HomeNalar PolitikBjorka: Pahlawan Rakyat, Musuh Jokowi?

Bjorka: Pahlawan Rakyat, Musuh Jokowi?

Kemunculan Bjorka menuai banyak reaksi positif dari warganet Indonesia. Setelah muncul di jagat Twitter dengan nama akun @bjorkanism, Bjorka seakan menunjukkan gelagat bahwa dirinya membawa kepentingan politik.


PinterPolitik.com

Kebocoran data SIM Card telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) diserbu habis-habisan oleh warganet Indonesia karena telah lalai dalam menjaga data pribadi mereka.

Sebanyak 1,3 miliar data registrasi SIM Card bocor di darkweb dengan harga US$50 ribu atau Rp 745,6 juta. Bjorka bahkan menyindir Kominfo dengan perkataan “berhenti menjadi idiot”. 

Lontaran himbauan terus berdatangan dari Kominfo kepada Bjorka dan sebaliknya. Hal ini pun menjadikan dirinya tertarik untuk membuka sosial media berupa Twitter dimana orang-orang datang dan ribut seperti berada di alun-alun.

Ketika itu Bjorka hendak mengunggah surat-surat rahasia Presiden dari Badan Intelijen Negara (BIN). Hal ini tentunya mengagetkan warganet terutama karena klasifikasi surat tersebut diberi cap “rahasia”.

Setelah kejadian itu, Bjorka memancing emosi warganet dengan memberi wacana bahwa Ia akan meretas akun My Pertamina untuk para demonstran yang hendak berdemo untuk menolak kenaikan harga BBM. Dia bahkan membocorkan data pribadi Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), Johnny G. Plate, karena tidak kunjung memperbaiki keamanan siber data pribadi masyarakat.

Warganet banyak membalas tweet-nya yang menunjukkan perjuangannya untuk mengkritik pemerintah yang selama ini sudah sewenang-wenang. Di samping itu, dia juga semakin sering menyindir politisi yang mungkin saja dapat berhubungan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti.

Lalu, bagaimana fenomena ini dapat terjadi?

Dibalik Hacktivisme Bjorka

Apa yang dilakukan Bjorka itu dapat dikategorikan sebagai kegiatan hacktivism. Istilah ini memiliki maksud sebagai salah satu bentuk aktivisme dan penggunaan teknologi komputer dalam mendemonstrasikan pesan politik. Simbol dalam ranah elektronik menjadi penanda tersendiri dalam demokrasi ruang siber.

Kemunculan Bjorka di ranah Twitter menimbulkan pola baru. Hasil dari Social Network Analysis (SNA) menunjukkan bahwa publik melihat peristiwa ini sebagai suatu hal yang semestinya. Terlebih, terdapat sebagian publik yang menganggap Bjorka sebagai pahlawan.

Hasil SNA tersebut dijadikan dasar untuk merepresentasikan reaksi masyarakat. Adapun, SNA itu sendiri merupakan suatu proses pemetaan untuk menganalisis interaksi antar manusia, termasuk sosial media.

Metode SNA dapat digunakan untuk menggali informasi terkait hubungan interaksi dan pertemanan antar user yang direpresentasikan melalui graf. Selain itu, SNA juga dapat digunakan untuk mengetahui tren dan pola, uji hipotesis, dan mengetahui siapa influencer sebenarnya.

Twitter dapat menjadi tempat promosi maupun untuk berinteraksi. Orang-orang banyak yang memutuskan menggunakan Twitter karena model interaksinya yang bisa intens. Ini menjadikan motifnya untuk memperluas citra dirinya, entah melakukan bisnis maupun gerakan sosial.

Baca juga :  Maruarar Sirait Resmi Gabung Gerindra?

Berdasarkan hasil SNA, aksi bjorka mendapatkan reaksi positif (hijau). Ini dianalisis oleh akun Twitter @ismailfahmi. Lebih lanjut mengenai hal ini, dampak reaksi positif Bjorka menuai fenomena pengalihan opini. Bahkan tidak sedikit orang yang mendukung aksinya dan menjulukinya sebagai pahlawan.

Lantas, apakah Bjorka pantas dianggap “pahlawan”? Atau mungkin istilah ini justru terbilang overrated?

Jokowi: Usulan Cawapres dari Siapa?

Bjorka “Pahlawan”, Dianggap Overrated?

Selain menjadi sosok “pahlawan” di sosial media, dirinya kerap dianggap sebagai hacker yang sudah sangat pro dalam menangani peretasan data. Ternyata, data-data yang Ia dapatkan hanya lah berupa data berupa nama, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor handphone, dan data-data terkait informasi umum lainnya.

Meskipun mendapat respons yang positif dari warganet, aksi yang dilakukan oleh Bjorka mungkin tidak dapat disamakan dengan aksi-aksi peretasan hacker yang dapat menghebohkan suatu negara. Misalnya saja aksi hacker WikiLeaks yang berhasil membocorkan rahasia negara berupa pembicaraan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Australia pada tahun 2014. Saat itu, pemerintah Australia disebut sedang memata-matai Presiden SBY beserta istri dan orang-orang di sekitarnya.

Aksi peretasan itu dipasok oleh Edward Snowden selaku mantan analis National Security Agency (NSA) Amerika Serikat. Situs WikiLeaks merupakan suatu situs yang diciptakan untuk menjadi sarana publikasi data maupun arsip digital pemerintah dari berbagai negara yang dicoba untuk dibocorkan oleh hacker.

