HomeNalar PolitikGatot Capres PKS-Gerindra?

Gatot Capres PKS-Gerindra?

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Panglima TNI, nama Gatot Nurmantyo masih belum menyurut popularitasnya. Akankah Gatot akan merapat ke PKS dan Gerindra?


PinterPolitik.com

“Manusia secara alamiah adalah mahluk politik.” ~ Aristoteles

[dropcap]U[/dropcap]sai serah terima jabatan Panglima TNI, Desember lalu, nama Gatot Nurmantyo sepertinya memudar dari pemberitaan. Namun bukan berarti jenderal bintang empat ini hilang dari ‘peredaran’, karena Minggu (21/1) lalu, Gatot hadir di acara Sarasehan Kiai Pimpinan Pesantren Alumni (FPA) Gontor dan peringatan 50 tahun Daar El Qolam di Pondok Daar El Qolam Gintung, Banten.

Walau saat ini Gatot tidak memiliki jabatan khusus, namun reputasinya ternyata masih menjadi daya tarik bagi masyarakat, terutama kalangan pesantren. Dalam acara tersebut, seperti biasanya, Gatot berbicara mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan karena banyak negara yang “mengincar” kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia.

Kegemaran Gatot bersafari dan menjadi pembicara di berbagai lembaga, baik institusi agama, kalangan bisnis, bahkan partai politik ini, sempat dituding sebagai impresi politik Gatot oleh Ketua Setara Institute Hendardi. Manuver ini, terangnya, bisa jadi merupakan upaya Gatot untuk terus membangun popularitasnya di mata masyarakat.

Bahkan pernyataan Gatot mengenai rencananya untuk fokus pada keluarga pun, menurut Hendardi, merupakan salah satu impresi yang ingin ia tanam dalam benak masyarakat. Sebab pada saat yang sama, Gatot juga tidak menampik jika setelah pensiun nanti akan terjun ke ranah politik praktis.

Dua bulan menjelang masa pensiun, mungkinkah Gatot sudah mulai memilah akan kemana arah politiknya melangkah? Bila melihat dari sepak terjangnya, Gatot sepertinya lebih cenderung pada partai-partai yang berideologi Islam. Ini terlihat dari kedekatannya dengan kelompok Front Pembela Islam (FPI), PKS, dan juga Gerindra.

Gatot, Sang Jenderal “Hijau”

“Pak Gatot bagi PKS salah satu calon presiden potensial. Bahkan ada daerah yang sudah meminta.” ~ Sohibul Iman, Presiden PKS

Bila ditarik kembali ke belakang, nama Gatot memang baru benar-benar populer saat Aksi Bela Islam tengah marak-maraknya digelar 2016 lalu. Terutama pada Aksi Bela Islam III yang dilakukan pada 2 Desember, dan dikenal sebagai Aksi 212. Pada saat itu, Gatot tampil simpatik dengan ikut menggunakan peci putih yang sama dengan peserta aksi.

Begitu juga dengan sikap Gatot yang secara terbuka menyatakan tidak setuju atas tudingan Kepolisian, mengenai adanya upaya kudeta dibalik Aksi Bela Islam. Sikap pembelaan Gatot inilah yang kemudian membuat namanya makin dikenal oleh masyarakat sebagai Jenderal Islami atau “jenderal hijau”.

Walau Gatot kerap menegaskan kesetiaannya pada Presiden, namun sikapnya yang lebih banyak melawan perintah, membuat banyak pengamat menilai hubungan Gatot dan Jokowi sebenarnya tidaklah semesra yang diberitakan. Kesan berseberangan ini terlihat saat Hari Jadi TNI ke-72, Oktober 2017 lalu. Sentilan Jokowi yang mengingatkan kalau TNI tidak boleh berpolitik, dijawab Gatot kalau politik TNI adalah politik negara.

Baca juga :  Anies Masuk Kabinet Merah Putih?

Rumor tidak sepahamnya Gatot dengan Jokowi, juga ikut terbawa-bawa dalam laporan investigasi jurnalis asing Allan Nairn. Di laporannya yang sempat mengundang polemik itu, Gatot dituliskan ikut terlibat dalam rencana makar terhadap Jokowi di Aksi Bela Islam lalu. Kabar yang langsung dibantah oleh Markas Besar TNI dan “dianggap angin” oleh Gatot ini, ikut memperkuat perbedaan posisi antara Gatot dan Jokowi yang cenderung nasionalis dan pro bisnis.

