HomeNalar PolitikRizieq Suci di Hari Suci

Rizieq Suci di Hari Suci

“Akhirnya, kepada pemerintah Republik Indonesia khususnya Kepolisian RI, kami sampaikan apresiasi di mana mereka telah menyampaikan secara langsung surat SP3,” Rizieq Shihab


PinterPolitik.com

[dropcap]A[/dropcap]lhamdulillah, di hari kemenangan, Rizieq Shihab mendapat hadiah lebaran yang tidak pernah diduga. Di hari suci tersebut, status tersangka Rizieq juga disucikan melalui penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polri. Sebuah hadiah yang disambut baik dan disyukuri oleh Rizieq dan para pengikutnya.

Dalam rekaman sebuah video, Rizieq menghaturkan terima kasih atas terlepasnya status tersangka tersebut. Secara khusus, pendiri Front Pembela Islam (FPI) tersebut mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan Polri.

Sucinya Rizieq dari status tersangka tersebut menimbulkan sejumlah spekulasi. Beberapa orang menduga bahwa SP3 untuk Imam Besar FPI tersebut bersifat politis. Apalagi, gelaran demokrasi akbar Pileg dan Pilpres 2019 sudah di depan mata. Banyak orang menduga, SP3 ini adalah salah satu cara menjinakkan sang Imam Besar dan pengikut-pengikutnya.

Jika benar penerbitan SP3 ini bersifat politis, umumnya ada pihak yang dapat mengambil untung secara politik. Lalu, siapa saja yang bisa meraup untung dari penerbitan SP3 tersebut? Mengapa pemerintah sampai mau menempuh jalur damai dengan Rizieq alih-alih terus berkonflik?

Konsensus Jokowi-Rizieq?

Jika penerbitan SP3 tersebut mengandung unsur politik, terlihat bahwa pemerintahan Jokowi lebih memilih untuk melakukan konsensus ketimbang berkonflik dengan salah satu oposisi utamanya tersebut. Konsensus di dalam ilmu sosial dikenal sebagai salah satu cara melakukan perubahan sosial selain konflik.

Teori konsensus kerap dikaitkan dengan sosiolog-sosiolog berhaluan fungsional. Salah satu pemikir terkemuka dari aliran ini adalah Emile Durkheim.  Teori konsensus kerap dianggap sebagai argumentasi sosiologis dari bertahannya suatu status quo. Hal ini amat kontras dengan teori konflik yang menekankan pada upaya menghilangkan status quo.

Rizieq Suci di Hari Suci

Jika ada kesepakatan tertentu antara pemerintahan Jokowi dengan Rizieq terkait SP3 ini, maka dapat disimpulkan bahwa Jokowi memilih untuk melakukan konsensus ketimbang konflik dengan Rizieq. Sebagaimana disebut sebelumnya, langkah konsensus ini dapat melanggengkan status quo yang di dalam konteks ini ada pada diri Jokowi.

Jokowi tidak perlu lagi khawatir berlebihan kemapanannya akan digoyang Rizieq dan pendukungnya. Mereka telah sepakat untuk mengakhiri konflik dan menjalin kesepakatan. Lebih jauh, posisi Jokowi sebagai status quo juga lebih aman karena bisa mendapat suara dari pemilih Islam.

Konsensus ini bisa jadi terjadi jauh sebelum penerbitan SP3 di hari raya. Petinggi Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) menyebut bahwa bebasnya Imam Besar mereka dari status tersangka adalah hasil pertemuan perwakilan mereka dengan Jokowi di Bogor beberapa waktu lalu.

Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan. Salah satu yang terpublikasi adalah permintaan PA 212 kepada pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi ulama. Dalam konteks itu, Rizieq dapat dikategorikan sebagai obyek kriminalisasi yang harus dihentikan kasusnya.

Sejauh ini, pemerintah melalui Polri membantah bahwa ada intervensi dalam penerbitan SP3 Rizieq. Polri menyebut bahwa kasus itu murni ada di tangan penyidik termasuk dalam hal penghentiannya. Meski begitu, sulit untuk tidak melihat bahwa ada unsur politis dari penerbitan SP3 tersebut. Pertemuan di Bogor menjadi salah satu indikasi awal bahwa terjadi kesepakatan atau konsensus antara kedua belah pihak.

Baca juga :  Gibran Game Changer Pilpres 2024? 

Pembersihan Nama Rizieq

Sebagaimana disebut sebelumnya, teori konsensus amat lekat dengan aliran fungsional di dalam ilmu sosial. Oleh karena itu, jika benar terjadi konsensus antara Jokowi dan Rizieq, dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki fungsi masing-masing dalam kesepakatan tersebut.

Bagi Rizieq, fungsi yang paling jelas dari Jokowi adalah untuk melepaskan dirinya dari status tersangka. Kasus yang menimpa pentolan aksi 212 tersebut tergolong kasus yang memalukan bagi tokoh yang kerap menggunakan agama dalam kiprahnya. Penerbitan SP3 bisa menjadi langkah pembersihan dari nama yang tercemar tersebut.

Lebih jauh, penerbitan SP3 tersebut juga menjadi jalan bagi Rizieq untuk terlepas dari status hukum. Sebagai mantan narapidana, menikmati dinginnya lantai penjara justru bukan hal yang ia ingin ulangi. Kini, ia bisa bernapas lega karena tidak lagi harus mendekam di balik jeruji.

Lepasnya jerat hukum membuat ia lebih leluasa dalam menjalankan kiprahnya baik dalam urusan religius atau politik sekalipun. Ia tidak lagi harus bersembunyi dan bisa lagi menjalankan aktivitasnya termasuk dalam mempengaruhi sejumlah perkara politik.

