HomeHeadlineHikmahanto Menhan, Prabowo Ideal Statesman?

Hikmahanto Menhan, Prabowo Ideal Statesman?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dinilai sangat layak untuk menjadi Menteri Pertahanan (Menhan) penerus Prabowo Subianto. Selain karena rekam jejak dan kemampuannya,  hal itu secara politik akan menguntungkan bagi pemerintahan Prabowo-Gibran andai benar-benar ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2024. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Saat penerus sepadan sosok Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) terasa cukup sulit ditemukan, munculnya nama Hikmahanto Juwana seolah menjadi jawaban.

Secara sederhana, kapasitas Hikmahanto tampak cukup jelas terlihat dari predikat dan titelnya saat ini, yakni sebagai Profesor sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI). Hikmahanto juga merupakan pakar hukum dan politik internasional, pertahanan, dan ketahanan nasional.

Dirinya telah malang melintang di pemerintahan sebagai tenaga ahli di berbagai kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Pertahanan, Kemenko Perekonomian, Kejaksaan Agung, Kemenkumham, BNPT, dan lain sebagainya.

Di tiga edisi pemilihan presiden (pilpres) terakhir, Hikmahanto pun tak pernah absen menjadi moderator maupun panelis debat kandidat pemimpin negeri.

Menariknya, terlepas dari siapa pemenang Pilpres 2024, Hikmahanto kiranya memang sosok paling relevan untuk mengampu posisi yang terakhir kali diisi sosok berlatar belakang sipil, yakni Purnomo Yusgiantoro pada 2009-2014 silam.

Terlebih, jika Presiden ke-8 RI nantinya adalah Prabowo. Mengapa demikian?

Pembuktian Prabowo?

Sejauh ini, nama yang beredar dalam bursa Menhan suksesor Prabowo kebanyakan berlatar belakang militer. Sebut saja Wakil Menhan saat ini Letjen TNI (Purn.) M. Herindra serta sosok right hand man yang selama ini kerap terlihat selalu berada di sisi Prabowo, yakni Letjen TNI (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin.

Memang, kemampuan dua sosok itu tak bisa dianggap sebelah mata karena memiliki keunggulannya masing-masing. Akan tetapi, dengan menunjuk Hikmahanto, andai benar-benar menjadi RI-1, Prabowo kiranya akan diuntungkan.

Pertama, tentu untuk terlepas dari stigma jebakan persepsi ksatria militer. Dalam banyak kasus, sosok berlatar belakang serdadu kerap dianggap memiliki kelebihan dibandingkan lainnya, khususnya untuk mengampu jabatan yang berkorelasi langsung dengan militer.

Baca juga :  Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Profesor di Akademi Militer Amerika Serikat (AS) Tom Kolditz dalam publikasinya yang berjudul Why the Military Produces Great Leaders secara tersurat mengejawantahkan postulat itu.

Militer, dalam telaah Kolditz, memiliki bekal inheren yang membuatnya menjadi semacam pemimpin alami. Hal itu karena mereka dididik dalam etos kedisiplinan untuk memenuhi tugas dan tanggung jawab yang tinggi.

Akan tetapi, pertanyaan yang muncul berikutnya adalah benarkah sosok militer atau berlatar belakang militer selalu lebih baik dibandingkan sipil?

Dalam sebuah penelitian berjudul Comparative Analysis of the Political and Economic Performance of Military and Civilian Regimes, R.D. McKinlay dan A.S. Cohan membandingkan kinerja di bidang politik, pertahanan, dan ekonomi di antara negara-negara yang “dikelola” militer dan negara-negara yang “dikelola” sipil.

Hasilnya, tidak terdapat banyak perbedaan antara kinerja kedua jenis pemerintahan tersebut.

Temuan McKinlay dan Cohan agaknya menjadi bantahan persepsi inferioritas kepemimpinan dari kalangan sipil. Secara satire, analis militer dan pertahanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengistilahkan persepsi tersebut sebagai mitos kesatria.

Namun, sekali lagi, hal itu tak serta merta “mendegradasi” sosok berlatar belakang militer begitu saja karena mereka pun tentu memiliki kapabilitas tersendiri.

Dengan kata lain, menunjuk Hikmahanto, sebagai sosok berlatar belakang sipil untuk menjadi Menhan, dapat menjadikan Prabowo untuk terlepas dari persepsi kungkungan atau mitos kesatria militer yang selama ini eksis.

Apalagi, Prabowo agaknya akan merengkuh dukungan tersendiri karena selama ini dirinya telanjur dipersepsikan lebih memilih rekan sejawatnya di militer untuk mengampu jabatan strategis di sekitarnya saat menjadi Menhan.

Kedua, dengan menunjuk Hikmahanto yang berlatar belakang sipil sebagai Menhan ke-27, Prabowo agaknya dapat memerankan diri sebagai ideal statesman atau negarawan ideal.

Filsuf Romawi Cicero mengemukakan ideal statesman sebagai konsep yang mewujudkan kebijaksanaan, integritas, dan komitmen terhadap kebaikan bersama. 

