HomeCelotehMenkes Yang Tak Percaya Kemenkes

Menkes Yang Tak Percaya Kemenkes

“Saya nggak mau dua kali ketipu, ini dibilang secara agregat cukup, jumlah puskesmas sama rumah sakit buat nyuntik, rumah sakit pemerintah saja, nggak usah ngelibatin pemda, swasta, cukup. Aku kapok kan. Aku bisa nggak, aku nggak percaya data nasional”. – Menkes Budi Gunadi Sadikin


PinterPolitik.com

Data. Kata ini pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris pada tahun 1640-an. Berakar dari kata Bahasa Latin “datum” yang artinya “hal yang diberikan” dan merupakan bentuk lampau dari kata “dare” yang berarti “memberi”.

Sementara, penggunaannya sebagai terminologi yang spesifik dalam dunia komputerisasi baru terjadi pada tahun 1946, yakni didefinisikan sebagai informasi computer yang bisa disimpan dan ditransmisikan.

Kini, data menjelma sebagai salah satu faktor yang menentukan peradaban. Negara-negara menganggap data sebagai bagian dari penentu posisi power politiknya di tingkat global. Pun dalam halnya di politik domestik, di mana data menjadi penentu kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Baca Juga: PDIP Ulangi Kejatuhan Demokrat?

Sementara, perusahaan-perusahaan besar juga berlomba-lomba menggunakan data sebagai bagian dari upaya marketing yang tepat sasaran. Perusahaan-perusahaan teknologi besar macam Google, Facebook dan Amazon pun menggunakan data penggunanya untuk berbagai kepentingan terkait pengambangan layanannya.

Nah, terkait kebijakan pemerintah, konteks data inilah yang kini jadi fokus utama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Doi jadi uring-uringan karena lagi pusing soal data penerima vaksin Covid-19. Soalnya, data yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan sepertinya tidak akurat alias tak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan.

Pak Budi bahkan melempar bahasa “kapok” karena ketipu sama data-data nasional yang dimiliki oleh Kemenkes. Soalnya data-data tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Wih.

Terkait data penerima vaksin Covid-19, Menkes pun telah berencana menggunakan data yang dimiliki oleh KPU, yakni data pemilih pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020. Emang sih, datanya KPU bisa dibilang yang paling lengkap setidaknya dalam 2 tahun terakhir.

Tapi, dengan pernyataan Menkes Budi yang demikian, ini sesungguhnya menggambarkan ada yang salah dengan sistem pendataan yang dimiliki oleh Kemenkes. Lha data puskesmas dan rumah sakit aja disebut nggak sesuai dengan kenyataan, gimana dengan data-data yang lain?

Hmm, semoga data yang diinginkan Menkes Budi bisa diambil. Soalnya akhirnya ada orang yang menyadari bahwa Kemenkes kita itu agak “berantakan” ya. Uppps. Apalagi Pak Menkes bukan orang internal dunia kesehatan dan latar belakangnya nggak dari sana. Sehingga, apa yang dikatakannya bisa saja jadi sangat obyektif.

Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.