HomeNalar Politik“Komedi” Zelensky Di Tengah Tragedi

“Komedi” Zelensky Di Tengah Tragedi

Beredar video palsu yang memperlihatkan Kota Paris diserang. Belakangan diketahui pemerintah Ukraina bertanggungjawab atas penyebaran video tersebut. Banyak yang menilai ini bagian dari upaya menghadirkan kenangan buruk runtuhnya Paris saat Perang Dunia II. Lantas, apakah ini upaya Zelensky menghadirkan “komedi” di tengah tragedi?


PinterPolitik.com

Baru-baru ini tersebar video kota Paris dibombardir oleh sekelompok pesawat tempur, yang disinyalir adalah bagian dari squadron militer udara Rusia. Menara Eiffel dikelilingi asap dan api karena tembakan, gedung di sekitar kota Paris luluh lantak, serta korban sipil berlarian juga terekam oleh  video.

Setelah video serangan mendapat perhatian publik, diketahui belakangan bahwa itu adalah sebuah video rekayasa. Dan karena diketahui video itu palsu, beberapa pihak turut menyayangkan penyebar video itu.

Dengan dalih itu merupakan bentuk simulasi jika perang akan merambat ke seluruh Eropa, pemerintah Ukraina  mengaku sebagai pihak yang bertanggungjawab sebagai pembuat dan penyebar video tersebut.

Video yang berdurasi 45 detik, dimaksudkan sebagai pesan untuk NATO (North Atlantic Treaty Organization), di mana menunjukkan kota di Eropa Barat dibom dan mendesak NATO  untuk menutup langit di atas Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mengajak untuk membayangkan serangan seperti itu jatuh di ibu kota negara Eropa lainnya. Oleh karenanya, ia meminta untuk segera tutup wilayah udara Ukraina, atau memberikan  bantuan pesawat tempur. “Jika negara kami runtuh, negara Anda juga akan runtuh,” ungkapnya.

Diketahui, selama berhari-hari Zelensky meminta para pemimpin Barat untuk memberlakukan zona larangan terbang. Pekan lalu, ia mengulangi desakan itu ketika menggambarkan dalam sebuah video bagaimana delapan rudal Rusia menghancurkan sebuah bandara di Vinnytsia, Ukraina.

Komentar Zelensky ini beralasan jika melihat NATO terkesan lambat dalam menyikapi eskalasi yang terjadi di Ukraina. NATO masih mempertimbangkan keputusan untuk menerapkan zona larangan terbang. Menurut Zelensky, kelambanan itu secara efektif memberi Rusia kesempatan untuk terus menyerang Ukraina.

Apa yang dilakukan Ukraina dengan cara menyebarkan video penyerangan kota Paris, dapat dikategorisasikan sebagai bentuk perang yang menjadikan visualisasi sebagai komoditas propaganda. Tujuannya adalah menarik perhatian pemerintah dan masyarakat Eropa.

Konsep ini bukan sesuatu yang baru. Menampilkan seni visualisasi akan gambaran perang merupakan cara untuk memanggil kembali ingatan orang-orang terhadap kejamnya perang. Bentuk visual melalui video merupakan katalisator yang paling efektif dalam mengirimkan pesan-pesan tertentu.

Lantas, bagaimana melihat konsep seni visualisasi ini dalam kerangka perang dan juga politik?

infografis blank new watermark

Meraba Perang Visual

Penyampaian informasi melalui visual dianggap paling efektif. Apalagi digunakan dalam konteks perang, di mana seni visualisasi dijadikan komoditas politik untuk  agitasi dan propaganda. Di sinilah seni dan perang punya ikatan sejarah yang holistik dan menarik disimak.

Baca juga :  Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Darma Ismayanto dalam tulisannya Antara Estetika dan Propaganda, mengatakan, bahwa dikarenakan mudah diproduksi dan murah, seni visual atau grafis menjadi pilihan untuk berkarya dan menyampaikan pesan.

Bahkan seni visual dalam politik dapat dilacak jauh di era Kekaisaran Persia. Kekaisaran Persia Pertama didirikan oleh Koresh Agung atau Cyrus the Great sekitar 550 SM. Kekaisaran ini berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah yang wilayahnya membentang dari Semenanjung Balkan di Barat hingga Lembah Indus di Timur.

Bangsa Persia juga dikenal akan penciptaan karya seni mereka yang luar biasa. Berbagai kesenian dan kebudayaan yang berkembang adalah seni ukir, pengolahan logam, tenun, dan arsitektur. Dan di masa kejayaan Kaisar Darius, seni visual untuk propaganda mulai dilakukan olehnya.

Darius membuat ukiran patung dengan pose bersiap memanah, yang ditempatkan di setiap sudut keramaian kota. Propaganda ini berhasil, sejak itu masyarakat Persia tidak hanya mengenal nama Darius, tapi juga mengenal wajahnya melalui visualisasi patung.

Kemudian berkembang pula strategi seni visualisasi ini di Romawi. Tercatat, Kaisar Romawi  pertama yang menggunakan seni visualisasi ini adalah Julis Cesar, yang menampilkan wajah dirinya di tengah koin Romawi agar dikenal oleh masyarakat Romawi yang tersebar di wilayah yang sangat luas.

Jika ditarik dalam konteks Ukraina, seni visual digunakan oleh Zelensky untuk menampilkan penderitaan Ukraina yang saat ini diserang Rusia. Kemampuan ini tidak perlu diragukan. Dengan latar belakang komedian, Zelensky tidak asing dengan teknik-teknis seni panggung yang juga merupakan bagian dari seni visual.

