HomeHeadlineSiasat JK Hadang Jokowi ke Golkar?

Siasat JK Hadang Jokowi ke Golkar?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut-sebut akan bergabung dengan Partai Golkar. Namun, Wakil Presiden ke-10 & ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) dinilai masih berpengaruh di partai beringin itu.


PinterPolitik.com

“I was here first, so I don’t really have to do anything.” – Sarah ‘O’ Owens, Sex Education (2019-2023)

Bisa dibilang Netflix memiliki salah satu series andalan yang banyak ditunggu-tunggu orang. Salah satu series buatan Netflix itu adalah Sex Education (2019-2023).

Ujung cerita perjalanan Otis Milburn untuk memberikan pendidikan seks kepada teman-temannya harus menemui tantangan ketika akhirnya Otis masuk ke sekolah barunya, Cavendish. Berbeda dengan sekolah lamanya, di mana Otis menjadi satu-satunya terapis seks, Cavendish ternyata telah memiliki seorang terapis seks yang sudah dikenal terlebih dahulu, yakni Sarah ‘O’ Owens.

Dengan harapan untuk menegosiasikan persaingannya di Cavendish, Otis-pun datang menemui O untuk membicarakan siapa yang lebih berhak membuka layanan konsultasi pendidikan seks untuk teman-temannya. O-pun denga singkat menjawab, “Aku sudah terlebih dahulu ada di sini. Jadi, aku tidak perlu melakukan apapun terkait hal itu.”

Apa yang terjadi dengan Otis yang baru masuk ke Cavendish mungkin juga tengah terjadi dalam dinamika politik Indonesia baru-baru ini. Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan berniat untuk bergabung dengan Partai Golkar.

Sejumlah politisi Golkar menyambut rumor tersebut. Namun, tidak untuk politisi senior Golkar yang pernah menjabat sebagai wakil presiden (wapres) ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK).

Menanggapi rumor itu, JK mengingatkan bahwa terdapat sejumlah mekanisme dan aturan yang harus dipenuhi terlebih dahulu bila ingin menjadi pengurus atau ketua, yakni harus menjadi kader Golkar selama lima tahun.

Layaknya O di Cavendish, JK memang sudah terlebih dahulu hadir dan besar di Golkar. Bahkan, bisa dibilang JK adalah salah satu politikus senior yang berpengaruh di partai berlambang pohon beringin itu.

Di sisi lain, meski pernah menjadi wapres Jokowi pada tahun 2014-2019, JK kini dinilai memiliki posisi politik yang berseberangan dengan Jokowi. Bila Jokowi disinyalir mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, JK lebih memilih untuk mendukung paslon nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).

Baca juga :  Iran Punya Kuda Troya di Bahrain? 

Dengan dinamika terkini yang terjadi, mungkinkah JK akan menjegal kemungkinan Jokowi untuk bergabung dengan Golkar? Seberapa pengaruh JK di Golkar untuk menjalankan siasat ini?

JK Bak ‘O’ di Golkar?

Setelah akhirnya diterima di sekolah baru, Otis-pun memiliki harapan baru akan hidupnya. Salah satunya adalah untuk mengulangi kesuksesannya dalam mengadakan sesi-sesi konseling untuk teman-teman sebayanya di Cavendish.

Namun, upayanya untuk mendominasi pasar konseling seks di Cavendish tidak bisa berjalan mulus karena sekolah itu sudah memiliki penguasa pasar yang dikenal sebagai O.

O sendiri cukup dihormati di kalangan siswa-siswa Cavendish. Tidak jarang, antrean panjang justru terjadi di klinik konseling yang dibuka oleh O, bukan klinik konseling milik Otis.

Dominasi O yang telah hadir lebih dulu di Cavendish ini bisa dijelaskan dengan tulisan Kimberly Casey yang berjudul Defining Political Capital. Bukan tidak mungkin, mengacu ke tulisan itu, sudah memiliki modal (capital) berupa modal sosial.

Modal sosial bisa dimaknai sebagai investasi yang terbangun melalui hubungan-hubungan sosial, yang mana kemudian bisa berujung pada imbalan yang dieskpektasikan (returns). Ini mengapa O bisa disukai oleh banyak teman-temannya. 

