HomeNalar PolitikKenapa Xi Jinping Undang Prabowo?

Kenapa Xi Jinping Undang Prabowo?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping mengundang presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, untuk datang ke negaranya. Mengapa undangan ini sarat dengan makna dalam dunia diplomasi?


PinterPolitik.com

“全身上下总有中国货” – MaSiWei, “Made in China” (2017)

Siapa yang tidak senang bila menerima undangan dari seseorang yang penting? Hampir dipastikan undangan itu akan dipenuhi.

Undangan dari teman untuk berbuka puasa di rumahnya, misalnya, bisa menjadi salah satu jenis undangan yang tidak ingin dihindari. Dengan berbuka puasa di rumah teman, tentunya waktu yang dihabiskan bersama juga lebih banyak sehingga melahirkan hubungan pertemanan yang lebih dekat.

Namun, berbuka puasa atau menghabiskan waktu bersama belum tentu menjadi satu-satunya alasan. Kadang kala, urgensi untuk memenuhi undangan menjadi lebih tinggi apabila teman yang mengundang adalah teman yang populer.

Banyak film di Hollywod kerap menggambarkan situasi ini. Biasanya, dalam film-film bertemakan remaja dan anak sekolah, diundang ke sebuah pesta oleh seorang anak yang kaya dan populer adalah sebuah privilese yang diinginkan oleh banyak siswa-siswi lainnya.

Berbagai jenis alasan untuk memenuhi undangan teman seperti ini bukan tidak mungkin juga eksis dalam dunia politik, termasuk politik internasional. Pasalnya, presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, baru saja menerima undangan dari Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xi Jinping.

Bukan tidak mungkin, undangan Xi kepada Prabowo ini menjadi makna bahwa pemerintah Tiongkokj telah mengakui hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yakni di mana Prabowo berhasil menang dengan suara terbanyak atas Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Namun, undangan ini bisa dibilang unik. Bila dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin negara lainnya, Xi menjadi pemimpin negara pertama yang langsung mengundang Prabowo. Sementara, pemimpin-pemimpin negara lainnya hanya memberikan ucapan selamat kepada Prabowo melalui percakapan telepon atau surat resmi yang disampaikan melalui perwakilan diplomatis masing-masing negara.

Lantas, mengapa Xi mengambil pendekatan yang berbeda? Siasat apa yang dimiliki oleh pemerintahan Xi di Tiongkok atas dinamika Pilpres 2024 di Indonesia?

Xi Ingin Berteman dengan Prabowo?

Dalam hubungan sosial pada umumnya, pendekatan semacam ini bisa saja memiliki arti bahwa salah satu pihak ingin menjalin hubungan dekat secara lebih erat. Bahkan, bukan tidak mungkin, hubungan pertemanan bisa berubah menjadi hubungan persahabatan.

Hubungan personal berupa pertemanan dan persahabatan seperti ini bukanlah eksklusif pada masyarakat biasa saja, melainkan juga terjadi antara pemimpin-pemimpin negara. Hubungan personal yang terbangun ini dalam Hubungan Internasional (HI) biasanya disebut sebagai diplomasi personal (personal diplomacy).

Mengacu ke tulisan Ian Ostrander dan Toby J. Rider yang berjudul Presidents Abroad: The Politics of Personal Diplomacy, diplomasi personal adalah strategi diplomasi yang memfokuskan pada hubungan antarpribadi antara pemimpin negara untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, atau keamanan. Dalam diplomasi personal, pemimpin negara secara langsung terlibat dalam berbagai dialog dan negosiasi dengan pemimpin negara lainnya.

Salah satu contoh yang mencolok dari diplomasi personal adalah hubungan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Franklin D. Roosevelt dan Perdana Menteri (PM) Britania (Inggris) Raya, Winston Churchill saat Perang Dunia II berkecamuk. Melalui pertemuan langsung dan pertukaran surat, keduanya membangun kepercayaan dan koalisi yang kuat untuk menghadapi ancaman Jerman Nazi.

Pemimpin modern lainnya yang terkenal karena diplomasi personalnya adalah Presiden AS Richard Nixon dan pemimpin Tiongkok, Mao Zedong, pada era Perang Dingin. Kedua pemimpin ini berhasil mengakhiri isolasi diplomatik antara AS dan Tiongkok dengan melakukan kunjungan langsung pada tahun 1972, yang kemudian dikenal sebagai “Kunjungan Nixon ke Tiongkok.”

Selain itu, dalam konteks kontemporer, PM India Narendra Modi dikenal karena mengutamakan diplomasi personal. Modi telah aktif dalam menjalin hubungan langsung dengan sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Barack Obama dan PM Jepang Shinzo Abe untuk memperkuat hubungan bilateral dan mempromosikan kepentingan India di tingkat global.

