HomeNalar PolitikMemahami Makna Perangai Luhut

Memahami Makna Perangai Luhut

Pemerhati politik dan pemerintahan di tanah air belakangan ini cenderung skeptis dengan nama Luhut Binsar Pandjaitan. Namun sebenarnya, terdapat tuah magis sang Jenderal yang dinilai bermakna signifikan bagi rakyat namun terhalang oleh derasnya kritik dan sentimen negatif.


PinterPolitik.com

Publik di linimasa media sosial sempat berlomba untuk menjadi yang paling kreatif mengkritik pernyataan dan kebijakan yang dinilai kontoversial dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Berbagai kutipan pernyataan Luhut saat pandemi Covid-19 ini, mulai dari virus Corona sulit masuk Indonesia, tarik ulur izin mudik, hingga perbandingan dengan data kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) seolah membuat publik geram. Hal ini juga dinilai memperkeruh situasi ketika pemerintah terlihat lamban menangani pandemi yang menciptakan multi effect terutama ada aspek ekonomi.

Tidak hanya publik, berbagai tokoh nasional juga turut memberikan kritik keras bertubi-tubi. Belakangan ada nama eks staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu serta politikus sekaligus ekonom ulung Faisal Basri, yang menyampaikan sentilan cukup menohok soal Luhut.

Bombardir kritik hingga cemooh yang tiada henti seakan membangun narasi bahwa Luhut seperti orang yang tertolak pada ruang moral publik Indonesia. Apalagi terjadi pula sentimen bahwa tidak ada satu pun opsi penilaian positif pun terhadap sosok Luhut.

Nyatanya, memang harus diakui bahwa terkadang selama ini persepsi yang hanya bersumber dari potongan pernyataan clickbait, dapat seketika publik maknai sebagai sesuatu keburukan atau bahkan imoralitas.

Bagamanapun, sepertinya publik butuh untuk sedikit meredakan mental ngegas serta tendensi negatifnya, terutama yang muncul tanpa pemahaman mendalam, mengenai sosok ataupun tindak tanduk pejabat publik.

Tentu bukan bertujuan untuk menurunkan moralitas serta kritik konstruktif kepada para pejabat di pemerintahan, tetapi lebih kepada memahami dengan pikiran yang jernih serta komprehensif dari berbagai sisi.

Hal itulah yang seyogianya perlu dilakukan untuk melihat lebih dalam bagaimana sosok Luhut sesungguhnya. Mengingat pula fakta bahwa ia adalah menteri paling senior saat ini yang telah turun ke gelanggang sejarah politik dan pemerintahan tanah air sejak Orde Lama pada usia yang masih sangat muda.

Berangkat dari situ, menarik untuk melihat bagaimana sesungguhnya motivasi seorang Luhut yang justru kemudian menjadi seorang tentara, hingga pada akhirnya kembali ke aktivitas politik dan pemerintahan, bahkan kemudian menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di republik ini.

Berdeterminasi Tinggi

Bagi sebagian besar orang, memasuki usia pensiun adalah saatnya untuk melepaskan diri dari rutinitas profesional untuk menghabiskan masa tua bersama keluarga serta orang-orang yang dicintai. Menepi di sebuah perhentian sebelum sebuah kepastian bernama kematian datang.

Namun hal itu tampaknya tidak ada dalam kamus seorang Luhut. Usianya yang sudah berkepala tujuh tidak membuatnya menepi dari hingar bingar politik dan pemerintahan. Padahal, Luhut dinilai telah memiliki segalanya yang orang lain impikan di usia tersebut dan bisa saja ia nikmati hingga akhir hayatnya.

Edward Deci dan Richard Ryan dalamSelf Determination and Intrinsic Motivation in Human Behaviour” menyatakan bahwa teori determinasi diri atau self determination theory menjelaskan motivasi yang membuat seseorang pro aktif untuk terus terlibat dalam sebuah progres interaksi.

Lebih lanjut, ada tiga kunci yang menentukan tingkat determinasi diri tersebut antara lain kompetensi (competence), koneksi (connection), dan kewenangan (autonomy). Dalam hal ini, penguasaan ketiga kunci tersebut sangat erat kaitannya dengan “jam terbang” seseorang pada lingkungan atau bidang yang dijalaninya.

Teori Deci dan Ryan tersebut tampaknya telah diaplikasikan dengan paripurna oleh seorang Luhut Pandjaitan. Determinasi diri yang ia miliki memenuhi segala kriteria, tidak hanya sebagai sosok yang sarat pengalaman, namun juga aktif pada lingkungan dan situasi dengan isu-isu high politics. Bahkan hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa torehan pengalamannya dalam politik dan pemerintahan bangsa akan berhenti.

Ditakdirkan untuk terlahir dua tahun setelah bangsa merdeka, Luhut muda mengalami dan terlibat dalam masa transisi politik besar Indonesia yang sangat fluktuatif kala itu. Pada medio Januari 1966, Luhut remaja telah aktif melakukan aksi politik saat mendukung Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) kepada Presiden Soekarno. Kala itu, Luhut muda berorasi sebagai presidium Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) Bandung.

