HomeData PolitikMelihat “Paslon Mesra” di Daerah

Melihat “Paslon Mesra” di Daerah

Para paslon merasa mereka  “bersaudara”. Mereka sadar bahwa perbedaan harus dijaga dan dirawat. Bahwasanya dalam konsep memimpin dan membangun adalah melayani masyarakat secara  tulus.


pinterpolitik.com

JAKARTA – Pemilihan kepala daerah secara serentak di 101 daerah, pada Rabu, 15 Februari 2017, telah berlalu dengan lancar, aman, dan damai. Pesta demokrasi lima tahunan itu memilih pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil, bupati dan wakil, serta wali kota dan wakil.

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur di DKI Jakarta “bak bintang yang paling terang”, karena banyak disorot dan dicermati oleh masyarakat Jakarta dan luar Jakarta. Tidak heran ada yang menyebutkan, perhatian pada Pilkada DKI luar biasa, sementara yang di daerah-daerah lainnya kurang diperhatikan.  Kubu ketiga calon pun saling menyoroti figur lawan.

Hanya disayangkan, di Indonesia, dalam kebinekaan pada era Reformasi ini, masih ada yang menyebarkan isu yang mengandung kebencian, antitoleransi, provokatif, mengusung permusuhan, dan sejenisnya. Hal ini dapat merusak persatuan dan  persaudaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang selama ini sudah terjalin dengan baik.

Bukankah hal yang demikian bisa menjadi pendidikan politik yang kurang baik bagi generasi muda? Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini KPU beserta seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pilkada, diharapkan selain netral juga bekerja lebih profesional.

Seperti dilaporkan media, yang juga menarik di beberapa daerah di luar Pulau Jawa, penyelenggaraan pilkada serentak 2007 berlangsung dalam cerminan demokrasi Pancasila. Para paslon merasa mereka  “bersaudara”. Mereka sadar bahwa perbedaan harus dijaga dan dirawat. Bahwasanya dalam konsep memimpin dan membangun adalah melayani masyarakat secara  tulus.

Hal ini terbukti, dari 101 daerah yang menggelar pilkada serentak tahun 2017 ini, di luar Pulau Jawa terdapat sedikitnya 22 pasangan calon kepala daerah yang Muslim dan non-Muslim, yang kita sebut saja “paslon mesra”. Suatu bukti demokrasi Pancasila betul-betul berlangsung dan  bermanfaat positif bagi rakyat banyak. Bahkan dari contoh 22 “paslon mesra” itu, beberapa di antaranya hampir dipastikan menang berdasarkan data form C1 (penghitungan hasil  TPS) yang ditampilkan di situs resmi KPU di pilkada2017 kpu.go.id/hasil.

Tentu saja  KPU di daerah harus bekerja cepat, profesional, dan netral. Kalau kinerjanya lamban juga terkesan kurang baik dan bisa kehilangan aktualitas pilkada, apalagi sampai muncul sengketa. Padahal, tentunya  masyarakat ingin cepat memperoleh informasi.

Ada pun daerah yang mengusung “paslon mesra”, antara lain, Kabupaten Bolaang Mongandow (Sulut), Kota Kupang (NTT), Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kota Ambon, Kabupaten Banggai Kepulauan (Sulteng), Kabupaten Lembata (NTT), Kabupaten Seram Bagian Barat (Maluku), Kabupaten Pulau Morotai (Maluku Utara).

Kemudian, Kabupaten Mappi (Papua), Kabupaten Lanny Jaya (Papua), Kabupaten Yapen (Papua), Kabupaten Nduga (Papua), Kabupaten Sarmi (Papua), Kabupaten Tolikara (Papua), Kabupaten Puncak Jaya (Papua), Kabupaten Jayapura (Papua), Kabupaten Intan Jaya (Papua), Kabupaten Maybrat (Papua Barat), Kabupaten Tambrauw (Papua Barat), serta pemilihan gubernur Papua Barat. (Berbagai sumber/G18)

 

 

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...