional Indonesia plus upaya mencari jalan keluar bagi rakyat Palestina agar perseteruan dengan Israel tak terus berlanjut.

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahkan berupaya mempraktikkannya. Melalui Menteri Luar Negeri (Menlu) saat itu Alwi Shihab, Indonesia berupaya melobi kepentingan Palestina dengan membuka hubungan diplomatik dengan Israel meski harus kandas saat Gus Dur lengser.

Dalam publikasi berjudul In defense of Istibsyaroh, Niruban Balachandran menyebut Indonesia memang membutuhkan politik luar negeri yang jujur dan terbuka tentang peran dan efektivitas Indonesia dalam isu Israel-Palestina.

Oleh karena itu, manuver Menhan Prabowo dalam menanamkan trust terhadap Palestina yang kemungkinan demi meraih respons positif saat Indonesia membuka hubungan dengan Israel kiranya patut diapresiasi.

Namun demikian, penjabaran di atas tentu masih sebatas analisis semata. Yang jelas, restorasi hubungan diplomatik dengan negara manapun untuk mencapai kepentingan baik bersama kiranya memang patut dikedepankan Indonesia secara terbuka. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?