HomeNalar PolitikMengapa Iran Tiba-tiba Ngamuk? 

Mengapa Iran Tiba-tiba Ngamuk? 

Dengarkan artikel ini yuk!

Setelah Amerika Serikat (AS) menyerang Yaman, Iran tiba-tiba menyerang Irak, Suriah, dan Pakistan. Mengapa aksi militer Iran tersebut bisa terjadi? Bagaimana logika politik di baliknya? 


PinterPolitik.com 

Pada bulan pertama tahun 2024 dunia dihadapkan kepada tensi geopolitik yang semakin mengkhawatirkan. Perang di Timur Tengah yang tadinya cukup bisa dibatasi melalui dalam antara Israel dan Palestina, kini telah meluas sehingga melibatkan dua negara yang sangat berpengaruh dalam geopolitik Timur Tengah, yakni Amerika Serikat (AS) dan Iran. 

Benar, tidak lama setelah AS dengan secara mengejutkannya melancarkan serangan ke Yaman pada 12 Januari 2024, Iran pun tiba-tiba saja melancarkan serangan misil ke tiga negara tetangganya sekaligus yakni Irak, Suriah, dan Pakistan pada 15 dan 16 Januari 2024. 

Aksi Iran tersebut spontan memantik rasa kekhawatiran yang besar dari para warganet sekaligus pengamat internasional. Jika kita melihat dinamika berita tentang geopolitik Timur Tengah, pun tidak sedikit yang melihat perkembangan terkini sebagai indikasi bahwa perang di sana kemungkinan akan semakin meluas dalam waktu yang dekat.  

Lebih mengkhawatirkannya lagi, pertempuran di sana kini secara langsung telah melibatkan dua negara berkekuatan nuklir (AS&Iran). Tentu, tidak berlebihan bila ada yang memandang tensi geopolitik di Timur Tengah saat ini sedang dalam masa yang kritis-kritisnya. 

Akan tetapi, salah satu hal utama yang jadi sorotan dalam dinamika ini adalah pertanyaan kenapa Iran bisa tiba-tiba terlihat ikut terlihat agresif. Sebagai sebuah negara yang secara de facto masih membutuhkan lebih banyak kekuatan untuk menyaingi AS dan Israel, aksi Iran secara sekilas terlihat dilakukan tanpa alasan dan sembrono. 

Lantas, mengapa Iran bisa tiba-tiba ‘ngamuk’? 

image 10

Politik ‘Show of Force’ Iran 

Untuk memahami manuver-manuver politik Iran di kawasan Timur Tengah, kita sebelumnya harus memahami terlebih dahulu tentang keterlibatan negara yang dipimpin oleh Ali Khamenei tersebut dalam konflik-konflik yang kini membara di sana. 

Baca juga :  Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Pertama, Iran adalah salah satu negara yang paling suportif terhadap kelompok-kelompok milisi di Palestina. Menurut beberapa klaim dari Badan Intelijen Pusat (CIA), kelompok milisi di Palestina mayoritas mendapatkan alat perangnya dari Iran. Tidak hanya itu, Iran juga diperkirakan memberi bantuan sebanyak kurang lebih US$100 juta setiap tahunnya ke kelompok milisi di Palestina.  

Kalau menurut Erik Skare, ilmuwan politik Center for International Studies, Iran menjadikan Palestina sebagai garda terdepan keamanannya terhadap Israel, sementara Palestina sangat bergantun kepada Iran sebagai negara sponsornya. Sebuah simbiosis mutualisme politik. 

Kedua, Iran juga merupakan negara yang tercatat sangat suportif kepada kelompok milisi Houthi di Yaman, kelompok yang selama beberapa tahun terakhir menjadi ‘duri’ bagi Arab Saudi dan AS di Semenanjung Arab. Menurut laporan Reuters, Iran tidak hanya memberi Houthi alat-alat perang tercanggihnya, tetapi juga disebut mengirimkan beberapa komandan militer mereka untuk membantu di sana. 

Lantas, bagaimana dua hal ini berkaitan dengan aksi militer Iran terkini? 

Well, menurut Hamidreza Azizi, ilmuwan politik di SWP Berlin, serangan yang dibekingi Israel dan AS ke dua ‘sekutu’ Iran tadi menjadi pemicunya, namun pemicu tersebut bukan dalam konteks persekutuan militer, melainkan lebih ke keperluan Iran menjaga harga dirinya. 

Azizi menyebutkan bahwa Iran selalu melihat dirinya sebagai aktor yang sangat berpengaruh di kawasan Timur Tengah, karena itu, mereka rela menjadi bekingan dari kelompok-kelompok yang agresif di sana. Namun, rentetan serangan yang kini ditunjukkan oleh musuh-musuh Iran terhadap rekan-rekan Iran mulai mencederai kredibilitas Iran sebagai pemain yang kuat.  

Keterlibatan langsung AS di Yaman menjadi salah satu pemicu kuatnya. Azizi menilai bahwa rekan-rekan Iran mulai melihat Iran sebagai ‘penjaga’ yang kredibilitasnya kini bisa dipertanyakan karena Iran pun mungkin tidak akan berani ‘unjuk gigi’ bila AS sudah terlibat langsung. 

Baca juga :  Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Namun, sepertinya Khamenei dan jenderal-jenderalnya tidak ingin citra tersebut muncul. Karena itu, Azizi menilai serangan yang dilakukan Iran tidak lain adalah upaya show of force atau penunjukkan kekuatan, bahwa Iran masih tetap menjadi pemain yang kuat di Timur Tengah dan bisa dipercaya oleh para rekan-rekannya. 

Akan tetapi,hal tersebut bukan jadi alasan satu-satunya mengapa Iran terlihat berani. 

image 11

Juga untuk Politik Internal Iran? 

Kembali mengutip pandangan Azizi, ia melihat bahwa kondisi internasional tidak menjadi satu-satunya pendorong aksi militer terbaru Iran. Ia juga melihat bahwa aksi ini sepertinya terjadi karena adanya keperluan politik domestik. 

Patut kita pahami bersama bahwa pada Maret 2024 Iran akan memiliki Pemilihan Legislatif (Pileg). Walaupun Pileg ini tidak berdampak langsung kepada perubahan kepemimpinan Iran di sana, pemilihan tersebut mampu menjadi awal dari rentetan perubahan arah politik di Iran yang belakangan sepertinya mulai muncul benih-benihnya. 

Salah satu indikasinya adalah kemunculan sosok mantan Presiden Iran, Hassan Rouhani, ia adalah politisi Iran yang membawa pandangan moderat dan belakangan mulai mendapat dukungan yang meningkat. Akan tetapi, berdasarkan keputusan Dewan Penjaga (Guardian Council) yang dikomandoi Khamenei, Rouhani akhirnya didiskualifikasi secara paksa. 

Karena adanya faktor politik domestik ini, Iran dinilai perlu memainkan narasi politik yang bisa menjustifikasi keberlanjutan status quo dalam negerinya. Hal ini lantas dinilai menjadi salah satu alasan tambahan kenapa Iran bertindak agresif. Mungkin, bagi para pengambil keputusan dan para politisi yang berkuasa di sana, narasi nasionalisme dan kegagahan militer bisa mendongkrak dukungan politik. 

Namun, pada akhirnya ini semua hanyalah interpretasi belaka. Yang jelas, kondisi politik Iran telah membuat dinamika konflik di Timur Tengah semakin sulit ditebak. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

More Stories

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?