Kemesraan Gatot dan PKS

Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono bahkan menilai, pencopotan jabatan Gatot sebagai Panglima TNI sebelum masa pensiunnya, merupakan alat tumpas bagi Jokowi untuk membuang ‘duri dalam daging’ di pemerintahannya. Arief menilai, Jokowi melihat kiprah Gatot yang terus bergesekan dengan politik praktis akan membahayakan posisinya.

Karena itu, bila dilihat dari sepak terjangnya selama menjadi Panglima TNI, sangat wajar saat pensiun nanti, Gatot akan terjun di kancah perpolitikan. Apalagi, baik PKS maupun Gerindra sudah terang-terangan membuka pintu untuk dirinya. Bahkan Presiden PKS, Sohibul Iman sudah mengakui kalau Gatot merupakan tokoh potensial untuk mereka usung sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2019 nanti.

Walau partai politik lain, seperti Golkar dan NasDem juga sudah memberikan lampu hijau, namun bila dilihat dari keberpihakannya, kemungkinan besar Gatot akan memilih untuk berada di partai yang ia anggap lebih dekat dengan umat Islam, yaitu PKS, PAN, PKB, ataupun PPP. Bukan pada Golkar dan NasDem yang ideologinya lebih nasionalis dan cenderung pro bisnis.

Gatot Capres Alternatif PKS-PAN?

 “Belum ada jawaban dari beliau. Tapi insya Allah beliau tetap kuat dan sehat.” ~ Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani

Satu setengah tahun jelang Pilpres 2019, namun hingga kini masih belum ada pernyataan resmi dari Prabowo mengenai pencalonannya kembali sebagai capres. Meski begitu Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon yakin betul kalau Ketua Umumnya itu akan kembali berlaga di 2019. Bahkan Prabowo pun dikabarkan sengaja menurunkan berat badannya sebagai persiapan “pertarungan” tersebut.

Di sisi lain, belum adanya pernyataan resmi Prabowo untuk kembali maju di Pilpres nanti juga menimbulkan tanda tanya, terutama pada partai-partai koalisi mereka, yaitu PKS dan PAN. Apalagi karena tahun depan, usia Prabowo sudah tidak muda lagi, yaitu 68 tahun dan kabarnya dari sisi pendanaan pun sudah “tidak terlalu kuat” lagi. Mungkinkah Mantan Danjen Kopassus ini masih memiliki ambisi untuk menjadi presiden?

Kondisi yang masih belum pasti ini, membuat PKS maupun PAN berupaya untuk mencari capres alternatif yang telah memiliki popularitas tinggi di masyarakat, siapa lagi pilihannya kalau bukan Gatot? Secara implisit, sikap ini telah ditunjukkan oleh Wasekjen PAN Fikri Yasin yang mengungkapkan bahwa adanya tokoh alternatif yang akan diusung partainya masih sangat terbuka lebar.

Pesan implisit juga datang dari Presiden PKS, Sohibul Iman. Walau secara internal partai, ia menyatakan masih terlalu dini untuk membicarakan Pilpres, namun ia juga tidak menyangkal kalau kader mereka di akar rumput, terutama di Nusa Tenggara Barat (NTB), nama Gatot telah diajukan untuk diusung sebagai capres.

Baca juga :  Ini Jurus Rahasia Trump “Perkasakan” Amerika? 

Bila benar Prabowo sudah ‘menyerah’ untuk kembali bertarung dengan Jokowi di Pilpres nanti, mungkinkah PKS dan juga PAN akan mengajukan nama Gatot sebagai capres? Apalagi, meski sudah memiliki kekuatan suara yang lebih besar dibanding 2014, namun Gerindra tetap tidak mampu mengusung capres sendirian. Akankah Gerindra pada akhirnya akan ikut bergabung mengusung Gatot di 2019 nanti?

Sipil vs Militer di Pilpres 2019

“Relasi sipil militer soal kebutuhan jadi pemimpin kuat. Pak Jokowi belum dipersepsikan kuat karena warga sipil.” ~ Direktur Program SMRC, Sirajuddin Abbas

Secara elektabilitas, hingga saat ini Jokowi memang masih berada di “atas angin” dibanding deretan tokoh lain di Indonesia. Bahkan dengan Prabowo pun, berdasarkan berbagai lembaga survei, Jokowi relatif lebih unggul. Hanya saja, persentase keunggulan Jokowi ini masih dianggap ringkih karena jumlahnya hanya mencapai 50,2 persen (berdasarkan hasil survei Polmark).

