HomeTerkiniSudah Waktunya Pembangunan Tidak Lagi Jawa Sentris

Sudah Waktunya Pembangunan Tidak Lagi Jawa Sentris

Program pemerintahan Jokowi untuk memeratakan kesejahteraan lewat program tol laut misalnya telah berhasil menekan harga barang di Papua. Namun demikian, hal tersebut masih perlu terus ditingkatkan.


pinterpolitik.com Jumat, 13 Januari 2017.

JAKARTA – Pemerataan pembangunan adalah sebuah keharusan. Pembangunan berkelanjutan tidak boleh lagi Jawa sentris atau terpusat di pulau Jawa saja. Hal tersebut secara jelas juga sudah digariskan dalam sila ke-5 Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Daerah-daerah di luar Jawa juga harus dapat ikut serta menikmati kemajuan.

Namun, apakah pemerataan tersebut sudah benar-benar diupayakan?

“Pembangunan infrastruktur sekarang tidak Jawa sentris, tapi Indonesia sentris. Alhamdulilah sudah dua tahun lalu tol trans Sumatera sudah dimulai dari Lampung menuju ke Aceh.”

Kata-kata tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya pada Musyawarah Nasional (Munas) VIII Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) di Jakarta, Rabu (9/11).

Tentu saja untuk tujuan tersebut, pembangunan infrastruktur merupakan suatu keharusan. Pemerintah terus membangun infrastruktur di seluruh daerah.

“Saya titip ikut diawasi agar kualitasnya baik. Kalau ada yang tidak baik kualitas aspalnya bisik ke saya lewat Ketum (Ketua Umum LDII Abdullah Syam). Di Kalimantan sudah (dibangun tol) Balikpapan-Samarinda, (di Sulawesi Utara) Manado-Bitung,” ujar Presiden.

Presiden menjelaskan pentingnya pembangunan infrastruktur. Presiden memaparkan pembangunan jalur kereta api di Sulawesi sudah dimulai pada 2015. Selain itu, pelabuhan laut dan bandara telah rampung di beberapa daerah.

Presiden juga menekankan pentingnya sumber daya manusia (SDM). “Inilah sebetulnya kekuatan kita. Tahun 2030-2035 kita dapat bonus demografi besar. Anak-anak muda akan kita punyai, padahal negara lain menuju ke usia tidak produktif,” katanya.

“Tapi kalau jumlah besar, tapi SDM tidak disiapkan, bisa menjadi sebuah bencana. Banyak tapi tidak produktif, tidak bisa masuk dunia kerja, karena kualitasnya tidak disiapkan.”

Baca juga :  Qodari, Jokowi's Man?

Presiden menambahkan bahwa di negara-negara seperti Jerman, Jepang, dan Korea Selatan pemerintahnya konsisten menggarap SDM dengan serius.

“Betul-betul menuju pada apa yang dimaui industri, pasar. Tapi meskipun mereka (SDM Indonesia) pintar, pandai, kuasai teknologi, tapi kalau tidak didampingi keimanan, kejujuran, integritas dan budi pekerti yang baik, tidak ada artinya. Bisa menjadi sebuah malapetaka.”

Pemerataan Kesejahteraan adalah Keharusan

Di bebarapa daerah di luar Jawa, masyarakat masih kesulitan untuk menikmati hasil pembangunan. Di Papua misalnya, akibat kesulitan infrastruktur transportasi dan pasokan barang misalnya, harga barang bisa menjadi sangat mahal. Berikut beberapa contoh barang yang harganya bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat jika dibandingkan dengan harga barang yang sama di pulau Jawa.

Harga barang di Papua sebelum program Tol Laut

Program pemerintahan Jokowi untuk memeratakan kesejahteraan lewat program tol laut misalnya telah berhasil menekan harga barang di Papua. Jika sebelumnya harga bahan bakar minyak (BBM) bisa mencapi Rp 60 ribu per liter, saat ini harganya bisa sama dengan harga di pulau Jawa, yakni Rp 6.450 per liter untuk Premium. Demikian pula dengan harga barang lain, misalnya daging, beras dan gula juga sudah bisa ditekan.

Namun demikian, program-program ini masih harus lebih dimaksimalkan lagi. Mimpi semua orang adalah harga yang sama untuk semua jenis barang di seluruh Indonesia. Pemerataan kesejahteraan adalah sebuah keharusan.

Selain soal harga komoditas, persoalan lain adalah mengenai ketersediaan infrastruktur hingga lapangan kerja. Karena minimnya pembangunan, investasi, dan arus usaha di daerah luar Jawa, masyarakat dari daerah cenderung berlomba-lomba datang ke pulau Jawa untuk mencari penghidupan. Jika pemerataan pembangunan tidak segera digalakkan, maka ada kemungkinan pulau Jawa akan menjadi over-populated atau kelebihan populasi. Hal ini tentu akan melahirkan persoalan sosial-ekonomi baru lainnya.

Baca juga :  The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pemerataan kesejahteraan harus diupayakan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, pemerintah diharapakan untuk terus berupaya mewujudkan pemerataan pembangunan , termasuk juga di daerah-daerah terluar dan terpinggirkan. Niscaya jika hal tersebut dapat terwujud, masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial akan dapat tercipta. (Berita1/S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

More Stories

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.