HomeHeadlineMengapa Trah Jokowi Sukses dalam Politik?

Mengapa Trah Jokowi Sukses dalam Politik?

Dengarkan artikel berikut!

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Kaesang Pangarep dan sang istri, Erina Gudono, digadang-gadang akan maju dalam Pilkada serentak 2024. Kaesang diproyeksikan maju di Pilkada Solo, sementara Erina dilirik maju di Pilkada Sleman, Yogyakarta. Jika benar-benar terjun, ini sedikit banyak menggambarkan kesuksesan Presiden Jokowi dan keluarga dalam dunia politik. Berbeda dengan trah politik lain yang masih kerap diidentikkan dengan kontroversi, penerimaan publik terhadap Jokowi dan anak-anaknya cenderung positif. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Perhitungan suara Pilpres dan Pileg belum juga selesai, namun isu Pilkada serentak 2024 yang sedianya akan terjadi pada bulan November 2024 mendatang telah menjadi perbincangan yang hangat. Makin hangat karena beberapa nama yang ikut dibahas punya level keterkenalan karena hubungan keluarga dengan kepemimpinan nasional saat ini.

Salah satunya adalah putra Presiden Jokowi Kaesang Pangarep yang digadang-gadang sebagai calon pemimpin di Pilkada 2024. Pada awalnya, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu didorong untuk maju di Pilkada Depok – meskipun kala itu narasi ini terlihat hanya jadi semacam gimmick semata.

Namun, belakangan nama Kaesang juga muncul sebagai kandidat untuk Pilgub DKI Jakarta dan Pilgub Jawa Tengah. Sayangnya, syarat dalam Undang-Undang membatasi minimal usia kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun. Kaesang sendiri masih berusia 29 tahun.

Dengan demikian, maju di Pilkada kabupaten atau kota jadi lebih masuk akal karena usia minimal calon bupati/wali kota dan calon wakil bupati/wakil wali kota adalah 25 tahun. Salah satu daerah yang paling mungkin adalah maju di Pilkada Solo.

PSI sendiri menyambut positif wacana Kaesang akan maju dalam Pilkada Solo, namun membantah rumor ini dan menyatakan bahwa posisi Ketua Umum PSI tidak sesuai dengan skala level kota. Namun, sebelumnya, Gerindra Solo mendukung Kaesang sebagai calon Wali Kota Solo.

Kemudian, istri Kaesang, Erina Gudono, juga menjadi sorotan karena mulai dilirik untuk maju di Pilkada juga. DPC Partai Gerindra Sleman mengusulkan namanya sebagai bakal calon bupati dalam Pilkada Sleman 2024. Erina Gudono menjadi salah satu kandidat terkuat yang diperhitungkan.

Meski baik Kaesang maupun Erina belum menyatakan kesediaannya, munculnya nama anak dan mantu Jokowi ini akan jadi kelanjutan dari kiprah trah Jokowi dalam politik. Sebelumnya, sudah ada Gibran Rakabuming Raka yang hampir pasti akan menjadi Wakil Presiden RI selanjutnya. Kemudian ada nama Bobby Nasution yang merupakan menantu Jokowi yang telah sukses di kursi Wali Kota Medan.

Pertanyaannya adalah mengapa trah Jokowi bisa sukses dalam politik? Mengapa meskipun ada tuduhan dinasti politik dan lain sebagainya, citra politik Jokowi masih sangat diterima oleh masyarakat umum?

Baca juga :  Sidang MK: Prabowo Dilantik, Gibran Didiskualifikasi?

Polite Populism Jokowi

Untuk menjawabi pertanyaan tersebut, mungkin kita bisa menggunakan konsep polite populism. Marcus Mietzner, seorang profesor ilmu politik yang mengkhususkan diri dalam politik Indonesia, menyebut Jokowi menjalankan polite populism karena pendekatan politik yang diambil oleh Jokowi ini menggabungkan elemen-elemen populisme dengan norma-norma demokratis dan sopan santun.

Istilah “polite populism” digunakan untuk menjelaskan bagaimana Jokowi mempertahankan hubungan langsung dan personal dengan rakyatnya sambil tetap menjaga etika dan prosedur demokratis.

Ada beberapa alasan mengapa Marcus Mietzner menggunakan istilah ini untuk menggambarkan gaya kepemimpinan Jokowi. Yang pertama adalah soal interaksi langsung dengan rakyat. Jokowi dikenal sering turun langsung ke lapangan untuk mendengarkan keluhan dan aspirasi rakyatnya. Ia aktif berkomunikasi dengan masyarakat, baik melalui pertemuan langsung, media sosial, maupun kunjungan ke daerah-daerah terpencil. Pendekatan ini memungkinkan Jokowi untuk memahami langsung kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh rakyatnya.