Diplomasi personal memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dan saling menguntungkan antara pemimpin negara. Namun, hal ini juga tergantung pada individualitas pemimpin dan kurangnya keberlanjutan kebijakan antara pergantian kepemimpinan.

Dalam konteks global yang terus berubah, diplomasi personal tetap menjadi alat penting dalam mencapai tujuan-tujuan politik dan keamanan negara. Atas alasan inilah, Xi mungkin menggunakan diplomasi personal pada Prabowo. 

Apalagi, Indonesia dinilai memiliki nilai strategis dalam persaingan global antara Tiongkok dan AS. Bukan tidak mungkin, mendekati Prabowo adalah langkah yang merupakan sebuah keharusan untuk dilakukan oleh Xi. 

Namun, apakah hanya ini cara diplomatik yang dilakukan oleh Xi? Mengapa undangan Xi ini bisa dimaknai lain? Mungkinkah ada siasat dari Xi di balik undangan ini?

Kekuatan Simbolis ala Xi Jinping?

Seperti yang telah dijelaskan di awal tulisan, dalam pertemanan yang dikisahkan dalam film-film Hollywood, banyak dari siswa-siswi merasa senang bila diundang oleh anak populer di sekolahnya. Bukan tidak mungkin, hal ini juga berlaku sama pada Prabowo.

Sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Robert D. Putnam dalam tulisannya yang berjudul “Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games”, diplomasi adalah permainan di antara dua tingkat permainan, yakni tingkat domestik dan tingkat internasional.

Dalam tingkat domestik, bukan tidak mungkin, undangan Xi menguntungkan Prabowo. Secara tidak langsung, pengakuan dari negara adidaya layaknya Tiongkok memberikan legitimasi tersendiri bagi kemenangan Prabowo di Pilpres 2024, apalagi di tengah isu kecurangan yang dijargonkan Anies dan Ganjar.

Namun, ada tingkat internasional juga yang perlu dipertimbangkan oleh Prabowo. Dinamika politik internasional ini bisa saja membawa Prabowo dalam pergulatan kepentingan antara AS dan Tiongkok.

Tumbuhnya dan besarnya pengaruh Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara yang telah terbiasa dengan tatanan kawasan yang sebelumnya lebih direstui oleh AS dan negara-negara Barat. Dalam arti lain, ada kemungkinan ketidakstabilan kawasan yang timbul atas persaingan antara AS dan Tiongkok yang juga bisa berdampak besar pada Indonesia.

Dengan posisi Indonesia yang strategis, perebutan AS-Tiongkok atas Indonesia-pun terjadi. Dan, bukan tidak mungkin, undangan Xi kepada Prabowo ini adalah kick-off-nya.

Dalam hubungan antarnegara, layaknya hubungan sosial, ada semacam strata yang terbangun. Ada negara yang lebih dominan dan ada juga negara yang lebih submisif atas kepentingan negara-negara yang lebih besar.

Mengacu pada konsep dari Pierre Bourdieu yang diterapkan dalam HI, hal ini terjadi akibat symbolic power (kekuatan simbolis) yang berlaku dalam hubungan antarnegara. Bahkan, mengacu pada tulisan Rebecca Adler-Nissen yang berjudul  Symbolic Power in European Diplomacy, posisi antarnegara ini juga dipengaruhi oleh siapa diplomat yang berperan.

Kekuatan simbolis dalam HI biasanya merujuk pada kemampuan suatu negara atau pemimpin untuk mempengaruhi dan membentuk opini publik, persepsi, atau citra negara mereka melalui simbol, tanda, atau gestur. Ini melampaui kekuatan militer atau ekonomi dan seringkali memengaruhi dinamika diplomasi dan kebijakan internasional.

Contoh nyata kekuatan ini adalah ketika Presiden AS Ronald Reagan menggunakan retorika dan simbolisme yang kuat dalam pidatonya “Tembok Berlin” pada tahun 1987. Dalam pidato itu, Reagan memanggil pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, untuk membongkar Tembok Berlin, yang kemudian dianggap sebagai titik balik dalam Perang Dingin.

Kekuatan simbolis juga dapat ditemukan dalam tindakan-tindakan kecil seperti kunjungan kenegaraan atau pertemuan tingkat tinggi antara pemimpin negara yang ditandai dengan gestur simbolis seperti jabatan tangan atau pelukan. Gestur semacam itu sering kali memiliki dampak yang besar dalam membentuk persepsi publik dan opini internasional terhadap hubungan antarnegara.

Bukan tidak mungkin, undangan Xi kepada Prabowo ini adalah siasat Tiongkok untuk menunjukan dominansinya di Indonesia. Dan, bisa jadi, ini akan berdampakn pada reaksi AS dan negara-negara Barat lainnya. Menarik untuk diamati kelanjutannya. (A43)


Baca juga :  Iran vs Israel, PD III Sudah Dimulai?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?