HomeHeadlineBahaya IKN Mengintai Prabowo?

Bahaya IKN Mengintai Prabowo?

Kecil Besar

Realisasi investasi di proyek IKN hanya menyentuh angka Rp47,5 triliun dari target Rp100 triliun yang ditetapkan pemerintah. Banyak yang menduga hal inilah yang membuat Kepala Otorita dan Wakil Kepala Otorita IKN mengundurkan diri karena dianggap seret dalam mendatangkan investasi. Benarkah demikian? Lalu akankah proyek IKN justru menjadi bahaya bagi pemerintahan Prabowo-Gibran nanti?

PinterPolitik.com

Proyek Ibu Kota Negara (IKN) merupakan salah satu program ambisius yang menjadi salah satu program utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tujuan memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Proyek ini bertujuan mengatasi permasalahan overpopulasi dan kemacetan di Jakarta, serta mendorong pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia. Dengan model pembangunan yang melibatkan investasi dari pihak swasta, proyek ini diharapkan menjadi magnet bagi investor, sehingga ujung akhirnya tak banyak membebani anggaran negara.

Namun, hingga saat ini, dari target investasi sebesar Rp100 triliun, realisasi investasi hanya mencapai Rp47,5 triliun. Masalah ini sempat menimbulkan kebingungan di kalangan investor, apalagi pasca pengunduran diri Kepala Otorita IKN Bambang Susantono dan Wakil Kepala Otorita IKN Dhony Rahajoe secara bersamaan.

IKN diproyeksikan akan menghabiskan dana hingga Rp466 triliun. Tentu dengan kondisi realisasi investasi yang rendah, pertanyaannya adalah akan seperti apa nasib pembangunan proyek yang menjadi legacy dari Presiden Jokowi ini?

Pasalnya, jika masalah kekurangan pendanaan ini tak ditangani dengan baik, maka hal ini akan menjadi tantangan besar bagi Prabowo Subianto saat menjabat sebagai presiden selanjutnya nanti. Seberapa buruk?

Warisan Kebijakan Jokowi

Untuk memahami bagaimana seretnya investasi IKN dapat berdampak buruk bagi pemerintahan Prabowo, kita bisa merujuk pada teori warisan kebijakan atau policy legacy. Menurut teori ini, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya dapat memberikan dampak signifikan terhadap keberhasilan atau kegagalan pemerintahan berikutnya.

Terkait beban fiskal dan ekonomi misalnya, James L. Sundquist dalam bukunya The Decline and Resurgence of Congress menyebutkan bahwa warisan kebijakan seringkali berupa beban fiskal yang harus ditanggung oleh pemerintahan baru. Dalam konteks IKN, kekurangan pendanaan tentu akan menjadi beban fiskal yang signifikan bagi pemerintahan Prabowo.

Baca juga :  BUMN Join Danantara, “Erick Tersingkir”?

Kelak Prabowo harus mencari cara untuk menutupi kekurangan ini, baik melalui peningkatan penerimaan negara, pemotongan anggaran di sektor lain, atau penarikan utang baru. Semua opsi ini memiliki implikasi yang tidak mudah dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi negara.

Poin berikutnya adalah soal tekanan politik. Dalam bukunya Politics and Policy Implementation, Paul Sabatier mengemukakan bahwa warisan kebijakan sering kali membawa tekanan politik bagi pemerintahan baru. Prabowo akan menghadapi tekanan politik yang besar untuk menyelesaikan proyek IKN. Jika gagal, ia akan dikritik oleh oposisi dan masyarakat, yang bisa mempengaruhi stabilitas politik dan dukungan publik terhadap pemerintahannya. Keberlanjutan proyek IKN akan menjadi isu utama yang harus dihadapi oleh Prabowo.

Hal yang juga penting adalah bahwa Prabowo memiliki program makan siang gratis sebagai salah satu unggulan kampanyenya. Namun, dengan adanya beban pembiayaan IKN, kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk program-program sosial lainnya seperti makan siang gratis ini mungkin akan terpengaruh.

