HomeRuang PublikDi Balik Payas Agung Puan

Di Balik Payas Agung Puan

Oleh Wilfridus Kolo, Wiraswasta

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengenakan pakaian adat Payas Agung khas Bali saat menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2021. Pesan apa yang ada di balik Payas Agung Puan?


PinterPolitik.com

“Nanti setelah pandemi usai, mau liburan ke Bali!” Berapa kali Anda mendengar ini selama pandemi – atau bahkan termasuk yang punya rencana ke Bali juga? Bagi kita, rencana hanyalah rencana, tidak jadi juga tak apa. Namun, bagi 4.3 juta penduduk Bali, ini adalah soal hidup dan mati.

Busana Payas Agung Bali yang dikenakan oleh Puan Maharani saat menghadiri Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD tahun 2021 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara pada Senin (16/8/2021) membuat kita kembali teringat pada Bali dan rencana kita semua untuk berlibur pada waktunya nanti.

Payas Agung adalah satu dari tiga pakaian adat Bali selain Payas Madya, dan Payas Alit. Tiap jenisnya memiliki peruntukan yang berbeda saat penggunaannya. Payas Agung biasanya dikenakan saat acara penting dan upacara keagamaan.

Puan mengaku tidak ada desainer khusus yang membantunya memilih busana untuk acara kenegaraan tersebut. Ia hanya menggunakan pakaian koleksi pribadi. “Ini baju saya sendiri, nggak ada desainer. Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen,” terangnya.

Puan memilih busana Payas Agung Bali sebagai penyemangat bagi masyarakat Bali untuk kembali bangkit dan terus berjuang di tengah pandemi ini. Apa yang sebenarnya Bali hadapi di balik Payas Agung Puan ini?

Bali Punya Apa?

Tak hanya nama besar pariwisata yang mendunia, bahkan di beberapa negara, Pulau Dewata ini lebih dikenal dari pada Indonesia. Jadi, merawat Bali untuk tetap ada pada titik yang sudah dicapainya adalah sebuah keharusan.

Di Bali ada Kuta, Pandawa Kuta, Tanah Lot, Ubud, dan masih banyak lagi. Destinasi-destinasi ini menjadi idola pariwisata, baik turis lokal maupun mancanegara, dimana hampir sebagian besar penduduknya bergantung hidup pada detak nadinya.

Baca juga :  Anies Gagal Maju Karena Puan?

Ada kurang lebih 5.000 hotel di Bali, lebih dari separuhnya terpaksa tutup dalam setahun terakhir. Hotel yang tetap buka, hanya memiliki tingkat hunian rata-rata 5 persen. Sekitar 300.000 pekerja hotel dan restoran dirumahkan. Demikian pula dengan 75.000 pekerja sektor transportasi dan 360.000 pekerja industri pendukung lainnya.

Lebih dari separuh perekonomian Bali ditopang oleh industri pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Bali turun hingga 12,28% pada kuartal III-2020, dan kontraksi 12,21% pada kuartal IV-2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019 (year on year/yoy). Secara kumulatif, ekonomi Bali sepanjang 2020 mengalami kontraksi 9,31% yoy. Hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah.

Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah Provinsi Bali juga bergerak dengan menggencarkan program vaksinasi terutama bagi peserta industri pariwisata dan merumuskan berbagai kebijakan untuk membuat Bali tak lagi bergantung sepenuhnya pada sektor pariwisata.

Pemerintah pusat meluncurkan program WFB (work from Bali) yang tentu saja kontradiktif dengan pembatasan kegiatan masyarakat berjilid-jilid. Tapi bagaimanapun juga itu adalah usaha yang patut diapresiasi, walau belum tentu bisa dilaksanakan.

Sekarang, bola ada di tangan pemerintah, bagaimana menyeimbangkan peraturan dan misi menyelamatkan ekonomi. “Harus ada aturan yang jelas, disosialisasikan dengan baik. Pemerintah harus terkoordinasi, satu suara sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat”, kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Jakarta.

Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster meminta kebijakan spesifik dan spasial dalam upaya pemulihan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19, utamanya di sektor pariwisata. Pasalnya, pelaku pariwisata Bali paling besar terdampak pandemi.

Pada April lalu, Koster sempat mengungkapkan harapannya agar semua pemangku kebijakan untuk tidak melupakan Bali yang terdampak begitu hebat selama pandemi Covid-19.

Ketika kondisi normal pada medio 2019 lalu, sebanyak 6,3 juta wisatawan mancanegara (Wisman) datang ke Bali yang setara 39 % dari jumlah total wisman nasional. Angka tersebut juga berarti jumlah devisa sebesar 29 % dari total devisa sektor pariwisata Indonesia.

