HomeNalar PolitikAkankah Perkawinan Beda Agama Disahkan?

Akankah Perkawinan Beda Agama Disahkan?

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memberikan izin kepada pasangan beda agama untuk melangsungkan perkawinannya dan dicatatkan di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Jakarta Selatan. Persoalan perkawinan beda agama selalu menuai persoalan dalam masyarakat. Lalu, bagaimana keabsahan perkawinan beda agama dalam hukum perkawinan yang berlaku?


PinterPolitik.com

Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Arlandi Triyogo, mengabulkan permohonan pasangan beda agama. Pasangan beda agama tersebut beragama Islam dan Kristen. Mereka menjadi pemohon dalam persidangan untuk ditetapkan perkawinannya oleh hakim.

Hakim Arlandi melalui putusan perkara nomor: 508/Pdt.P/2022/PN JKT.SEL telah menetapkan dan memberikan izin kepada para pemohon untuk mendaftarkan perkawinannya di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Jakarta Selatan.

Dalam putusan tersebut, hakim mempertimbangkan dengan baik terkait keterangan para pemohon satu sama lain.

Diperolehnya fakta hukum dengan adanya surat-surat bukti dan saksi-saksi yang diajukan oleh para pemohon di persidangan menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutuskan permohonan perkawinan beda agama agar dapat dilangsungkan.

Pernyataan pemohon terkait kesepakatan menjalankan perkawinan dan saling menghargai kepercayaan masing-masing juga menjadi dasar pertimbangan hakim agar tewujudnya perkawinan yang harmonis antar kedua pasangan tersebut.

Seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 1 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami – isteri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Namun, secara keseluruhan perkawinan beda agama di Indonesia hingga saat ini masih menuai kontroversi dalam masyarakat.

Peraturan perkawinan dalam setiap agama di Indonesia berbeda-beda. Sehingga aturan perkawinan tersebut tidak dapat disamakan.

Padahal, syarat-syarat hukum perkawinan dalam hukum agama dan kepercayaan yang dianut oleh kedua pasangan akan menentukan sahnya perkawinan yang akan dilaksanakan dan dicatatkan.

Walaupun perkawinan beda agama didasari dengan adanya hak asasi manusia dan kebebasan.

Dengan hal ini, dalam menjalankan hak dan kebebasan tadi setiap warga negara harus mematuhi  aturan hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan nilai moral, nilai-nilai agama, serta menjaga keamanan dan ketertiban yang ada didalam masyarkat. Pertanyaannya kemudian adalah, sahkah pernikahan beda agama dimata hukum?

image 21

Perkawinan Beda Agama Tinggalkan Polemik?

Pada dasarnya, masyarakat Indonesia tidak hanya berasal dari satu golongan agama saja, melainkan terdapat enam agama yang diakui berdasarkan nilai-nilai Pancasila yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Baca juga :  Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Adanya perbedaan agama dalam kehidupan sosial masyarakat tidak menutup kemungkinan akan bertemunya satu individu dengan individu lain yang akan menjalin suatu ikatan cinta menjadi sepasang kekasih dan menginginkan adanya perkawinan.

Dengan tetap berpegangan teguh terhadap agama dan kepercayaan masing-masing, pihak serta adanya kesepakatan untuk melangsungkan perkawinan, maka akan terwujudkan perkawinan beda agama yang dalam prosesnya terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari pengadilan melalui hakim yang berwenang.

Seperti yang dimaksudkan dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) No.1400 K/Pdt/1986, Pasangan beda agama dapat meminta penetapan pengadilan untuk pencatatan perkawinannya.

Menurut Hukum Perkawinan UU No.1 tahun 1974 Pasal 2 ayat (1), Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan.

Oleh karena itu, perkawinan beda agama dapat dikatakan sah, apabila para pihak tersebut dapat memilih hukum agama apa yang ingin dipakai untuk melangsungkan perkawinannya, dan menaati segala persyaratan hukum perkawinan tersebut.

Perkawinan wajib untuk dicatatkan menurut perundang-undangan yang berlaku.  Bagi yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, maka dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA,) dan untuk yang Non-Islam dicatatkan di Dukcapil.

Pencatatan perkawinan penting bagi keabsahan perkawinan untuk kepentingan dan perlindungan hukum.

Perlu diketahui juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa pencatatan perkawinan bukanlah merupakan faktor yang menentukan sahnya perkawinan. Pencatatan merupakan kewajiban administratif yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013, menyatakan bahwa perkawinan yang sah wajib dicatatkan.

