HomeNalar PolitikRahasia Di Balik Ketakutan Kita Terhadap AI 

Rahasia Di Balik Ketakutan Kita Terhadap AI 

Dengarkan artikel ini

Perkembangan teknologi selalu memunculkan harapan dan ketakutan di tengah masyarakat, terlebih lagi perkembangan dari sesuatu yang kita sebut artificial intelligence (AI). Mengapa kita begitu menakutinya? 


PinterPolitik.com 

Perkembangan teknologi selalu mampu memukau kita setiap harinya. 20 tahun lalu, konsep ponsel pintar dengan kapabilitas layar sentuh mungkin hanya jadi bahan cemoohan bagi sebagian orang, karena terdengar layaknya sebuah hayalan fiksi, tapi kini, hampir semua orang memiliki ponsel touch-screen

Sekarang, kita pun mulai dihadapkan dengan suatu masa di mana terdapat beberapa inovasi teknologi yang tampaknya mampu merombak kehidupan kita secara masif, hal tersebut contohnya adalah perkembangan artificial intelligence (AI), atau kecerdasan buatan. 

Tentu, layaknya perkembangan ponsel pintar di masa lampau, teknologi AI pun memunculkan respons yang beragam, ada yang menerima AI dengan lapang dada, tapi, tidak sedikit yang melihat perkembangan AI sebagai sesuatu yang perlu kita takuti.  

Ada beberapa narasi yang umumnya jadi sumber ketakutan mereka.  

Pertama, adalah ketakutan bahwa AI dapat merusak lapangan pekerjaan. Kedua, dan yang mungkin paling ditakuti, adalah teknologi AI dapat menciptakan suatu kehidupan ala dystopia, di mana orang yang memiliki akses ke teknologi tersebut dapat memiliki kekuatan yang luar biasa untuk memanipulasi kehidupan kita. 

Lantas, sebuah pertanyaan menarik mungkin muncul di benak sekelompok orang yang memantau perkembangan teknologi: apakah perkembangan AI adalah ancaman, atau ketakutan itu hanyalah sesuatu yang dilebih-lebihkan?

image 2

 

Teknologi Tidak Pernah Jadi Sumber Masalah 

Penulis horor kondang asal Amerika Serikat (AS), Howard Phillips Lovecraft, pernah mengatakan bahwa bentuk emosi tertua dan terkuat umat manusia adalah ketakutan, dan jenis ketakutan yang tertua dan terkuat dari ketakutan itu sendiri adalah ketakutan akan hal yang tidak kita ketahui. 

Baca juga :  Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Pandangan dari Lovecraft tadi mungkin secara tidak langsung memang menjadi benih dari ketakutan banyak orang zaman sekarang tentang bahayanya perkembangan AI. Ketakutan orang terhadap teknologi perubah wajah AI, contohnya, kalau tidak diketahui batasannya, ditakuti bisa digunakan untuk menggiring opini tentang suatu hal yang serius di masa depan. 

Namun, Bertrand Badre dan Charles Gorintin dalam tulisan mereka, How to Democratize AI, menilai bahwa ketakutan kita yang semacam itu sebetulnya bukanlah ketakutan terhadap perkembangan teknologi, tetapi merupakan trauma lama kita terhadap penyalahgunaan kekuasaan belaka. 

Sejak awal umat manusia mendirikan sistem kepemimpinan, kita telah diperkenalkan tentang bahayanya menaruh kekuatan yang terlalu besar kepada orang-orang tertentu. AI sebagai teknologi terkini, tentu juga bisa memberikan kekuatan yang besar. 

Namun, kita pun perlu ingat bahwa permasalahan dari sebuah perkembangan teknologi tidaklah pernah tentang teknologinya itu sendiri, tetapi tentang siapa-siapa saja yang memiliki akses untuk memonopoli teknologi tersebut. Dan, akui saja, kalau kita coba sedikit renungkan, bisa dipastikan ketakutan-ketakutan kita yang tidak pasti soal AI mayoritas berangkat dari ketakutan kita terhadap monopoli teknologi. 

Maka dari itu, Badre dan Gorintin mengingatkan kita bahwa adalah hal yang percuma jika kita begitu takut akan perkembangan AI. Seharusnya, jika kita benar-benar khawatir dengan perkembangan teknologi seperti AI, usaha yang perlu kita lakukan adalah memastikan agar semua pihak bisa memiliki akses yang sama terhadap teknologi tersebut. 

Akan tetapi, sayangnya, sepertinya belum banyak orang yang menyadari hal ini. Tidak sedikit orang yang bersuara di media sosial mengatakan bahwa beberapa kekuatan AI harusnya dilarang untuk dikembangkan. Padahal, pada prinsipnya perkembangan teknologi selalu bisa mewujudkan keuntungan bila ada sistem demokrasi yang memantaunya. 

Baca juga :  Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Lantas, bagaimana kita harus menyikapi perkembangan teknologi yang sangat cepat, khususnya dalam sektor AI? 

Sudah Saatnya Berhenti Kagumi teknologi 

Pertama-tama, diskusi mengenai teknologi, khususnya AI, harus mengalihkan fokus dari keterkaguman belaka menjadi pertanyaan esensial, tentang “mengapa” dan “bagaimana” kita bisa menggunakannya secara maksimal.  

Jujur saja, saat ini mayoritas perbincangan soal teknologi di masyarakat kita masih berkutat di kekaguman kita tentang fitur-fiturnya yang mungkin sebelumnya tidak kenal. Namun, diskusi yang seharusnya mulai kita bangun untuk menyebarkan kewaspadaan tentang perkembangan teknologi adalah tentang mengidentifikasi tantangannya dan bagaimana caranya kita bisa memaksimalkan teknologi tersebut. 

Hal ini mungkin terdengar sederhana, akan tetapi, dalam sebuah sistem demokrasi, wawasan yang luas akan suatu isu yang berkembang menjadi kunci yang penting. Dengan mengetahui perkembangan AI, kita bisa mendorong para pembuat regulasi agar bisa mengambil sikap yang tepat sehingga tidak terjadi monopoli kekuatan teknologi.  

Maka dari itu, sebagai bagian dari masyarakat yang terekspos oleh berita perkembangan teknologi, tugas kita sebetulnya adalah membantu meningkatkan literasi tentang perkembangan tersebut. Terkhusus AI, kita bisa mulai sebarkan wawasan tentang hal-hal yang sederhana, seperti bagaimana mengenali konten faceswap dan bagaimana kinerja sistem big data bekerja, misalnya. 

Dan pada akhirnya, kita perlu ingat bahwa dampak teknologi adalah tergantung pada penggunaannya. Karena seperti pepatah latin: verum factum, kenyataan adalah sesuatu yang diciptakan.  

Perkembangan teknologi adalah sesuatu yang terus bisa kita pantau, dan penggunaannya adalah sesuatu yang bisa disadari manusia, bukan layaknya sebuah bencana alam yang tidak terduga. (D74) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

More Stories

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?