HomeDuniaSilicon Valley Kecam Kebijakan Trump

Silicon Valley Kecam Kebijakan Trump

Efek pemberlakuan batasan dan larangan imigrasi yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mulai menyebar ke segala bidang. Salah satu bidang yang terimbas dampak lumayan besar adalah perusahaan-perusahaan teknologi di Silicon Valley, negara bagian California, AS.


pinterpolitik.com

WASHINGTON, AS – Sekitar seratus perusahaan teknologi, seperti Facebook, Github, Uber, dan Lyft, menyerahkan tandatangan pengajuan pengadilan ke sembilan US Circuit Court of Appeals, Minggu (5/2) waktu setempat. Mereka menghimpun dukungan agar gugatan itu cepat diproses di persidangan Negara Bagian Washington.

Perusahaan-perusahaan teknologi dan start up yang sebagian besar berada di Silicon Valley, mayoritas dikemudikan oleh kaum imigran. Nama-nama besar seperti Google, Facebook, Apple, Microsoft, Twitter, dan lainnya, terkena imbas langsung dari kebijakan tersebut. Pasalnya, sebagian karyawan mereka berasal dari mancanegara.

Sejumlah perusahaan itu memberikan tanggapan  karena rata-rata menghadapi masalah mengenai nasib karyawannya yang  tidak bisa kembali ke AS. Google sendiri langsung memanggil kembali semua karyawan – beserta keluarganya – yang tengah berada di luar negeri karena khawatir akan terkena dampaknya.

CEO Facebook Mark Zuckerberg juga merasakan hal yang sama. “Seperti kalian, saya khawatir dengan dampak kebijakan yang ditandatangani Presiden Trump,” tulis Zuck di akun Facebook pribadinya.

Satya Nadella, CEO Microsoft  yang seorang imigran, bahkan bersedia memberikan bantuan hukum untuk karyawannya. Dalam memonya, Satya mencatat ada sedikitnya 76 karyawan Microsoft yang terkena dampak dari kebijakan tersebut. Ditemani kepala tim legalnya, Satya akan mengadakan sesi tanya jawab mengenai kebijakan Trump ini.

Sejak awal hubungan perusahaan teknologi dengan Trump memang tidak akur. Cara pandang Trump dengan bos Apple, Google, Facebook, dan Microsoft sangat berbeda sejak awal. Walau sebelum dilantik Trump telah bertemu dan berdiskusi dengan para pemimpin ini, namun sepertinya hubungan baik tersebut tidak berlangsung lama.

Baca juga :  Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Pada intinya, para pemimpin perusahaan besar ini menentang kebijakan pembatasan imigrasi. Mereka tidak setuju dengan kebijakan yang diskriminatif dan kecurigaan berlebihan berdasarkan ras dan agama. Selain itu, perusahaan teknologi AS sebenarnya maju berkat peran serta imigran asing. Buktinya sebagian besar pendiri dan CEO perusahaan-perusahaan tersebut  berasal dari luar AS.

Kebijakan imigrasi ternyata bukan hanya masalah kependudukan atau keamanan saja, tapi juga menyangkut bidang-bidang yang signifikan lainnya, seperti ketenagakerjaan, ekonomi, dan bahkan teknologi. Keputusan kebijakan yang bersifat emosional dan reaktif, terbukti hanya akan menyulitkan negaranya sendiri. (Berbagai sumber/R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?

Anies Menuju Mendikbud Prabowo atau Gubernur Jakarta?

Pasca kalah di Pilpres 2024, banyak pertanyaan muncul terkait jabatan politik apa yang akan diduduki Anies Baswedan.

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...