Kedua adalah soal penggunaan media sosial. Jokowi menggunakan platform media sosial seperti Instagram dan Twitter untuk berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung dan personal. Melalui akun-akun resmi tersebut, ia membagikan pencapaiannya, mengunggah foto-foto kegiatan sehari-harinya, dan menanggapi pertanyaan dan masukan dari warganet. Hal ini menciptakan kesan bahwa Jokowi adalah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya dan mendengarkan aspirasi mereka.

Ketiga, bahasa yang digunakan Jokowi mudah dipahami. Jokowi sering menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dalam komunikasinya dengan masyarakat. Ia menghindari bahasa formal dan kompleks, sehingga pesannya lebih mudah dijangkau oleh lapisan masyarakat yang lebih luas.

Keempat, sebelum kasus Gibran, Jokowi dipandang sebagai pemeliharaan norma demokratis, khususnya di masyarakat level bawah. Meskipun mengadopsi elemen populisme dalam gaya kepemimpinannya, Jokowi tetap mempertahankan norma-norma demokratis dan menjalankan prosedur yang sesuai dengan aturan hukum. Ia tidak mengabaikan institusi-institusi demokratis dan memperlakukan oposisi dengan sikap yang terbuka dan santun.

Dan yang terakhir adalah soal pola perilaku yang sopan dan santun. Jokowi dikenal sebagai sosok yang tenang, rendah hati, dan memiliki etika kerja yang tinggi. Ia jarang terlibat dalam retorika politik yang agresif atau provokatif, dan lebih memilih untuk menjaga komunikasi yang santun dan rasa hormat terhadap lawan politiknya.

Faktor-faktor inilah yang kemudian mempengaruhi bagaimana publik melihat Jokowi dan anak-anak serta menantu-menantunya. Jokowi dicitrakan positif dan dianggap sebagai sosok pemimpin yang ideal untuk Indonesia serta sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.

Baca juga :  Sinyal Dukung Khofifah, PDIP "Insaf"?

Dari Ayah Menurun ke Anak

Citra positif Jokowi secara tidak langsung berimbas pada anak-anaknya juga. Bisa dibilang Jokowi dan keluarganya berhasil menerapkan strategi politik yang cerdas dan inovatif. Anak-anak Jokowi, seperti Gibran dan Kaesang, telah mampu membangun reputasi dan popularitas mereka sendiri di dunia politik, sebagian besar berkat dukungan ayahanda mereka.

Mereka memanfaatkan platform dan keterampilan komunikasi modern untuk menjangkau generasi muda, yang merupakan bagian penting dari basis pemilih. Hal ini menunjukkan adaptabilitas dan kepekaan terhadap perubahan sosial yang menjadi salah satu faktor kunci kesuksesan politik dalam era digital ini.

Selain itu, kinerja Presiden Jokowi dalam menangani berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia juga menjadi alasan utama kesuksesannya dan keluarganya di dunia politik. Jokowi terkenal dengan fokusnya yang tajam pada penyelesaian masalah, terutama yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi, dan penanggulangan kemiskinan.

Visi Jokowi untuk memperbaiki infrastruktur Indonesia melalui berbagai proyek megah seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan proyek transportasi massal lainnya, jelas menarik dukungan masyarakat. Langkah-langkah ini tidak hanya membantu meningkatkan konektivitas antarwilayah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil.

Selain infrastruktur, Jokowi juga aktif dalam upaya peningkatan sektor ekonomi, baik melalui kebijakan ekonomi makro maupun inisiatif mikro untuk mendukung pelaku usaha kecil dan menengah. Program-program seperti penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dan pelatihan kewirausahaan telah membantu meningkatkan akses dan kapasitas para pengusaha lokal, yang pada gilirannya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Tidak hanya itu, Jokowi juga menunjukkan komitmen yang kuat dalam penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat miskin. Program-program seperti Kartu Prakerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan peningkatan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan telah membantu jutaan orang keluar dari garis kemiskinan dan mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup mereka.

Program-program ini kemudian digunakan anak-anaknya dalam kampanye politik sebagai bagian dari gerakan pembangunan berkelanjutan. Gibran misalnya, menggunakan ini ketika kampanye sebagai cawapres Prabowo Subianto. Dan strategi ini terbukti berhasil. Approval rating Jokowi yang mencapai angka 80 persen berkontribusi pada suara Prabowo dan Gibran di Pilpres 2024.

Apapun itu, harus diakui bahwa Jokowi telah sukses membangun trah politiknya. Persoalannya adalah apakah keluarga Jokowi bisa menjaga marwah politik itu agar berjalan dalam koridornya dan menghindarkan diri dari penyimpangan-penyimpangan. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.