HomeNalar PolitikAnies dan Heroisme 22 Mei

Anies dan Heroisme 22 Mei

Gubernur DKI Anies Baswedan melakukan berbagai respons terkait dengan kerusuhan 22 Mei 2019. Tindakan-tindakannya ini bisa memiliki dampak dan makna khusus secara politik.


Pinterpolitik.com

Anies di mana?” Begitu pertanyaan para netizen kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika kerusuhan 21 dan 22 Mei pertama kali meletus di Jakarta. Sebagai orang nomor satu di ibu kota, Anies dianggap perlu bertanggung jawab dan melakukan tindakan khusus terhadap peristiwa tersebut.

Kini, pertanyaan para netizen tersebut telah terjawab. Anies telah kembali muncul di muka publik dan segera melakukan berbagai respons terkait dengan kerusuhan tersebut. Ia turun langsung ke lokasi kerusuhan dan juga meninjau kondisi korban.

Tak hanya itu, ia juga sempat melontarkan pernyataan spesifik terkait dengan peristiwa itu. Menurutnya, Jakarta dalam keadaan baik-baik saja meski ada wilayah yang terjadi konflik dan kekerasan. Ia menggambarkan bahwa aktivitas warga relatif normal meski tengah terjadi aksi massa.

Terilhat bahwa Anies seperti memiliki panggung kembali melalui kerusuhan pasca Pilpres 2019. Tak hanya  sekadar menjawab pertanyaan netizen, ia juga melakukan langkah-langkah spesifik dalam merespons kondisi pasca kerusuhan. Lalu, seperti apa mencuatnya nama Anies pasca kerusuhan ini dapat dimaknai?

Anies Bergerak

Saat pertama kali kerusuhan muncul di tanggal 21 Mei, banyak orang yang mempertanyakan keberadaan Anies di tengah kondisi Jakarta yang tak menentu saat diserang konflik. Kala itu, Anies diketahui memang sempat melakukan kunjungan ke Jepang.

Anies cepat bergerak ketika kembali di Indonesia untuk menanggapi berbagai kondisi konflik yang tengah terjadi. Salah satu langkah paling awal yang ia lakukan adalah dengan melakukan kunjungan ke rumah  sakit tempat para korban kerusuhan dirawat.

Mantan rektor Universitas Paramadina itu juga kemudian dengan segera mengumumkan jumlah korban meninggal saat itu yang disebutnya mencapai 6 orang. Pengumuman oleh Anies ini dilakukan lebih dahulu ketimbang pihak berotoritas lain seperti kepolisian.

Anies juga melakukan tinjauan langsung ke titik-titik terjadinya kerusuhan. Melalui peninjauan lokasi tersebut, Anies dapat menyimpulkan bahwa kondisi yang terjadi di Jakarta saat ini tidak sama dengan kondisi yang terjadi saat kerusuhan Mei 1998.

Langkah pengumuman jumlah korban tampaknya terus dilakukan oleh Anies seiring dengan pertambahan jumlah korban. Saat jumlah korban meninggal telah mencapai 8 orang, Anies pulalah yang cepat-cepat memperbarui kabar tersebut alih-alih otoritas lain.

Tak hanya itu, ada sebuah potret khusus di mana ia menunjukkan diri punya cara khusus untuk merespons kerusuhan di wilayah yang ia pimpin. Mantan Mendikbud itu misalnya ikut mengangkat keranda jenazah salah satu korban meninggal akibat kerusuhan.

Baca juga :  Anies Comeback, Timnas Reuni di Jakarta?

Sebenarnya, jauh sebelum kerusuhan benar-benar terjadi, Anies sudah terlebih dahulu menyiapkan langkah penanganan. Ia misalnya menginstruksikan agar Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta untuk menggratiskan biaya rumah sakit bagi para massa aksi di KPU dan Bawaslu.

Janji tersebut ia coba penuhi manakala korban benar-benar jatuh di peristiwa kerusuhan tersebut. Menurutnya, semua korban berhak mendapatkan bantuan kesehatan yang memadai terlepas apakah korban tersebut warga Jakarta atau bukan.