Oleh karena itu, tidak berlebihan jika strategi Zelensky ini dapat dikategorikan sebagai  bagian dari The Art of Visualization War, di mana seni visual menjadi komoditas maupun strategi dalam upaya memenangkan sebuah perang.

Richard Godfrey dan  Simon Lilley dalam tulisan Visual Consumption, Collective Memory and The Representation of War, memberikan rumusan teoritis tentang bagaimana konsumsi publik tentang visualisasi mampu menghadirkan ingatan kolektif tentang sejarah pilu perang.

Menurut Godfrey dan Lilley, mengkonsumsi gambar visual tentang sebuah perang akan mempengaruhi penilaian individu kita secara etis. Kepekaan etis manusia diproduksi melalui tontonan akan penderitaan yang dimungkinkan untuk termediasi melalui visualisasi.

Kemudian dengan meminjam teori memori kolektif dari Maurice Halbwachs, Godfrey dan Lilley menggambarkan bahwa meski kepekaan etis hanya berlangsung pada individu yang pernah terdampak dengan sebuah peristiwa di masa lampau, tapi secara perlahan, dikarenakan arus informasi dan media yang saat ini tidak terbatas akan mempengaruhi generasi yang sebenarnya tidak punya ikatan sejarah.

Baca juga :  Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Dengan kata lain, generasi sekarang yang memiliki rentang waktu yang jauh seolah mempunyai ingatan kolektif akan sebuah penderitaan melalui jaringan komunikasi dan simbol-simbol sosial.

Jean Baudrillard dalam bukunya The Illusion of the End, mengilustrasikan tentang hubungan antara sejarah dan media. Disebutkan, realitas dalam media adalah realitas semu di mana suatu kebenaran dimanipulasi agar masyarakat mengikuti dan mengkonsumsinya.

Terlebih kita sekarang berada di era realitas komunikasi digambarkan sebagai sebuah sejarah yang cenderung mengabaikan kebenaran dan fakta. Realitas dan kebenaran adalah sebuah persepsi yang terikat pada perspektif dan interpretasi personal.

Kondisi ini yang membuat perang seni visualisasi menjadi cara yang efektif. Terlebih lagi dalam konteks penyerangan Paris, masyarakat eropa punya ingatan kolektif yang begitu mendalam akan kehancuran Paris saat Perang Dunia II.

Lantas, seperti apa menakar strategi visual melalui video serangan Paris ini? Apakah mampu  mengingatkan kembali penderitaan dan kekhawatiran masyarakat terhadap  Perang Dunia II?

ada apa zalensky

Hadirkan Memori Kejatuhan Paris

Meminjam konsep metaforis Dante Alighieri dalam karangannya La Divina Comedia, dalam kehidupan yang penuh dengan “komedi”, sering kali berujung pada sebuah “tragedi”.

Komedi merupakan seni pertunjukan yang merupakan antitesis dari seni tragedi. Jika komedi menawarkan konsep keceriaan dan sentimen humor, maka tragedi menawarkan penderitaan dan akhir cerita yang tragis.

Tidak diragukan lagi, Zelensky sebagai mantan komedian profesional, memahami betul efektivitas sebuah visualisasi dibandingkan hanya menarasikan pidato. Maka tidak jarang ia juga menggunakan visualisasi melalui vlog untuk menyampaikan pesan politiknya.

Dalam kasus video penyerangan Paris, Zelensky menghadirkan kembali peristiwa bersejarah yang abadi dalam memori kolektif masyarakat Eropa. Jatuhnya Paris pada Perang Dunia II diperingati sebagai momen kekalahan tragis dari Nazi Jerman.

Berdasarkan catatan dari arsip propaganda Jerman yang dirilis oleh Calvin University, kejatuhan Dunkirk pada 5 Juni 1940 merupakan bencana besar bagi Prancis, dikarenakan peristiwa itu kemudian membuat Hitler mengerahkan 10 divisi panzernya dengan 133 divisi infantri ke selatan, ke arah Paris.

Kecemasan pun timbul di pusat kota Paris, dikarenakan jumlah prajurit yang sangat sedikit di kota itu. Meskipun beberapa bagian Perancis memberikan perlawanan, tetapi panzer Jerman tak tertahankan. Tanggal 10 Juni, pemerintahan Perancis meninggalkan Paris. Empat hari kemudian Paris jatuh tanpa perlawanan.

Kendati efektif, menghadirkan kembali visualisasi kejatuhan Paris melalui video propaganda dapat menjadi backlash karena tindakan Zelensky dapat membuatnya dikecam karena hanya memberikan rasa takut.

Pilihan tema video serangan Paris ini dapat menjadi jurang menuju tragedi. Sebuah tragedi di mana simpati masyarakat Eropa mungkin akan berkurang untuknya. (I76)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

More Stories

Ganjar Punya Pasukan Spartan?

“Kenapa nama Spartan? Kita pakai karena kata Spartan lebih bertenaga daripada relawan, tak kenal henti pada loyalitas pada kesetiaan, yakin penuh percaya diri,” –...

Eks-Gerindra Pakai Siasat Mourinho?

“Nah, apa jadinya kalau Gerindra masuk sebagai penentu kebijakan. Sedang jiwa saya yang bagian dari masyarakat selalu bersuara apa yang jadi masalah di masyarakat,”...

PDIP Setengah Hati Maafkan PSI?

“Sudah pasti diterima karena kita sebagai sesama anak bangsa tentu latihan pertama, berterima kasih, latihan kedua, meminta maaf. Kalau itu dilaksanakan, ya pasti oke,”...