Pasalnya, O memberikan kemudahan, kenyamanan, hingga nasihat saat mereka melakukan konseling dengan O. Dengan begitu, O bisa mendapatkan promosi gratis dan kesetiaan dari teman-temannya.

Hal yang sama juga berlaku dalam politik. JK juga memiliki modal sosial yang luas di Golkar. Bahkan, tidak hanya di Golkar, JK juga bisa mengandalkan jaringan lainnya, seperti alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang juga banyak di partai beringin itu.

Modal sosial ini, menurut Casey, bisa ditransformasikan menjadi modal politik. Modal politik sendiri adalah modal yang digunakan untuk tindakan politik, seperti dalam arena pemilihan umum atau di antara para pemegang jabatan.

Tidak heran apabila akhirnya JK bisa saja mempengaruhi kader-kader Golkar lainnya untuk menghalangi kemungkinan Jokowi guna bergabung dengan Golkar. Apalagi, JK dianggap sebagai politikus senior yang sangat dihormati di semua kalangan dalam Golkar.

Namun, apakah benar JK memiliki pengaruh seluas itu? Mungkinkah modal sosial cukup untuk membendung Jokowi yang kini disebut-sebut menjadi salah satu presiden terkuat dalam sejarah Indonesia?

Golkar Bukan Milik JK?

Meski begitu, JK bukanlah satu-satunya orang berpengaruh di Golkar. Layaknya Cavendish, yang didalamnya terdapar sejumlah siswa-siswi “populer”, Golkar juga  memiliki individu-individu yang memengaruhi dinamika internal partai.

O mungkin dikenal karena keahliannya dalam konseling. Namun, individu-individu lainnya juga punya modal-modal lain yang bisa mereka andalkan.

Abbi Montgomery, misalnya, adalah salah satu anak populer yang diikutin oleh banyak individu di Cavendish. Dia selalu didengar karena selalu menjadi orang yang serba positif (be-positive policy).

Tidak hanya Abbi, ada juga Isaac Goodwin. Isaac mampu membuat seluruh Cavendish untuk mogok karena tidak tersedianya fasilitas yang mumpuni untuk kelompok difabel.

Modal-modal yang berbeda inilah yang juga eksis di Golkar. Tidak jarang, para individu dengan modal-modal politik yang besar ini saling bersaing.

Pada tahun 2016 ketika Golkar masih diketuai oleh Aburizal Bakrie, misalnya, terjadi benturan pengaruh antara JK dan Luhut Binsar Pandjaitan yang kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).

Bukan tidak mungkin, benturan antar-individu berpengaruh akan terjadi lagi di Golkar di tengah wacana bergabungnya Jokowi ke Golkar. Hingga kini, masih banyak individu berpengaruh di Golkar yang sejalan dengan Jokowi, mulai dari Luhut, Aburizal, hingga Ketua Umum (Ketum) Airlangga Hartarto.

Nama-nama itupun memiliki sejumlah posisi penting di Golkar. Aburizal, misalnya, kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar. Sementara, Luhut menjabat sebagai Ketua Dewan Kehormatan Golkar.

Bisa dibilang, selain memiliki modal sosial, individu-individu ini memiliki modal institusional juga. Mengacu ke tulisan Casey, modal institusional adalah modal yang berkaitan dengan institusi, seperti sumber-sumber yang melekat pada jabatan institusional.

Pada akhirnya, jika benturan politik di internal Golkar terjadi, bukan tidak mungkin JK  harus mempertimbangkan ulang bila benar ingin menghadang kemungkinan bergabungnya Jokowi. Layaknya O dalam menghadapi Otis yang memiliki pengetahuan luas soal konseling, JK-pun harus memikirkan matang-matang langkah-langkah yang akan diambil. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

More Stories

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Singapura ‘Ngeri-ngeri Sedap’ ke Prabowo?

Jokowi ajak Prabowo ketika bertemu PM Singapura Lee Hsien Loong dan deputinya, Lawrence Wong. Mungkinkah 'ngeri-ngeri sedap' ke Prabowo?