BerandaNalar PolitikMemilih Pemimpin Daerah

Memilih Pemimpin Daerah

Tahapan-tahapan pilkada sudah dilalui. Masa kampanye juga tergolong lama. Lewat sosialisasi itu, baik kunjungan paslon ke tengah masyarakat, melalui alat-alat peraga/iklan umum di media massa, maupun debat publik, upaya memperkenalkan paslon kepada masyarakat rasanya sudah memadai.


pinterpolitik.com

JAKARTA – Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay, Senin (13/2/2017), menghimbau masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya pada pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah secara serentak, Rabu, 15 Februari 2017. Masyarakat juga dihimbau tak mudah terprovokasi isu panas menjelang pilkada.

Pada hari yang sama, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, mengimbau calon pemilih agar datang ke TPS pada saat pencoblosan pilkada serentak di 101 daerah. Ia juga  mengimbau agar masyarakat tidak golput.

Imbauan KPU dan DPR ini patut dikedepankan berkaitan dengan makin dekatnya – tinggal hitungan jam – hari pemungutan suara untuk memilih pemimpin (gubernur/wakil, bupati/wakil, dan wali kota/wakil) di 101 daerah, Rabu besok.

Dua hal pokok yang dapat kita petik dari kedua imbauan di atas. Pertama, hendaknya masyarakat menggunakan haknya untuk memilih pemimpin yang diyakini mampu membawa daerah lebih maju. Itu berarti ajakan supaya tidak jadi golongan putih atau golput, yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dengan kata lain, suara pemilih amat menentukan dalam setiap proses pilkada atau pemilu.

Kedua, hendaknya tidak mudah terprovokasi oleh isu panas menjelang pemungutan suara. Poin ini dapat dikaitan dengan masa kampanye yang memang panas dengan saling melontarkan isu-isu yang menyerang kubu lain.

Dengan demikian pada saat berada di bilik suara pemilih dapat dengan tenang menjatuhkan pilihan sesuai hati nurani. Menjadi penting untuk mengingat bahwa kandidat yang dipilih harus figur yang benar-benar dapat memimpin ke arah kemajuan dan berintegritas.

Baca juga :  Mahfud: DPR Keras Tapi Minta Proyek! 

Tahapan-tahapan Pilkada sudah dilalui. Masa kampanye juga tergolong lama. Lewat sosialisasi itu, baik kunjungan paslon ke tengah masyarakat, melalui alat-alat peraga/iklan umum di media massa, maupun debat publik, upaya memperkenalkan paslon kepada masyarakat rasanya sudah memadai.

Perlu pula menjadi pertimbangan menyangkut besarnya biaya pilkada serentak di 101 daerah yang ditanggung pemerintah dengan nilai sekitar Rp 4,2 triliun. Jumlah ini belum termasuk yang dikeluarkan oleh masing-masing paslon, yang sebagian dihimpun dari pemberi donasi disesuaikan dengan ketentuan undang-undang.

Oleh karena itu, Pilkada  serentak kedua tahun 2017 ini dituntut sukses dengan terpilihnya pemimpin yang dikehendaki mayoritas pemilih. Lebih elok lagi, tanpa politik uang, tanpa sengketa, dan persentase pengguna hak pilih tinggi.

Pengalaman pertama berpilkada serentak pada 2015 di 268 daerah amat berharga untuk suksesnya pilkada tahun ini. Kita pun mengajak warga yang punya hak pilih untuk menggunakan haknya dan jangan sampai salah pilih. Yang dipilih adalah pemimpin untuk lima tahun ke depan. (E19)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Gemoy Effect Prabowo Seperti Bongbong Marcos di Filipina?

Kata “gemoy” menjadi istilah yang tengah naik daun dalam beberapa waktu terakhir, utamanya dikaitkan dengan kampanye Prabowo Subianto. Demam gemoy membuat citra Prabowo menjadi...

Siapa Capres Dukungan CIA di 2024?

Isu tentang kepentingan Amerika Serikat di sekitaran Pilpres 2024 memang menjadi salah satu perdebatan yang menarik di Indonesia. Secara spesifik, poin perbincangannya membawa-bawa nama...

Kritik Megawati, Bumerang Hantam PDIP?

Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri seolah mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti era Orde Baru (Orba). Namun, kritik ini tampaknya justru menjadi...

Anies ‘Perubahan’, Prabowo ‘Keberlanjutan’, Ganjar?

Masing-masing capres telah usung temanya masing-masing. Anies bawa Perubahan. Prabowo bawa Keberlanjutan. Bagaimana dengan Ganjar?

Pemilih Bimbang Perlu Belajar Machiavellianisme?

Swing dan undecided voters masih menghantui Pemilu 2024. Tidak sedikit di antara mereka yang bingung memilih karena melihat semua kandidat “sama buruknya”. Bagaimana kita bisa merubah pola pikir yang seperti ini? 

Tetap Pede, Jokowi’s Anomaly?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) unggah foto artikel koran berjudul "Indonesia Builds Superpower Dreams". Menjelang 2024, Jokowi tetap pede?

Pilpres 2024 Hampir Pasti Ganjar vs Prabowo?

Salah satu pendiri CSIS Jusuf Wanandi menyebut Pilpres 2024 akan diisi oleh dua paslon. Dengan PDIP secara terang-terangan menginginkan dua paslon, apakah pernyataan Jusuf...

AS Sudah Tidak Mampu “Jaga” Dunia?

Di era yang awalnya disebut sebagai era perdamaian, kita kini sekarang berhadapan dengan tensi-tensi geopolitik yang semakin berbahaya. Apakah ini merupakan pertanda buruk akan datangnya sebuah mala-bahaya geopolitik global? 

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...