HomeCelotehAhok Kok Nyoblos di Jepang?

Ahok Kok Nyoblos di Jepang?

“The man who passes the sentence should swing the sword.” — Ned Stark, Game of Thrones


PinterPolitik.com

[dropcap]M[/dropcap]anusia memang memiliki banyak cara untuk mengekspresikan perasaannya. Hal itu setidaknya bisa dilihat dalam film animasi Inside Out. Orang bisa merasa bahagia, sedih, marah, takut, dan lain sebagainya. Namun, perasaan-perasaan itu hanya akan muncul ketika ada yang memantiknya.

Walaupun demikian, memang tak jarang juga perasaan-perasaan itu adalah bagian dari karakter atau kepribadian seseorang.

Nah, mungkin hal itulah yang terjadi pada Basuki Tjahaja Purnama yang tidak mau dipanggil Ahok. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu seolah tak bisa berpisah dari ekspresi kemarahan.

Ibaratnya, Ahok tanpa kemarahan itu seperti tugu Monas tanpa puncak emasnya. Tetap tinggi sih, tetapi kurang keren kelihatannya. Terima kasih kepada Teuku Markam, seorang pengusaha asal Aceh di era Soekarno yang menyumbangkan 28 kg dari total 38 kg emas untuk puncak Monas.

Dalam konteks Ahok, kemarahan itulah yang membuat seorang Ahok menjadi Ahok. Kalau tidak marah-marah mah bukan Ahok namanya.

Justru jadi lucu kan, Pak Ahok nyoblos di Jepang, Habib Rizieq Shihab nyoblos di Arab Saudi. Di tengah-tengahnya Pulau Jawa. Wayangnya bingung, dalangnya bingung, yang penting kita tertawa. Click To Tweet

Jadi ceritanya Pak Ahok ini lagi ada di Jepang dan berencana untuk memberikan hak pilihnya dengan nyoblos di Osaka, kotanya si Heiji Hattori. Itu loh, detektif SMA yang ada di serial Detective Conan yang jadi teman jagoan kita, Shinichi Kudo.

Dalam sebuah video yang tersebar di jagat maya, Ahok terlihat marah-marah ke petugas pemungutan suara di wilayah tersebut karena merasa “ dikerjai”.

Baca juga :  Puan x Prabowo: Operasi Rahasia Singkirkan Pengaruh Jokowi?

Pasalnya doi sudah mengurus jadi bagian dari DPT yang pindah memilih, tapi malah yang dipersilakan mencoblos duluan adalah mereka yang belum daftar.

“Saya udah daftar pak. Beda. Layani yang punya ini dulu”, begitu semprot Ahok ke panitia pemungutan suara.

Wah, jangan keras-keras pak. Ini di negara orang. Hehehe.

Tapi, emang Ahok pantas kesal sih. Soalnya doi sudah ngurus surat pindah memilih sejak 2 bulan lalu. Jadi kalau hak pilihnya hilang gara-gara keduluan sama orang-orang yang belum daftar, kan percuma jadinya.

Hmm, tapi yang jadi pertanyaan terbesarnnya adalah Pak Ahok kok nyoblosnya di Jepang sih? Hayoo, lagi ngapain hayoo? Hehehe.

Apa karena takut sama ancamannya Amien Rais tentang people power?

Ah si bapak, itu kan terjadi kalau Pemilunya curang. Kalau berlangsung aman dan adil mah woles aja kali pak.

Lagian, people power mah terjadi kalau masyarakat sudah tidak lagi percaya sama pemerintah. Yang ada sekarang kan pemerintah masih punya legitimasi.

Kalau minjem kata-katanya sosiolog sekaligus filsuf Jerman, Jürgen Habermas, saat ini belum terjadi krisis legitimasi. Pemerintah masih menjalankan fungsi administrasinya, secara institusi juga masih aman, dan secara kepemimpinan juga masih kuat kok.

Justru jadi lucu kan, Pak Ahok nyoblos di Jepang, Habib Rizieq Shihab nyoblos di Arab Saudi. Di tengah-tengahnya Pulau Jawa.

Wayangnya bingung, dalangnya bingung, yang penting kita tertawa. Sampai jumpa lagi di Opera, eh acaranya masih ada nggak sih? (S13)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

#Trending Article

More Stories

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

Diskualifikasi Gibran: Putusan Terbaik atau Terburuk MK?

Opsi mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres, tetapi tetap mengesahkan kemenangan Prabowo adalah pilihan yang tengah didiskusikan oleh banyak pihak menuju pembacaan putusan MK terkait sengketa Pilpres 2024.