HomeHeadlineGanjar dan "Reverse Card" PDIP

Ganjar dan “Reverse Card” PDIP

PDIP dinilai mulai meninggalkan calon presiden (capres) yang mereka usung sendiri, Ganjar Pranowo. Mengapa PDIP meninggalkan Ganjar di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024?


PinterPolitik.com

“Bro played the ultimate uno reverse card..” – @TRIGGERHAPPYV1 on X (9/1/2024)

Boleh jadi, senjata rahasia yang paling “ampuh” di dunia ini adalah kartu UNO reverse card. Bagaimana tidak? Kartu ini dinilai bisa membalikkan serangan langsung ke si penyerang.

Ini mengapa akhirnya seorang YouTuber ternama di Britania (Inggris) Raya, Max Fosh, mengeluarkan kartu reverse saat wasit memberikan kartu kuning padanya dalam pertandingan sepak bola yang diadakan untuk penggalangan dana di London, Inggris, pada Oktober 2023 lalu.

Aksi Fosh ini terekam dan akhirnya tersebar di media sosial (medsos). Di platform X, misalnya, warganet langsung mengomentari bahwa sang wasitlah yang akhirnya harus mendapatkan kartu kuning tersebut.

Tidak hanya Fosh, kartu reverse juga kerap muncul di banyak video-video meme. Fenomena meme kartu reverse ini mungkin menggambarkan dambaan banyak orang bahwa hidup akan jauh lebih mudah bila kartu reverse bisa diterapkan di segala lini kehidupan.

Namun, haal berbeda justru mungkin dirasakan oleh PDIP. Situasi yang reversed justru malah bisa merugikan partai politik yang baru saja berulang tahun ke-51 pada Januari 2024 ini.

Terdapat sebuah pernyataan menarik dari pengamat politik bernama M. Qodari. Qodari menilai bahwa PDIP mulai meninggalkan calon presiden (capres) yang mereka usung sendiri, Ganjar Pranowo, karena tren elektabilitas PDIP ikut menurun mengikuti tren elektabilitas Ganjar.

Dugaan ini menguat dengan tidak hadirnya Ganjar di iklan kampanye PDIP. Iklan terbaru PDIP untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 hanya menghadirkan wajah-wajah seperti Ketua DPP Puan Maharani dan Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri.

Hmm, mengapa pada akhirnya PDIP memilih untuk meninggalkan Ganjar? Mungkinkah Ganjar Effect ini juga berkaitan dengan sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi)?

Ganjar Effect vs Jokowi Effect

Dalam Pemilu, khususnya di Indonesia, sebenarnya citra partai akan selalu berkaitan dengan sosok capres yang mereka usung. Bahkan, sejumlah partai yang berada di satu koalisi biasanya akan “berebut” sosok capres yang mereka sama-sama usung.

Baca juga :  Serangan Bertubi Mega

Ini bisa diamati dari Presiden Jokowi sebagai contoh. Saat maju sebagai capres di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019, sosok Jokowi “diperebutkan” oleh partai-partai pendukungnya – seakan-akan Jokowi adalah mereka.

Ini terlihat dari upaya Partai NasDem yang berusaha mendeklarasikan dukungan terlebih dahulu kepada Jokowi. Padahal, Jokowi sendiri adalah kader dari PDIP.

Apa yang partai-partai ini“perebutkan” sebenarnya adalah coattail effect atau efek ekor jas.  Efek ekor jas inipun juga dijelaskan oleh James E. Campbell dan Joe A. Summers dalam tulisan mereka yang berjudul Presidential Coattails in Senate Elections.

Campbell dan Summers dalam tulisan mereka menjelaskan bahwa, di Amerika Serikat (AS), partai-partai politik (parpol) bisa memenangkan kursi lebih banyak di negara-negara bagian di mana kandidat presiden mereka populer.

Bukan tidak mungkin, hal yang sama juga terjadi pada PDIP yang mendapatkan Jokowi Effect selama Pemilu 2014 dan 2019. Sebagai pengusung utama Jokowi, PDIP tumbuh menjadi parpol dengan perolehan terbesar pada dua tahun tersebut.

Besarnya Jokowi Effect jugalah yang dinilai membuat PDIP setengah-setengah untuk mengeluarkan Jokowi dari keanggotaan PDIP. Padahal, PDIP beberapa kali terkesan kecewa dengan sinyal dukungan Jokowi yang mengarah ke capres nomor urut dua, Prabowo Subianto.

Bahkan, untuk memberhentikan putra dan menantu Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, dari keanggotaan partai, PDIP-pun tetap berhati-hati – meskipun pada akhirnya PDIP memberhentikan mereka tanpa mengaitkan langsung alasannya dengan Jokowi.

