HomeCelotehBNPB Akui Data Pemerintah Tak Jujur?

BNPB Akui Data Pemerintah Tak Jujur?

“Kami dapat feeding data dari Kemenkes terbatas jadi kami belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau terbuka”. – Agus Wibowo, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB


PinterPolitik.com

Makin maraknya jumlah pasien yang positif terpapar Covid-19 memang menjadi keprihatinan tersendiri. Pasalnya, pemerintah dituntut untuk menerapkan kebijakan yang tepat sasaran di tengah ketakutan akan makin banyaknya korban dari virus ganas tersebut.

Nah, mungkin hal inilah yang bikin persoalan data – misalnya terkait jumlah pasien, jumlah yang telah meninggal dan lain sebagainya – menjadi hal yang sangat vital keberadaannya.

Iya cuy, soalnya kalau nggak ada data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka kendali penularan virus akan semakin sulit dilakukan.

Dengan data yang akurat, siapa saja yang sudah terinfeksi virus bisa dilacak interaksinya dan dengan demikian bisa diminimalisir pergerakannya dan potensi penyebaran virusnya bisa diketahui. Masalah akan timbul kalau data tersebut tidak akurat.

Inilah yang untuk beberapa waktu terakhir kerap dituduhkan kepada pemerintahan Presiden Jokowi dalam penanganan Covid-19. Tuduhan tidak transparan, tidak membeberkan data sesuai kenyataan yang terjadi di lapangan, serta ketidakmampuan untuk menyediakan fasilitas yang bisa menghadirkan data yang akurat adalah beberapa “serangan” yang diarahkan kepada Jokowi dan jajaran kabinetnya.

Hal ini belakangan secara tidak langsung diakui sendiri oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana alias BNPB loh. Agus Wibowo selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB menyebutkan bahwa pihaknya belum mampu menghasilkan data yang lengkap dan terbuka karena terbatasnya sumber data itu dari Kementerian Kesehatan.

Bisa dibayangin kan, BNPB selaku lembaga yang telah ditunjuk untuk memimpin upaya penanganan Covid-19 aja nggak ada gambaran pasti seperti apa kondisi penyebaran virus ini sesungguhnya di lapangan.

Data yang dipublikasikan pemerintah setiap harinya – yang hingga tulisan ini dibuat jumlah kasusnya telah mencapai 2.491 – dianggap jauh lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Jumlah yang meninggal misalnya – yang kini ada di angka 209 orang secara nasional – jauh di bawah jumlah orang yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di DKI Jakarta saja yang jumlahnya mencapai 621 orang.

Konteks data ini penting loh karena mempengaruhi pengambilan kebijakan secara keseluruhan. Kalau menurut astrofisikawan terkemuka dunia, Neil deGrasse Tyson, data adalah sumber dari informasi. Informasi adalah sumber dari pengetahuan. Dan pengetahuan adalah sumber dari kebijaksanaan.

Artinya, jika secara data saja salah, maka jangan harap kebijaksanaan yang diambil – yang sering kali hadir dalam bentuk kebijakan publik – bisa diambil secara benar. Duh, makin lama kok makin miris dan takut ya dengernya.

Mending sebagai masyarakat kita mengikuti saran untuk berdiam di rumah dan jangan keluar kalau tidak ada hal yang mendesak. (S13)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Baca juga :  Airdrop Gaza Lewati Israel, Prabowo "Sakti"?
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.