Di luar itu, Rizieq dan kubunya bisa saja mendapatkan untung secara politik. Umumnya, di dalam kesepatakan politik ada tukar-menukar jabatan atau kekuasaan lain. Bisa saja ada transaksi semacam itu dalam kesepakatan antara Rizieq dengan pemerintah.

Saat ini, memang belum ada bukti bahwa ada kursi yang diberikan atau setidaknya ditawarkan pemerintah kepada Rizieq dan para pendukungnya. Meski demikian, jika terjadi konsensus antara kedua belah pihak, boleh jadi tukar-menukar kursi adalah salah satu aturan yang disepakati oleh keduanya.

Jika tidak ada power sharing atau pembagian kekuasaan secara formal, Rizieq dan kubunya dapat menikmati kekuasaan dalam bentuk lain. Secara informal, Rizieq bisa saja kini telah diakui sebagai salah satu kekuatan yang diakui oleh pemerintah. Bukan tidak mungkin bahwa pegiat aksi 212 tersebut kini mendapat patron atau pelindung baru yaitu pemerintahan Jokowi. Mereka kini sudah memiliki pengaruh secara langsung kepada pemerintah.

Mendapat Sokongan Baru

Rizieq juga bisa memiliki fungsi khusus bagi pemerintahan Jokowi jika keduanya memang memiliki kesepakatan khusus. Sulit untuk membayangkan pemerintah mau melepas begitu saja salah satu pengritik utamanya tanpa mendapat tawaran yang menggiurkan.

Salah satu keuntungan yang dapat diambil Jokowi lewat lepasnya Rizieq dari status tersangka adalah isu keberpihakan pemerintah terhadap umat Islam. Selama ini, pemerintahan Jokowi kerap dianggap sebagai rezim yang anti-Islam dan anti-ulama.

Hal ini misalnya telah diungkap oleh pengacara Rizieq Shihab, Kapitra Ampera. Menurutnya, Jokowi tidak pantas dianggap Islamofobia. Ia juga menambahkan bahwa dalam Islam tidak boleh mencaci-maki pemimpin seperti Jokowi. Yang menarik, Kapitra juga keberatan jika Jokowi disebut sebagai anggota PKI.

Baca juga :  Gibran, Utang Moral AHY ke Jokowi-Prabowo?

Jelang Pemilu, hal itu sangat menguntungkan bagi pemerintahan Jokowi. Pemerintah tidak perlu lagi khawatir dengan stabilitas politik jelang pesta demokrasi karena mereka telah menggenggam Rizieq. Selain itu, secara elektoral hal ini bisa menguntungkan bagi Jokowi karena bisa menggiring massa Islam untuk memilihnya.

Selain itu, fungsi lain yang dapat diberikan kubu Rizieq kepada Jokowi adalah soal sosok berpengaruh. Imam Besar FPI tersebut saat ini memegang peranan penting dalam politik tanah air. Banyak politikus negeri ini yang sowan ke tempat pelariannya untuk meminta doa dan dukungan politik. Rizieq kini sudah menjadi salah satu patron penting dalam politik dalam negeri.

Jokowi bisa saja kini telah memiliki patron atau setidaknya sosok berpengaruh baru dalam sosok Rizieq. Sosok pelindung seperti Rizieq dapat memberikan jaminan dukungan jika ada figur politik berpengaruh lain yang tiba-tiba menarik dukungannya.

Seperti diketahui, Jokowi saat ini bergantung pada dukungan PDIP dan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri. Di atas kertas, Megawati telah merestui Jokowi untuk kembali melaju di Pilpres 2019 dengan kendaraan partainya. Meski begitu, hal ini bukan berarti jaminan sikap sang ketua umum tidak akan berubah.

Banyak pengamat menilai bahwa Jokowi dapat kehilangan tiket dari partai seperti PDIP jika tidak mendapat titik temu soal calon orang nomor dua. Seperti diketahui, masing-masing partai memiliki jagoan untuk dipasangkan dengan mantan Gubernur Jakarta tersebut, termasuk PDIP. Bukan tidak mungkin PDIP akan mencabut dukungannya jika Jokowi tidak mengambil wakil sesuai dengan keinginan Megawati dan PDIP.

Jika Megawati dan PDIP memutuskan hengkang dari Jokowi, maka ia sudah memiliki patron lain dalam sosok Rizieq dan pendukungnya. Secara formal, mereka memang tidak membantu dalam urusan presidential threshold. Akan tetapi, sebagai kelompok penekan yang berpengaruh, Jokowi dapat mendapatkan perlindungan baru jika harus berhadapan dengan PDIP. Secara spesifik, suara kelompok 212 bisa saja dipegang jika Rizieq memutuskan untuk merapat ke Jokowi.

Memang terlalu terburu-buru untuk menyebut bahwa Rizieq kini telah merapat ke kubu pemerintah. Meski begitu, “sucinya” Rizieq dari status tersangka setidaknya telah melunakkan sedikit sikapnya kepada pemerintah. Hal ini nampak dari ucapan terima kasih yang ia ucapkan pasca lepas dari status tersangka.

Terlalu berisiko bagi pemerintah jika Rizieq tidak memberikan fungsi apapun kepada mereka. SP3 ini jelas mengorbankan martabat Polri karena dianggap tidak kompeten mengatasi perkara. Selain itu, Jokowi juga bisa ditinggalkan pemilihnya dari kalangan pluralis karena membebaskan Rizieq. Oleh karena itu, sulit untuk tidak melihat ada untung yang diraup pemerintahan Jokowi melalui penerbitan SP3 tersebut.

Patut disimak lebih lanjut apakah benar-benar terjadi konsensus antara Jokowi dan Rizieq. Jika hal itu benar terjadi, maka konstelasi politik jelang 2019 bisa saja berubah. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...