Boleh jadi, ini artinya PDIP takut kehilangan sosok Jokowi karena PDIP masih berharap pada persepsi publik bahwa PDIP adalah Jokowi  karena, bagaimanapun, dukungan Jokowi di Pilpres dinilai masih berpengaruh.

Lantas, bagaimana dengan Ganjar? Mengapa PDIP tidak berharap pada Ganjar Effect saja? 

Ganjar Effect adalah Reverse Coattail Effect?

Apakah Ganjar Effect sama dengan Jokowi Effect pengaruhnya? Mungkin, tidak ada jawaban pasti. Namun, mungkin, PDIP bisa menjawab pertanyaan ini dengan survei elektabilitas akhir-akhir ini.

Baca juga :  Mustahil Anies Dirikan Partai?

Pasalnya, dengan menurunnya elektabilitas Ganjar, elektabilitas PDIP-pun ikut menurun. Ini terlihat dari hasil survei Litbang Kompas pada Desember 2023. Dalam survei itu, PDIP yang biasanya menduduki peringkat pertama kini turun di peringkat kedua (18,3 persen) – di bawah Partai Gerindra (21,9 persen). 

Bukan tidak mungkin, ini terjadi karena hilangnya Jokowi Effect dari PDIP. Namun, bukan tidak mungkin juga ini berkaitan juga dengan Ganjar Effect.

Sebelumnya, stuasi kampanye Ganjad sudah pernah diulas dalam tulisan PinterPolitik.com yang berjudul “Ganjar Kalah (Bila Tidak Berubah)?”. Dalam tulisan itu, dibahas bahwa terdapat semacam kebingungan branding (penjenamaan) dari pasangan calon (paslon) Ganjar dan Mahfud MD.

Kebingungan ini terjadi dalam bagaimana mereka membangun citra mereka. Ganjar-Mahfud ingin tampil sebagai paslon yang melawan kekuasaan tetapi merekapun adalah bagian dari kekuasaan – setidaknya selama dua periode pemerintahan ke belakang.

“Krisis identitas” inilah yang akhirnya membuat Ganjar kesulitan untuk membuat gebrakan-gebrakan berarti. Ini berbeda dengan paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang dengan bebas menjargonkan perubahan.

Alhasil, ini bisa juga berdampak pada PDIP. PDIP yang mengharapkan coattail effect dari Ganjar malah mungkin mendapatkan reverse coattail effect – malah mendapatkan efek yang menurun terhadap elektabilitas.

Magedah E. Shabo dalam bukunya yang berjudul Techniques of Propaganda and Persuasion menjelaskan bahwa pengaitan nilai atas suatu objek, orang, atau gagasan ke entitas lain bisa disebut sebagai pengasosiasian. Bukan tidak mungkin, pengasosiasian PDIP terhadap Ganjar inilah yang akhirnya berdampak pada elektabilitas keduanya. 

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mungkin PDIP melepaskan pengasosiasian partai mereka terhadap sosok Ganjar yang mereka usung sendiri. Mungkin, hanya PDIP sendiri yang bisa menjawab. Apakah mungkin PDIP harus meninggalkan Ganjar? (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo. Mungkinkah ini bentuk CLBK antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri?

KADIN dan Kemenangan Tertunda Anin?

Terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menggantikan Arsjad Rasjid meninggalkan ruang tafsir atas adanya intervensi serta deal politik tertentu. Namun, benarkah demikian? Dan mengapa intrik ini bisa terjadi?

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Digerogoti Kasus, Jokowi Seperti Pompey?

Mendekati akhir jabatannya, sejumlah masalah mulai menggerogoti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini artinya dukungan elite kepadanya mulai melemah?

Titip Salam dari Mega ke Prabowo: Menuju Koalisi?

Seiring dengan “audisi” menteri yang dilakukan oleh Prabowo Subianto untuk kementerian di pemerintahannya, muncul narasi bahwa komunikasi tengah terjalin antara ketum Gerindra itu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menuju Dual Power Jokowi vs Prabowo

Relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan menjadi warna utama politik dalam beberapa bulan ke depan, setidaknya di sisa masa jabatan periode ini.

Jokowi Dukung Pramono?

Impresi ketertinggalan narasi dan start Ridwan Kamil-Suswono meski didukung oleh koalisi raksasa KIM Plus menimbulkan tanya tersendiri. Salah satu yang menarik adalah interpretasi bahwa di balik tarik menarik kepentingan yang eksis, Pramono Anung boleh jadi berperan sebagai “Nokia”-nya Jokowi dan PDIP.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?

More Stories

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo. Mungkinkah ini bentuk CLBK antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri?

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?