HomeHeadlinePDIP Sadar Puan akan Kalah?

PDIP Sadar Puan akan Kalah?

Politisi senior PDIP Panda Nababan memberi sinyal bahwa duet Prabowo-Puan berpotensi kalah. Apakah ini pertanda bahwa PDIP sebenarnya sadar Puan akan kalah di Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

Dalam acara Total Politik, politisi senior PDIP Panda Nababan mengomentari berbagai isu soal capres-cawapres PDIP di 2024. Soal duet Anies Baswedan-Puan Maharani, misalnya, Panda menyebutnya sulit terjadi karena PDIP pasti mengincar capres. Sebagai partai yang memperoleh suara terbesar, sulit membayangkan PDIP puas dengan cawapres.

Panda juga memiliki komentar menarik soal duet Prabowo Subianto-Puan. Menurutnya, terkadang analisis politik sering kali tidak rasional. Jika Megawati Soekarnoputri yang merupakan ibu Puan saja kalah bersama dengan Prabowo di Pilpres 2009, lalu bagaimana dengan Puan yang seorang anak?

Kendati tidak melanjutkan pernyataannya, sosok lain yang hadir dalam acara itu, yakni pakar komunikasi politik Effendi Gazali menilainya sebagai sinyal kekalahan. Menggunakan rasionalisasi Panda, Effendi menyebut Prabowo-Puan dapat berbuah kekalahan. Selain itu, mengulang pernyataan Panda ketika mengomentari Anies-Puan, PDIP tentunya tidak ingin berada di belakang Gerindra. 

Bertolak dari pernyataan Panda, sekiranya ada simpulan menarik yang dapat ditarik. Dengan adanya sinyal bahwa Panda ragu Prabowo-Puan bisa menang, bukankah itu menunjukkan internal PDIP sendiri tidak percaya terhadap kemenangan Puan?

Panda Nababan sendiri bukan sosok sembarangan. Ia dapat dikatakan sebagai Ring-1 Megawati. Pertemanannya dengan Megawati, Taufiq Kiemas, dan keluarga Soekarno sudah terjalin puluhan tahun.

Dengan adanya keraguan itu, kenapa PDIP tetap ingin mengusung Puan? Megawati juga telah memberi perintah ke Puan untuk menemui para ketua umum partai politik. Lantas, kalkulasi apa yang dimiliki Megawati sebagai pemegang hak veto partai?

puan fiks maju ed.

Politik Bukan Menang-Kalah

Ada sebuah pernyataan menarik dari pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin. Ujang mengaku mendapat informasi dari elite PDIP bahwa mereka siap kalah dalam perjuangannya mengusung Puan. “Menang bersama, nyungsep juga bersama,” ungkap Ujang meniru pernyataan elite PDIP tersebut.

Jika informasi yang didapatkan Ujang valid, dapat disimpulkan bahwa PDIP siap kehilangan kursi RI-1 di 2024 nanti. Lantas, apakah ini menunjukkan kejatuhan PDIP? Apakah PDIP akan mengulang kasus Partai Demokrat yang terbenam setelah sepuluh tahun berkuasa?

Baca juga :  Ini Rahasia Jokowi Kalahkan Megawati?

Sepertinya tidak. Cara berpikir seperti itu adalah zero-sum game, yakni menilai politik pasti berbuah kemenangan atau kekalahan – hanya salah satu. 

Shai Davidai dan Martino Ongis dalam tulisannya The politics of zero-sum thinking: The relationship between political ideology and the belief that life is a zero-sum game menyebut cara pandang itu telah menjadi pemahaman umum. Berbagai pihak menilai kemenangan politisi atau partai politik selalu di atas kekalahan lawan politiknya.

Yang menjadi persoalan adalah, dalam kehidupan sehari-hari, termasuk politik, zero-sum game sering kali tidak terjadi. Zero-sum game hanya terjadi pada kondisi khusus yang rigid – umumnya dalam aktivitas ekonomi seperti pembelian saham.

Dalam aktivitas politik, adagium “menang atau hancur” khas zero-sum game justru sangat dihindari. Pada politik Indonesia, misalnya, lumrah terjadi fenomena di mana partai oposisi bergabung ke koalisi pemerintah. 

