HomeHeadlinePKS, Partai Terdepan Akomodasi Caleg Perempuan?

PKS, Partai Terdepan Akomodasi Caleg Perempuan?

Meskipun sering dianggap sebagai partai konservatif yang identik dengan budaya patriarki, PKS ternyata menjadi satu-satunya partai yang memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam calon legislatif. Lalu, apakah ini tanda jika PKS sudah lebih moderat?


PinterPolitik.com

Ketua DPP PKS Kurniasih Mufidayati mengklaim partainya menjadi satu-satunya partai yang memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan dalam 84 daerah pemilihan (dapil) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti.

Jika melihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, daftar bakal calon memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dari jumlah kursi pada setiap dapil membuat hanya PKS yang kiranya dapat ikut Pemilu 2024 nanti.

Kurniasih menyebut keterwakilan perempuan dalam pemilu benar-benar dipersiapkan dengan matang oleh PKS. Bagi PKS, pemenuhan kuota 30 persen ini bukan hanya sekadar pelengkap administratif atau untuk memenuhi undang-undang.

Namun, para caleg perempuan ini diyakini memiliki kapasitas dan kompetensi untuk menjadi wakil rakyat.

pdip tolak israel dipuji pks 1

Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena adanya dukungan yang besar dari pimpinan partai atas keterlibatan perempuan dalam partainya, sehingga PKS mempunyai kader perempuan yang cukup untuk memenuhi kuota 30 persen itu.

Sejatinya, hal ini tidak terlalu mengejutkan karena sistem kaderisasi dalam PKS berjalan cukup baik. Serta, keterbukaan PKS menerima bergabungnya para tokoh perempuan.

Hal ini juga tak terlepas dari PKS yang mengambil inspirasi dan pendekatan ideologis dari gerakan Muslim Brotherhood di Mesir atau yang kita kenal sebagai Ikhwanul Muslimin.

Lantas, dengan menjadi satu-satunya partai yang memenuhi kuota caleg perempuan, apakah ini membuat PKS telah berevolusi menjadi partai lebih moderat?

Tiru Partai AKP Turki?

Perubahan PKS kearah yang lebih moderat kiranya dapat dilihat ketika mereka mulai merubah logo mereka. Logo yang berubah menjadi warna oranye mengingatkan pada sebuah entitas politik yang besar.

Baca juga :  Tiongkok Kolonisasi Bulan, Indonesia Hancur? 

Warna itu dipilih PKS kiranya mengingatkan mereka dengan Adalet ve Kalkınma Partisi alias AKP di Turki. Partai yang dimotori oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ini memang identik dengan warna oranye.

Atas dasar itu, PKS tampaknya sedang menjadikan AKP sebagai role model mereka. Namun, hal itu tidak bisa kita lihat hanya dari perubahan logo atau warna partai saja.

Jika diperhatikan lagi, kini, PKS tak lagi membatasi diri dalam melakukan hubungan politik, baik itu sesame partai nonpemerintah atau bahkan dengan rival mereka seperti, PDIP.

Ini bisa dikatakan PKS tidak anti untuk melakukan silaturahmi politik dengan partai nasionalis yang kiranya relatif lebih sekuler.

Apa yang dilakukan PKS kini, tak jauh berbeda dengan AKP yang juga kiranya melakukan hal serupa pada awal kemunculan mereka. AKP pada saat itu berisikan kader-kader yang memiliki pandangan Islam konservatif.

Namun, kini AKP melakukan langkah yang reformis dengan tidak selalu mengedepankan hal yang berbau Islam atau dengan atau dengan kata lain, AKP kini jauh lebih moderat sejak awal kemunculannya.

AKP juga kini tak segan untuk melakukan hubungan dengan pihak oposisi yang lebih sekuler. Mereka juga kini cenderung menjadikan nilai-nilai Islam sebagai latar belakang, dan tidak lagi menjadi wacana politik utama.

Hal ini menjadikan AKP dapat menjangkau konstituen dari kalangan ekonomi dan profesi yang lebih luas. Langkah AKP ini sendiri dikenal sebagai fenomena post-Islamism yang dipopulerkan oleh Asef Bayat.

Post-Islamism ini merujuk pada praktik di mana partai yang berhaluan Islam sudah tak lagi mengejar misalnya negara syariah tetapi lebih menerapkan nilai syariah dalam bertindak. Atau dengan kata lain, mereka tak fokus pada Islamic governance tetapi mengejar good governance.

Lalu, apakah PKS telah sepenuhnya berubah kearah yang lebih moderat seperti AKP?

Baca juga :  Puan x Prabowo: Operasi Rahasia Singkirkan Pengaruh Jokowi?
infografis pks anies dan filosofi peci 2

Belum Sepenuhnya Berubah?

Meskipun beberapa faktor yang sudah dijelaskan sebelumnya mengindikasikan PKS telah berubah kearah yang lebih moderat.

Namun, dalam perjalanannya PKS sempat menuai kecaman publik ketika menjadi satu-satunya partai yang menolak Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

PKS menjelaskan alasan mereka menolak RUU TPKS adalah karena dalam RUU itu masih mengusung paradigma sexual consent atau persetujuan seksual.

Meskipun telah menyisipkan frasa iman dan takwa serta akhlak mulia dalam asasnya sekaligus menambahkan klausul dalam poin “Menimbang” bahwa kekerasan seksual bertentangan dengan norma agama dan norma budaya.

Namun pihaknya tetap memandang seluruh rangkaian RUU TPKS masih mengusung paradigma sexual consent.

Hal ini seakan menunjukkan jika PKS belum sepenuhnya berubah ke arah yang lebih moderat seperti AKP. Mereka tetap mengusung nilai-nilai konservatif dalam politiknya.

Hal ini dilakukan PKS juga tampaknya dengan alasan mereka tidak ingin kehilangan konstituen loyalnya, yang kemungkinan pada nantinya bisa menjadi kader mereka.

PKS juga tampaknya tak ingin meninggalkan nilai-nilai Ikhwanul Muslimin yang menjadikan mereka kuat di kalangan akar rumput.

Menarik untuk menungggu sejauh mana PKS menerapkan nilai-nilai moderat dalam setiap kegiatan dan nilai politik mereka. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?