HomeCelotehBuruh Terjebak Iuran ‘Paksa’

Buruh Terjebak Iuran ‘Paksa’

“Hari ini saudara lihat kami bisa begini karena iuran. Tanpa minta kepada siapapun sekalipun kepada pak Prabowo. Tidak ada satu rupiah yang keluar, yang kami minta ataupun diberi. Ini murni dari kami,” ~ Said Iqbal


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]eringatan Hari Buruh Internasional bukan hanya tentang nyaringnya suara untuk kesejahteraan buruh, tapi demonstrasi itu diwarnai nuansa politik yang dilakukan secara terang – terangan.

Secara politik, dukungan buruh mungkin sangat dipertimbangkan, karena jumlahnya sangat menggiurkan.

Ehmmm, makanya ga aneh kalau para politikus sangat bersahabat dengan buruh, bisa dijadikan teman setia kali lebih tepatnya, selama kepentingan politiknya seiring dan sejalan, weleeeh weleeeh.

Gimana ga menggiurkan coba, Istana dan Gedung DPR/MPR aja dibanjiri massa buruh, kalau jumlah itu bisa diarahkan memilih salah satu calon Presiden kan lumayan narik suaranya kenceng.

Mungkin para politikus dan pimpinan partai politik melihat ribuan massa buruh turun ke jalan itu punya kegelisahan tentang kesejahteraan buruh, akhirnya dengan dalih mengakomodir suara buruh banyak yang melibatkan dirinya, ehmmm.

Nah, menariknya karena tarik menarik dari para politikus, buruh pun menjadi terbelah dukungannya.

Bisa dilihat sendirilah, walau saat demonstrasi itu isu yang diteriakkan sama tapi kalau urusan dukungan calon Presiden, kelihatannya sih beda-beda. Ada yang dukung Jokowi dan ada juga yang dukung Prabowo. Hayooo yang mana yang lebih menguntungkan, weleeeh weleeeeh.

Tapi kalau dilihat dari jumlah buruh yang mengikuti demonstrasi begitu, skeptis ga sih? Bukan menuduh, cuma skeptis aja. Kok bisa ya orang dalam jumlah banyak begitu bisa berkumpul dan ‘mudah’ diatur.

Terus bagaimana cara mengumpulkan mereka? Emang ga butuh transportasi? Makanya sebelum lebih jauh lagi, Said Iqbal, Presiden KSPI langsung memberikan keterangan kalau demonstrasi buruh itu menggunakan iuran dari buruh untuk memenuhi kebutuhan demonstrasi.

Terjawab sudah kalau begitu, kalau buruhnya pada iuran sih terkumpullah uang yang banyak untuk membiayai atribut dan kebutuhan demonstrasi lainnya.

Tapi kalau buruhnya dimintain iuran buat demonstrasi gitu apa ga berat? Katanya sih buat kepentingan buruh juga. Dan katanya ada juga iuran dari buruh untuk biaya operasional serikat buruh.

Nah loh, kalau selalu ditarikin iuran, pasti jadi beban finansial buruh juga kan? Ehhmmm. Tapi kalau buruh tak merasa terbebani sih gapapa.

Kalau kata Seneca filsuf Romawi kuno mengatakan, seseorang menjadi sengsara itu karena ia berpikir dirinya begitu.

Begitupun dengan bahagia, makanya kalau buruh merasa bahagia ditarik iuran terus sih, ya tak masalah, ehmmm. (Z19)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

Wali Kota Depok ‘Biduan Lampu Merah’

"Kualitas humor tertinggi itu kalau mampu mengejek diri sendiri. Cocok juga ditonton politisi. Belajar becermin untuk melihat diri sendiri yang asli, " - Butet...

DPR Terpilih ‘Puasa Bicara’

“Uang tidak pernah bisa bicara; tapi uang bisa bersumpah,” – Bob Dylan PinterPolitik.com Wakil rakyat, pemegang amanah rakyat, ehmmm, identitas yang disematkan begitu mulia karena menjadi...

Ridwan Kamil Jiplak Jurus Jokowi

“Untuk melakukan hal yang buruk, Anda harus menjadi politisi yang baik,” – Karl Kraus PinterPolitik.com Pemindahan Ibukota masih tergolong diskursus yang mentah karena masih banyak faktor...