Yang terbaru, kita dapat melihat kasus PAN yang bergabung dengan koalisi pemerintah pada Agustus 2021. Pada perombakan kabinet 15 Juni 2022, PAN telah mendapatkan jatah kursi Menteri Perdagangan (Mendag). Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) akhirnya diberikan kursi itu.

Sedikit ke belakang, pada 2019 banyak dari kita dikagetkan dengan keputusan Prabowo dan Gerindra bergabung ke koalisi pemerintah. Dalam bukunya Panda Nababan Lahir Sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi, Buku Kedua: Dalam Pusaran Kekuasaan, Panda Nababan menyebut peristiwa itu sebagai sejarah besar perpolitikan Indonesia. 

Tidak hanya di politik, dalam literatur perang, adagium “menang atau hancur” juga sangat dihindari. Ahli strategi perang terkemuka asal Tiongkok, Sun Tzu, dalam bukunya The Art of War bahkan menempatkan perang sebagai opsi terakhir. Jika terjadi konflik, yang disarankan Sun Tzu adalah diplomasi untuk mencari titik temu kepentingan.

Lantas, jika politik bukan menang-kalah, target tersembunyi apa yang disimpan Megawati dan PDIP dengan mengusung Puan Maharani?

infografis puan maharani indonesia tour

Target Sebenarnya?

Melihat pada sejarah manuver partai politik di Indonesia, aktivitas politik kita pada dasarnya adalah non-zero-sum game atau akrab dikenal dengan win-win solution. Praktik itu sejalan dengan tulisan Pragmatisme Sebagai Ideologi Partai Politik karya Dian Dwi Jayanto yang menyebut pragmatisme merupakan ideologi partai politik di Indonesia.

Baca juga :  Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Tidak seperti di Amerika Serikat (AS), di mana Partai Demokrat dan Partai Republik memiliki pembelahan ideologi yang kental, partai politik di Indonesia bersifat jauh lebih cair. PDIP dengan PKS, misalnya, meskipun disebut berbeda ideologi, di pilkada mereka justru berkoalisi. Pada Pilkada 2020, PDIP berkoalisi dengan PKS di 13 daerah.

Dengan bertolak pada sejarah dan pragmatisme yang ada, sekiranya dapat disimpulkan bahwa PDIP mempersiapkan skenario jika Puan Maharani kalah di Pilpres 2024.

Untuk menjawab pertanyaan itu, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa RI-1 atau RI-2 bukanlah target utama partai politik. Dalam realitanya, karena membutuhkan logistik yang besar, capres-cawapres hanya menjadi target 3-5 partai terbesar.

Yang menjadi target utama partai politik adalah pemilihan legislatif (pileg) dan pilkada. Partai perlu mengamankan kursi sebanyak-banyaknya di Senayan dan menempatkan kadernya sebagai Kepala Daerah. Konteks itu sebenarnya membuat diskursus kita soal capres-cawapres menjadi kurang relevan karena partai saat ini sedang fokus untuk lolos verifikasi KPU.

Dengan demikian, sekalipun Puan kalah di Pilpres 2024, PDIP akan tetap menjadi pemenang jika berhasil menang di pileg dan pilkada. Selain itu, untuk mempertahankan pengaruhnya, PDIP pasti mengamankan pos-pos strategis, seperti Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), dan Ketua DPR. PDIP juga pasti menjalin hubungan dekat dengan petinggi Polri dan TNI.

Jika berhasil mengamankan pileg, pilkada, dan pos-pos strategis, kekalahan Puan di Pilpres 2024 bukanlah sebuah kehancuran bagi PDIP. Mereka akan tetap berkuasa dan berpengaruh. 

Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), PDIP juga melakukan skenario ini. Meskipun menjadi oposisi selama sepuluh tahun, mereka tetap bertengger menjadi partai atas. Perolehan suaranya tinggi, memiliki banyak kepala daerah, dan berhasil menempatkan kader di pos-pos strategis.

Well, sebagai penutup, kira-kira demikian skenario yang dapat dibayangkan dengan bertolak pada pernyataan Panda Nababan dan Ujang Komarudin. 

Tentu skenario ini dapat berubah jika PDIP berhasil menemukan pasangan tepat untuk Puan. Seperti kata Panda, kita lihat saja tahun depan siapakah yang akan diusung oleh partai banteng. Menarik untuk ditunggu. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...