Dengan demikian, dapat diartikan bahwa perkawinan yang dilangsungkan tanpa mengikuti hukum agama dan kepercayaan bisa dikatakan perkawinannya dianggap tidak sah atau perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi.

Maka dari itu, diperlukan pencatatan dalam perkawinan beda agama, walaupun hingga saat ini masih menuai polemik karena adanya perbedaan pandangan pada setiap individu dalam masyarakat terkait perbedaan agama yang akan terikat dalam suatu perkawinan.

Perbedaan pandangan ini juga terkadang hingga mencampuri urusan hukum.

Namun, setiap warga negara dalam kehidupannya seharusnya berhak mendapatkan keadilan.

Setiap warga negara memiliki hak untuk melangsungkan perkawinan dan harus berdasarkan dengan perkawinan yang sah yang, seperti yang tercantum dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Baca juga :  Puan Maharani 'Reborn'?

Dan menurut John Rawls, keadilan adalah kebaikan bagi seluruh masyarakat siapa  pun tidak dapat mengesampingkan atau menganggu rasa keadilan, dan setiap orang yang memperoleh keadilan.

Dengan hal tersebut dapat dinilai bahwa setiap warga negara berhak memperoleh keadilan yang baik salah satunya adalah perihal perkawinan yang diinginkan. Lantas, sudahkah setiap warga negara mendapatkan keadilan dalam kehidupan penikahannya?

image 22

Ketika Beda Agama Dianggap Haram

Terdapat Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.4/2005 yang menjelaskan dan menegaskan bahwa hukum perkawinan beda agama  dinilai haram dan tidak sah.

Jika perkawinan beda agama dilakukan dalam agama Islam, maka haram hukumnya dan membuat akad nikah dari pernikahan tersebut tidak sah secara agama.

MUI memandang perlu penetapan fatwa tentang perkawinan beda agama ini untuk dijadikan pedoman agar mewujudkan dan memlihara ketentraman berumah tangga. Hal ini karena pernikahan beda agama dianggap mengundang keresahan di tengah masyarakat.

Penetapan larangan tersebut dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat memicu konflik tatanan kehidupan sosial dalam masyarakat.

Namun, tetap saja sejatinya setiap warga negara berhak untuk melangsungkan perkawinan dengan mentaati aturan hukum yang berlaku, agar terciptanya perkawinan yang sah bagi setiap individu yang ingin melangsungkan perkawinannya.

Adanya kepastian hukum dalam putusan pengadilan yang ditetapkan oleh hakim terkait perkawinan beda agama yang sudah ditetapkan memberikan titik terang bagi para individu atau pemohon untuk dapat melangsungkan perkawinan beda agama tersebut.

Menurut Sudikno Mertokusumo – dalam teori kepastian hukum, jelaskan bahwa kepastian hukum menjadi sebuah jaminan agar hukum dapat berjalan dengan semestinya.

Kepastian hukum individu yang memiliki hak adalah yang telah mendapatkan putusan dari keputusan hukum itu sendiri.

Dengan demikian, jika ada putusan hakim yang menyatakan perkawinan beda agama tersebut dapat dilangsungkan dan dapat dicatatkan maka putusan hakim tersebut telah berkekuatan hukum tetap.

Mengingat hukum adalah alat untuk mengatur masyarakat atau tool of social engineering, sehingga dengan adanya kasus perkawinan beda agama dan adanya hukum yang ditegakkan dengan baik, maka dapat memberikan titik terang akan adanya keadilan dan kepastian hukum kepada setiap individu warga negara dalam hal perkawinan beda agama. (S82)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

More Stories

Tragedi Kanjuruhan, Pelanggaran HAM Berat?

Tragedi Kanjuruhan yang terjadi dalam waktu semalam telah menghilangkan ratusan nyawa manusia tak bersalah. Sesuai perkembangannya, tragedi Kanjuruhan mulai dilihat bukan hanya sebagai tragedi...

Tragedi Kanjuruhan, Tanggung Jawab Siapa?

Duka mendalam atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Tragedi ini mengundang perhatian dunia dan dianggap sebagai insiden kerusuhan suporter terbesar dalam sejarah sepak bola....

Mengapa Sering Terjadi Penganiayaan di Pesantren?

Belakangan marak kasus penganiayaan dan kekerasan seksual yang terjadi di kalangan para santri-santriwati. Hal tersebut menyita perhatian publik akan penegakan hukum di pesantren. Lantas, bagaimana kasus-kasus ini bisa merefleksikan penegakan hukum di lingkungan pesantren?