Tindak Kepahlawanan

Melalui berbagai gerak-geriknya kepada para korban, Anies seperti tengah menegaskan keberpihakannya kepada mereka. Dalam kadar tertentu, ia bisa dicitrakan sebagai pahlawan melalui berbagai tindakannya yang menunjukkan sikap simpati kepada korban.

Pandangan tentang sikap kepahlawanan atau heroisme dalam politik ini diungkapkan misalnya oleh Amy Fried dalam tulisannya Is Political Action Heroic?: Heroism and American Political Culture. Ia menggambarkan bahwa heroisme ini kerap digunakan oleh para pemimpin politik untuk meningkatkan popularitas, memberikan pengaruh, memenangkan suatu pemilihan, atau mendorong serangkaian nilai dan juga kebijakan.

Tindak kepahlawanan atau heroisme sendiri tergolong tidak bisa memiliki ukuran khusus dan cenderung normatif. Tak adanya ukuran khusus ini justru menurut Fried membuat narasi ini menjadi sesuatu yang memberikan peluang dan dalam kadar tertentu keuntungan.

Berbagai kriteria bisa dimasukkan ke dalam tindak kepahlawanan ini. Hal-hal seperti keadilan, kebaikan, hingga keberanian dapat dikategorikan ke dalam tindakan heroik. Yang jelas, apapun yang menjadi bentuk tindakannnya, heroisme tetap memberikan keunggulan kepada siapapun yang menggunakan narasi ini.

Tindakan Anies pada kerusuhan 21 dan 22 Mei ini dalam kadar tertentu dapat dianggap sebagai sebuah tindakan heroik. Meski bukan tindakan bak pahlawan super di layar bioskop, sikap baik dan keberpihakan Anies bisa saja membuat ia tergambar sebagai pahlawan. Sebagai konsekuensinya, ia bisa saja menikmati keuntungan khusus seperti popularitas dan pengaruh seperti yang digambarkan Fried.

Menunjukkan Keberpihakan

Merujuk pada kondisi tersebut, terlihat bahwa Anies seperti tengah menciptakan panggungnya sendiri dari kerusuhan 21 dan 22 Mei. Ia tampil dengan berbagai pernyataan yang menunjukkan keberpihakannya kepada korban dari kerusuhan tersebut.

Langkah untuk menjenguk dan mengantar jenazah korban menjadi salah satu bentuk nyata dari bentuk keberpihakan dalam langkah heroik Anies. Terlebih, Anies juga jadi pihak paling awal yang memberi kabar tentang jumlah korban, alih-alih kepolisian yang lazimnya merilis data ini dalam berbagai peristiwa.

Baca juga :  Di Balik Tearful Speech Puan dan Arah Politik PDIP

Memang, belakangan Anies menyatakan bahwa siapapun yang berniat merusuh, akan berhadapan dengan pihaknya. Meski begitu, pernyataan Anies sebelumnya justru malah mengimbau aparat untuk bertindak tak berlebihan, alih-alih meminta para peserta aksi tidak berbuat kerusuhan.

Secara spesifik, panggung yang dimaksud bisa saja adalah panggung untuk menunjukkan komitmennya kepada kubu Prabowo. Dengan menunjukkan kepedulian kepada para korban yang dianggap sebagai pendukung Prabowo, Anies seperti tengah menunjukkan keberpihakannya dalam konteks politik nasional.

Tak hanya itu, Anies juga mengambil langkah yang berseberangan dengan pihak-pihak otoritas atau pemerintah lainnya. Di saat pemerintahan Jokowi menyatakan bahwa mereka mengecam tindakan-tindakan para perusuh, Anies justru tak menggunakan narasi yang serupa. Narasi yang ia gunakan justru memiliki kemiripan dengan pihak yang tak punya otoritas resmi, yaitu Prabowo.

Pernyataan resmi pemerintah memang tergolong berjarak dengan pernyataan-pernyataan Anies. Ketika presiden Jokowi menyatakan tak akan memberi ruang kepada perusuh, Anies sebagai pimpinan eksekutif di tingkat daerah, justru tak langsung menunjukkan sikap serupa.