Baca juga :  Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Dalam skenario penunjukan Hikmahanto, pilihan presiden terpilih untuk menunjuk seorang Menhan yang berlatar belakang sipil yang memiliki kredensial mumpuni dalam urusan militer, pertahanan, dan internasional mencerminkan gagasan Cicero dalam memilih pemimpin berdasarkan prestasi dan keahliannya, bukan sekadar penampilan luar atau latar belakangnya.

Selain itu, Cicero juga menekankan pentingnya pemerintahan yang adil dan supremasi hukum. 

Dalam probabilitas skenario kepresidenannya, meski berlatar belakang militer dan menghadapi skeptisisme karena impresi tangan besi dan otoriter, Prabowo berpeluang memulihkan kepercayaan dengan menunjuk yang sosok dengan kemampuan mumpuni, dengan tetap menekankan supremasi sipil.

Hal ini sejalan dengan gagasan Cicero bahwa seorang pemimpin harus menjunjung tinggi prinsip tersebut untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Ihwal yang kiranya penting dalam dimensi sosiopolitik bagi dukungan terhadap pemerintahan Prabowo ke depan, secara khusus maupun secara luas.

prof. hikmahanto member panelis debat

Hikmahanto Bukan Alternatif?

Secara spesifik, Khairul Fahmi menyebut Hikmahanto memang layak untuk dipertimbangkan sebagai kandidat sipil Menhan penerus Prabowo.

Tentu dalam hal ini diharapkan sebagai pilihan utama, bukan alternatif. Cukup mudah untuk menelusuri rekam jejak dan pencapaian Hikmahanto di bidang militer, pertahanan, dan hubungan internasional.

Secara singkat, Hikmahanto sosok yang cukup lengkap secara keilmuan dan pengalaman interaksi yang panjang dengan lingkaran militer. Ihwal yang juga disebut Fahmi sebagai keunggulannya.

Selain itu, secara komunikasi publik dan politik, Hikmahanto juga dinilai lebih unggul dibanding kandidat lainnya.

Kemampuan itu menjadi penting di tengah perdebatan sejauh mana aspek pertahanan dapat dibuka ke publik, sesuatu yang “uniknya” beriringan dengan tuntutan keterbukaan penggunaan anggaran di Medan Merdeka Barat.

Tinggal, tantangan di atas peluang Hikmahanto adalah sejauh mana dirinya mampu mendapatkan respek dan legitimasi, utamanya saat dibandingkan dengan Prabowo yang memang merupakan legenda hidup militer Indonesia.

Kini, diskursus siapa kandidat yang layak menjadi penerus Prabowo sebagai Menhan kiranya akan terus bergulir ke depan. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Apa Siasat Luhut di Kewarganegaran Ganda?

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia diperbolehkan. Apa rugi dan untungnya?

Budi Gunawan Menuju Menteri Prabowo?

Dengarkan artikel ini: Nama Kepala BIN Budi Gunawan disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon menteri yang “dititipkan” Presiden Jokowi kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Hal...

Bukan Teruskan Jokowi, Prabowo Perlu Beda?

Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto selalu sebut akan lanjutkan program-program Presiden Jokowi, Namun, haruskah demikian? Perlukah beda?

Mungkinkah Prabowo Tanpa Oposisi?

Peluang tak adanya oposisi dalam pemerintahan Prabowo-Gibran sangat terbuka.Ini karena beberapa partai yang awalnya menjadi lawan Prabowo-Gibran, kini sudah mulai terang-terangan menyatakan siap menjadi bagian dari pemerintahan.

Alasan Ketergantungan Minyak Bumi Sulit Dihilangkan

Bahan bakar minyak (BBM) terus dikritisi keberadaannya karena ciptakan berbagai masalah, seperti polusi udara. Tapi, apakah mungkin dunia melepaskan ketergantungannya pada BBM?

Ada Kongkalikong Antara Iran dan Israel?

Kendati diisukan akan jadi perang besar, konflik antara Iran dan Israel justru semakin mereda. Mengapa hal ini bisa terjadi? 

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

More Stories

Rahasia Besar Presidential Club Prabowo?

Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto disebut menggagas wadah komunikasi presiden terdahulu dengan tajuk “Presidential Club”. Kendati menuai kontra karena dianggap elitis dan hanya gimik semata, wadah itu disebut sebagai aktualisasi simbol persatuan dan keberlanjutan. Saat ditelaah, kiranya memang terdapat skenario tertentu yang eksis di balik kemunculan wacana tersebut.

Sangat Mungkin Jokowi & Anies Mendirikan Parpol?

Opsi mendirikan partai politik (parpol) menjadi relevan dan memiliki signifikansi tersendiri bagi karier politik Anies Baswedan dan Joko Widodo (Jokowi) pasca 2024. Akan tetapi, hal itu agaknya cukup mustahil untuk dilakukan saat berkaca pada kecenderungan situasi sosiopolitik saat ini.

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?