Garis tangan kemudian membawanya ke Lembah Tidar untuk ditempa di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Merengkuh gelar lulusan terbaik Adhi Makayasa pada 1970, ia kemudian mengabdi sebagai seorang Perwira di satuan elit Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) atau saat ini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Ia kemudian dipercaya oleh Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI Letnan Jenderal L.B. Moerdani, untuk membentuk dan memimpin satuan anti teror pertama Indonesia yang saat ini bernama Sat-81 Kopassus. Satuan ini merupakan top tier pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang komparasi nya bahkan setara Special Air Service (SAS) milik Britania Raya.

Karirnya di ABRI terus meroket hingga menyandang deretan bintang di pundaknya. Akan tetapi, kemudian muncul turbulensi di internal organisasi yang membuat karirnya sedikit tersendat hingga masa purna bakti.

Kiprahnya di pemerintahan berawal ketika Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie mempercayakan kursi duta besar di Singapura kepadanya. Bak pelaut ulung, ia terus dipercaya mengarungi ganasnya politik dan pemerintahan dengan menjadi Menteri Perindustrian di era Presiden Abdurrahman Wahid hingga beragam posisi strategis level atas saat pemerintahan Jokowi.

Pengalaman serta torehan mentereng Luhut yang telah aktif memainkan berbagai perannya di seluruh era kepresidenan Indonesia tentu berasal dari motivasi dirinya yang kuat. Hal ini membuat Luhut memiliki determinasi diri tinggi untuk terus konsisten beradaptasi serta berkontribusi dalam pasang surut karir profesional yang ia geluti tersebut, bahkan hingga kini.

Perspektif kontroversial mengenai Luhut belakangan ini nampaknya harus kita singkirkan sejenak. Ada posibilitas positif, berdasarkan pengalaman determinasi tinggi yang direfleksikan melalui pernyataan dan kebijakannya yang mungkin saja tidak terlihat oleh kebanyakan publik. Benarkah demikian?

Seorang Visioner

Dalam publikasi berjudul “Visionary Leadership: A Proven Pathway to Visionary Change” karya William Inhenfeldt, seorang visioner dikatakan memiliki kemampuan berpikir dan melihat potensi yang  mungkin tidak semua orang lihat. Karakteristiknya, dapat terlihat pada sikap berani mengambil risiko atau risk taking serta kepercayaan diri yang tinggi atau confidence.

Selama Covid-19 ini Luhut jamak dinilai oleh publik sebagai sosok yang banyak mengambil kebijakan kontraproduktif. Tetapi, merujuk pada kutipan dari Inhenfeldt di atas, ada kemungkinan bahwa publik tidak melihat dan menilai secara utuh apa yang seorang Luhut sedang berusaha capai sesungguhnya.

Pertama, sebagai seorang berlatar belakang pasukan khusus anti teror yang berpadu dengan pengalaman politik, dinilai membuatnya memiliki sikap berani untuk mengambil risiko lebih demi selesainya sebuah misi atau sebuah persoalan secara sukses.

Hal tersebut paling tidak tercermin pada tiga kebijakannya selama Covid-19 yang dinilai minor namun di sisi lain dapat terlihat visioner. Kebijakan tersebut antara lain memperbolehkan ojek online (ojol) mengangkut penumpang, tetap membuka akses fasilitas transportasi, hingga rencana menggaet turis dari Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang dalam waktu dekat.

Luhut sesungguhnya tidak ingin pendapatan ojol di luar daerah yang tidak menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berkurang drastis atau bahkan nihil sama sekali. Lalu, tetap dibukanya fasilitas transportasi juga diharapkan agar tidak mematikan mobilitas masyarakat sepenuhnya serta tidak merugikan penyedia jasa transportasi, yang tentu diterapkan dengan mekanisme protokol kesehatan.

Sementara rencana menggaet turis asing di tengah pandemi yang belum berakhir ini bertujuan untuk memberikan secercah harapan bagi 18 juta pekerja industri pariwisata yang belakangan “mati suri”. Hal ini juga sangat mungkin berjalan dengan baik kala berlandaskan protokol kesehatan yang ada.

Lalu, dari sisi kepercayaan diri, Luhut adalah sedikit dari tokoh nasional yang pantang menarik kata-katanya atau melakukan klarifikasi atas apa yang telah ia sampaikan. Hal ini tentu kontras dengan apa yang banyak dilakukan koleganya yang lain.

Rangkaian tersebut paling tidak akan memperkaya perspektif publik untuk memahami seorang Luhut Binsar Pandjaitan lebih dalam. Kritik membangun terhadap kekeliruan harus tetap dijunjung tinggi, namun tentu dengan dilandasi rasa saling menghormati. (J61)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Gibran, Wapres Paling Meme?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?