Tindakan ATindakan Anies pasca konflik dapat membuatnya tampil bak pahlawan di mata pendukung Prabowo. Share on X

Seperti disebutkan sebelumnya, Anies pada awalnya justru meminta aparat untuk bersikap sesuai prosedur alih-alih meminta mereka bersikap tegas. Tindakan ini memiliki kemiripan dengan imbauan Prabowo saat menyatakan sikapnya terkait dengan kerusuhan 22 Mei.

Oleh karena itu, sikap kepahlawanan atau heroisme yang dilakukan Anies bisa saja meningkatkan citranya di hadapan Prabowo dan juga para pendukungnya. Dalam kadar tertentu, hal ini bisa diartikan sebagai peneguhan komitmennya kepada Prabowo. Kondisi ini bisa menjadi penentangan kepada banyak kepala daerah lain yang disinyalir mendekat ke Jokowi, salah satunya melalui Forum Bogor beberapa waktu lalu.

Pada akhirnya, peristiwa sebesar kerusuhan 22 Mei lalu memang membutuhkan respons dari pejabat setingkat gubernur. Tindakan Anies memang bisa saja dianggap sebagai caranya untuk tampil bak pahlawan yang bisa memiliki makna dan dampak secara politik.

Terlepas dari hal itu, tentu semua berharap Anies dan aparat bisa menyelesaikan berbagai kondisi pasca kerusuhan agar warga ibukota dapat menjalankan aktivitas tanpa rasa waswas. Segala langkah Anies untuk menenangkan warga, terlepas dari konsekuensi politiknya, tetap saja bisa diapresiasi. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Mungkinkah PDIP Jerumuskan Anies di Jakarta?

Sinyal dukungan PDIP kepada Anies Baswedan untuk berlaga di Pilkada Jakarta 2024 terus menguat. Namun, selain dinilai karena kepentingan pragmatis dan irisan kepentingan sementara belaka, terdapat interpretasi lain yang kiranya wajib diwaspadai oleh Anies dan entitas yang benar-benar mendukungnya.

Anies, Petarung Pilihan Mega Lawan Jokowi? 

Anies Baswedan sepertinya jatuh dalam bidikan PDIP untuk menjadi Cagub dalam Pilgub Jakarta. Mungkinkah Anies jadi pilihan yang tepat? 

Ahmad Luthfi, Perang Psikologis PDIP di Jateng?

Meski masih aktif, relevansi Kapolda Jateng Irjen Pol. Ahmad Luthfi untuk menjadi calon gubernur Jawa Tengah terus meningkat setelah PAN sepakat mengusungnya. Aktor politik alternatif tampaknya memang sedang mendapat angin untuk merebut Jawa Tengah di ajang non-legislatif dari PDIP dengan operasi politik tertentu. Benarkah demikian?

Bahaya IKN Mengintai Prabowo?

Realisasi investasi di proyek IKN hanya menyentuh angka Rp47,5 triliun dari target Rp100 triliun yang ditetapkan pemerintah.

Saatnya Sandiaga Comeback ke DKI?

Nama Sandiaga Uno kembali muncul dalam bursa Pilkada DKI Jakarta 2024. Diusulkan oleh PAN, apakah ini saatnya Sandiaga comeback ke DKI?

Israel Kalah di Medsos, Kesalahan Mossad? 

Di media sosial, gerakan pro-Palestina secara statistik lebih masif dibanding pro-Israel. Padahal, Israel sering disebut sebagai ahli memainkan narasi di dunia maya. Mengapa ini bisa terjadi? 

Rahasia Besar Jatah Tambang NU-Muhammadiyah?

Konsesi pengelolaan lahan tambang yang diberikan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan mendapat kritik tajam karena dinilai memiliki tendensi beraroma politis. Terlebih yang mengarah pada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Namun, terdapat satu interpretasi lain yang kiranya menjadi justifikasi konstruktif di balik alokasi aspek sosioekonomi itu. PinterPolitik.com

Jokowi Endgame: Mengapa Banyak Kontroversi di Akhir Jabatan?

Presiden Jokowi kini didera berbagai macam kontroversial. Mulai dari revisi UU TNI dan Polri, revisi UU Penyiaran, persoalan penurunan usia calon gubernur yang dilakukan oleh MA, hingga soal Tabungan Peruamahan Rakyat (Tapera) dan lain sebagainya.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...