Bahkan CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah secara gamblang menyatakan kalau kemungkinan munculnya kandidat alternatif – selain Jokowi dan Prabowo, masih terbuka lebar. Diantara empat nama yang disurvei, yaitu Gatot, Anies Baswedan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Chairul Tanjung, pasangan Gatot dengan Anies tercatat yang tertinggi dibanding dengan dua nama lainnya, yaitu sebesar 53,3 persen.

Sehingga di Pilpres 2019 nanti, bila Jokowi kembali mengajukan diri sebagai capres, maka sangat besar peluang bagi Gatot untuk muncul menjadi capres alternatif. Apalagi bila ternyata Prabowo berpikir untuk “pensiun”, maka Koalisi Emas yang terdiri dari Gerindra, PKS, dan PAN kemungkinan besar akan bersedia merapat untuk memberi Gatot kesempatan “bertarung” dengan Jokowi.

Di sisi lain, munculnya nama-nama “baru” dari kalangan militer selain Prabowo, seperti Gatot dan AHY, juga kemungkinan besar sudah mulai diantisipasi oleh Jokowi. Ini terlihat dari bagaimana Kader PDI Perjuangan yang sudah mendapat dukungan dari Golkar, NasDem, dan Hanura di 2019 ini, mulai mendekatkan diri dengan para purnawirawan TNI.

Strategi Jokowi untuk memperbanyak purnawirawan TNI di sisinya, bisa jadi karena ia berusaha untuk “memecah” suara di tubuh militer. Saat ini, mungkin Jokowi sudah memprediksi bahwa status dirinya sebagai “presiden sipil” akan menjadi senjata bagi lawan militernya nanti di 2019, termasuk Gatot bila kelak mendapat kendaraan politik.

Bahkan, upaya Gatot yang memutasi perwira tinggi di akhir masa jabatannya juga banyak melihat sebagai menuvernya untuk mempertahankan pengaruh di tubuh TNI. Apakah mungkin, strategi Gatot tersebut juga dibaca sebagai “ancaman” oleh Jokowi sehingga ia memutuskan untuk merengkuh para purnawirawan berpengaruh ke kubunya? Mungkinkah Gatot sudah berencana “menggulingkan” Jokowi di 2019 nanti? (R24)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Apapun Intriknya, Benarkah Jokowi Pemenangnya?

Spill Presiden Prabowo Subianto mengenai eksistensi upaya pemisahan dirinya dengan Joko Widodo (Jokowi) menyiratkan makna tertentu. Utamanya, terkait interpretasi akan dinamika relasi dengan Megawati Soekarnoputri, PDIP, dan di antara para aktor terkait yang muaranya memunculkan Jokowi sebagai pihak yang lebih aman. Mengapa demikian?

Jokowi dan Misteri “Kepunahan” Kelas Menengah 

Perbincangan seputar berkurangnya kelas ekonomi menengah Indonesia belakangan tengah ramai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkinkah ada kesalahan sistemik di baliknya? 

Creative Destruction Efisiensi Prabowo

Efisiensi anggaran negara yang tengah didorong Presiden Prabowo nyatanya mendapatkan gejolak dan tentangan.

Balada Rakyat Ekonomis dan Pejabat Hedonis

Pameran kemewahan pejabat, seperti patwal Raffi Ahmad, perdalam kecemburuan rakyat. Mengapa ini perlu jadi perhatian pemerintahan Prabowo?

Why Always Bahlil?

Upaya penertiban dan penataan subsidi LPG 3 Kg entah kenapa malah jadi resistensi dan mengarah langsung ke Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Padahal, terlepas dari eksekusi di awal yang harus diakui kurang rapi, kebijakan tak populer ini memiliki esensi sangat positif. Hal itu memantik interpretasi mengenai “perlawanan” kuat yang bisa saja terorkestrasi. Benarkah demikian?

IKN House Has Fallen!

Pemblokiran anggaran IKN Nusantara lemahkan pengaruh Jokowi, membuka peluang bagi Megawati untuk perkuat posisinya dalam politik Prabowo.

Ini Jurus Rahasia Trump “Perkasakan” Amerika? 

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump berniat mendirikan sovereign wealth fund (SWF). Keputusan ini dinilai jadi keputusan yang sangat besar dan berdampak ke seluruh dunia, mengapa demikian? 

Prabowo dan The Intra-Elite Enemy

Masalah penataan distribusi gas LPG 3 kilogram menjadi sorotan terbaru publik pada pemerintahan Prabowo.

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...