Beberapa aksi hacker dari WikiLeaks antara lain peretasan terhadap dokumen invasi Amerika Serikat dan pasukan koalisi NATO di Afghanistan, perilisan sebanyak 400.000 dokumen Perang Irak, dan kebocoran rekaman serangan udara Amerika Serikat yang sedang menembaki warga sipil di Irak.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menuturkan bahwa sejauh ini keamanan data rahasia negara masih aman dan belum ada kebocoran yang serius. Data yang sempat membuat heboh hanya bersifat umum. Mahfud MD menilai Bjorka belum memiliki kemampuan untuk membobol sistem. Menurutnya motif Bjorka masih beragam seperti dari segi politik, ekonomi, dan sebagainya.

Motif ini lah yang menjadi tanda tanya besar bagi publik, apakah ada kaitannya dengan pengalihan isu atau mungkin ini merupakan aksi yang diciptakan dengan sengaja oleh musuh-musuh politik Jokowi?

Bjorka Alat Politik “Musuh” Jokowi?

Karena data yang dibocorkan Bjorka bisa dibilang bukan merupakan data krusial negara, maka motifnya semakin perlu dipertanyakan.

Bjorka melanjutkan aksinya dengan menyindir dan mengancam berbagai pejabat seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Puan Maharani, Johnny G. Plate, Muhaimin Iskandar. dan tokoh pro pemerintah lainnya. Orang-orang yang disindir oleh Bjorka kebanyakan berada pada kubu Jokowi. Sebenarnya hal ini bisa diartikan juga sebagai motif politik dimana kubu oposisi Jokowi berusaha untuk menyerang pemerintah menjelang Pemilu 2024 mendatang.

Baca juga :  Open House Terakhir Jokowi…

Asumsi bahwa Bjorka mungkin saja alat politik untuk serang Jokowi juga dapat dilihat dari perkembangan politiknya hingga kini. Pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin identik dengan julukan anti kritik bukan hanya kepada masyarakat tetapi juga berbagai pengamat sehingga tidak ada yang “berani” mengkritik kebijakan pemerintah. Padahal, oposisi pemerintah memiliki peran yang penting dalam negara demokrasi agar dapat mengkritik kebijakan yang tidak sesuai dan pro rakyat. Dengan demikian, Jokowi dinilai piawai agar musuhnya tidak dapat bersuara untuk merespon kebijakan seakan-akan dia dapat mengatur parlemen dan partai politik.

Gambaran ini menjadi lebih memungkinkan apabila dikaitkan dengan teori dramaturgi yang diungkapkan oleh Erving Goffman. Pada teori ini, manusia dianggap sebagai aktor yang berusaha mencampurkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain.

Kehidupan dianggap sebagai teater interaksi sosial yang menampilkan para aktor dan ditampilkan melalui bahasa verbal maupun perilaku non verbal dengan atribut tertentu. Adapun kehidupan sosial terdiri dari wilayah depan atau front region yang menampilkan tampilan peran, dan wilayah belakang atau back region yang diperuntukkan untuk persiapan peran di belakang panggung sandiwara. Pada bagian front region, para aktor memainkan peran (personal front) pada suatu tempat dengan setting atas alat perlengkapan. Pada intinya teori dramaturgi memiliki keyword antara lain show, impression, front region, back stage, setting, penampilan, dan gaya.

Selain itu, metodologi yang digunakan yaitu untuk menganalisis interaksi sehari-hari dengan implementasi model dramaturgical. Jika diimplementasikan pada fenomena ini untuk melihat kecenderungan aksi Bjorka terhadap pemerintah pro Jokowi bisa diandaikan bahwa Bjorka sebenarnya adalah alat politik oposisi Jokowi. Ini bisa dikarenakan adanya konflik kepentingan yang terjadi di back region sehingga apa yang dicoba ekspos oleh Bjorka merupakan show atas impression yang ingin ditunjukkan oleh oposisi Jokowi.

Konflik kepentingan yang mungkin dapat terjadi juga yaitu terkait pengawasan perlindungan data pribadi, apakah akan berada di bawah Kominfo atau lembaga independen. Ini masih belum diputuskan pada pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Dengan demikian, dengan adanya aksi Bjorka yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia dan membuat pemerintah ketar-ketir menjadi patut untuk dianalisis lebih dalam. Mungkin saja ini merupakan taktik untuk menguntungkan suatu pihak sesuai dengan teori konflik kepentingan dramaturgi yang diungkapkan oleh Erving Goffman. 

Salah dua dari kemungkinan yang ada yaitu adanya kepentingan para “musuh” Jokowi dan konflik kepentingan terkait lembaga pengawas perlindungan data pribadi. (Z81)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Paspor Cepat Hanya Bisnis Imigrasi?

Permohonan paspor sehari jadi menuai respons negatif di jagat sosial media. Biaya yang dibutuhkan untuk mengakses pelayanan ini dinilai jauh lebih mahal ketimbang pelayanan...

Zelensky “Sulut” Perang di Asia?

Dampak perang Ukraina-Rusia mulai menyulut ketegangan di kawasan Asia, terutama dalam aspek pertahanan. Mampukah perang Ukraina-Rusia  memicu konflik di Asia? PinterPolitik.com Perang Ukraina-Rusia tampaknya belum memunculkan...

Bakar Al-Quran, Bukti Kemunafikan Barat?

Aksi pembakaran Al-Quran menuai berbagai sorotan, terutama kaum muslim di dunia. Kendati demikian, pemerintah Swedia menganggap aksi tersebut sebagai bentuk kebebasan berekspresi, namun secara...