Deborah Stone dalam Policy Paradox: The Art of Political Decision Making menyebutkan bahwa prioritas kebijakan sering kali harus disesuaikan dengan kondisi keuangan dan politik. Dalam hal ini, Prabowo mungkin harus menyesuaikan atau bahkan mengurangi anggaran untuk program makan siang gratis guna memenuhi kebutuhan pendanaan IKN.

Berefek Negatif?

Persoalan pendanaan dan investasi ini memang akan berujung pada pembangunan infrastruktur IKN yang mungkin terhambat. Ini bisa menyebabkan penundaan proyek yang akhirnya meningkatkan biaya keseluruhan. Kelak, pemerintahan Prabowo harus mencari cara untuk menyelesaikan proyek ini dengan sumber daya yang terbatas, yang bisa mempengaruhi kualitas dan keberlanjutan proyek.

Selain itu, beban fiskal dari proyek IKN bisa memaksa pemerintahan Prabowo untuk mengurangi anggaran di sektor lain, termasuk program-program sosial yang telah dijanjikan selama kampanye. Ini bisa berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat dan mengurangi popularitas pemerintah.

Dengan demikian, ketidakpastian mengenai investasi IKN dapat mempengaruhi kepercayaan investor, baik domestik maupun internasional. Kenneth Rogoff dalam This Time is Different: Eight Centuries of Financial Folly menyebutkan bahwa kepercayaan investor adalah kunci untuk stabilitas ekonomi. Jika investor tidak yakin dengan kemampuan pemerintah menyelesaikan proyek besar seperti IKN, ini bisa berdampak negatif pada investasi secara keseluruhan di Indonesia.

Baca juga :  Siasat Ahok "Bongkar" Korupsi Pertamina

Berdasarkan analisis-analisis tersebut, Prabowo memang perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Opsi pertama adalah merevisi rencana pembiayaan pemerintahan. Prabowo harus segera merevisi rencana pembiayaan proyek IKN.

Mantan Wakil Presiden, sekaligus Guru Besar Ekonomi, Profesor Boediono dalam bukunya Ekonomi Indonesia: Dalam Lintasan Sejarah, menyebutkan bahwa pemerintah bisa mencari sumber pendanaan alternatif seperti obligasi pemerintah atau pinjaman multilateral. Selain itu, Prabowo juga bisa menjajaki kerjasama internasional untuk mendapatkan dukungan finansial.

Poin kedua adalah meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana sangat penting untuk mendapatkan kepercayaan publik dan investor. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap dana yang diinvestasikan digunakan secara efisien dan sesuai dengan rencana.

Poin ketiga adalah melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan. Pemerintahan Prabowo perlu terus mengevaluasi kemajuan proyek IKN dan melakukan penyesuaian kebijakan jika diperlukan. Selain itu, perlu dilakukan konsolidasi politik untuk menghadapi tekanan politik. Prabowo harus membangun koalisi yang kuat dan solid di parlemen.

Dukungan dari partai politik dan kelompok masyarakat akan sangat penting untuk melewati masa-masa sulit dan mendapatkan legitimasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan pandangan Paul Sabatier yang menekankan pentingnya dukungan politik dalam implementasi kebijakan.

Dengan demikian, jika mampu melakukan langkah-langkah politik dan ekonomi ini, Prabowo dapat menghindarkan pemerintahannya dari bahaya defisit anggaran jika proyek ini tetap kekurangan investor di kemudian hari.

Bagaimanapun juga, kemampuan seorang pemimpin untuk mengelola warisan kebijakan dan mengatasi tantangan yang muncul adalah indikator utama keberhasilan pemerintahannya. Oleh karena itu, Prabowo harus menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas untuk menghadapi bahaya IKN yang mengintai dan memastikan keberhasilan proyek ini serta program-program lainnya yang diusungnya.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos “Hantu Dwifungsi”, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

More Stories

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Apocalypse Now Prabowo: Sritex dan Tritum Konfusianisme

Badai PHK menghantui Indonesia. Setelah Sritex menutup pabriknya dan menyebabkan 10 ribu lebih pekerja kehilangan pekerjaan, ada lagi Yamaha yang disebut akan menutup pabrik piano yang tentu saja akan menyebabkan gelombang pengangguran.