Baca juga :  Anies Gagal Maju Karena Puan?

“Belum lagi untuk wisdom (wisatawan domestik) di mana ada 10 ,5 juta orang datang ke Bali. Jadi Ekonomi sangat tergantung pariwisata, dan jika normal pertumbuhan ekonomi kita selalu di atas rata-rata nasional,” ujar Koster.

Pemerintah pusat ikut mendukung pemulihan ekonomi di Bali dengan adanya kebijakan Bank Himbara mengucurkan modal kerja kepada sektor-sektor yang terdampak parah dari Covid-19 yakni pariwisata, perhotelan, dan restoran, termasuk di Provinsi Bali yang menjadi prioritas.

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengajak Bank Pembangunan Daerah serta bank swasta untuk menurunkan suku bunga guna memperbaiki perekonomian Indonesia.

Sementara itu, kalangan pengusaha di Pulau Dewata mengusulkan agar wisatawan asing mulai diizinkan masuk ke Bali mulai Agustus ini, sementara pengawasan masuknya warga negara asing dan bahaya penyebaran virus yang mengintai masih terus menjadi sorotan karena dinilai belum optimal.

Mungkin inilah saatnya pemerintah merapikan strategi pariwisata nasional. Bagaimana mungkin menciptakan Bali baru sementara Bali yang “lama” saja sedang terpuruk?

Oleh karenanya, sehari sebelum Hari Ulang Tahun ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia Puan Maharani berpesan agar pemerintah mengantisipasi berbagai konsekuensi sosial dan ekonomi di balik kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, utamanya di kawasan yang bertopang pada sektor pariwisata seperti di Bali.

Masyarakat Bali dan wisatawan tentu telah banyak belajar soal pandemi dan bagaimana menyikapinya dengan protokol kesehatan yang ketat. Karena itu, momen Hari Kemerdekaan ini, bisa menjadi kado bagi Pulau Dewata secara khusus dan daerah wisata lainnya, untuk dibuka dan kembali memulai detaknya demi kehidupan masyarakat yang lebih baik.


Tulisan milik Wilfridus Kolo, Wiraswasta.


Opini adalah kiriman dari penulis. Isi opini adalah sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi PinterPolitik.com.

Banner Ruang Publik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Ekspor Pasir, “Mengalah” Jokowi untuk Singapura? 

Keputusan pemerintah membolehkan kembali ekspor sedimen (pasir) laut menuai sejumlah kritik. Kira-kira apa alasan Presiden Jokowi setujui keputusan tersebut? 

Lion Air dan Ais Syafiyah: Master Stroke Cak Imin?

Rusdi Kirana diumumkan oleh Cak Imin akan kembali mengisi posisi Wakil Ketua Umum PKB. Ini adalah kali keduanya bos Lion Air itu menjabat di kepengurusan parpol yang terafiliasi dengan NU ini.

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo. Mungkinkah ini bentuk CLBK antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri?

KADIN dan Kemenangan Tertunda Anin?

Terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menggantikan Arsjad Rasjid meninggalkan ruang tafsir atas adanya intervensi serta deal politik tertentu. Namun, benarkah demikian? Dan mengapa intrik ini bisa terjadi?

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Digerogoti Kasus, Jokowi Seperti Pompey?

Mendekati akhir jabatannya, sejumlah masalah mulai menggerogoti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini artinya dukungan elite kepadanya mulai melemah?

Titip Salam dari Mega ke Prabowo: Menuju Koalisi?

Seiring dengan “audisi” menteri yang dilakukan oleh Prabowo Subianto untuk kementerian di pemerintahannya, muncul narasi bahwa komunikasi tengah terjalin antara ketum Gerindra itu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menuju Dual Power Jokowi vs Prabowo

Relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan menjadi warna utama politik dalam beberapa bulan ke depan, setidaknya di sisa masa jabatan periode ini.

More Stories

Unlike Jokowi, Prabowo Will Be His Own Man

More assertive foreign policy and democratic backsliding are most likely on the horizon as Prabowo Subianto becomes the next Indonesian president.

Fenomena Gunung Es “Fake Review”

Fenomena fake review kini banyak terjadi di jual-beli daring (online). Siapakah yang dirugikan? Konsumen, reviewer, atau pelaku usahakah yang terkena dampaknya? PinterPolitik.com Sejak berlangsungnya proliferasi internet...

Menavigasi Inklusivitas Politik Indonesia: Prabowo Subianto dan Perwujudan Consociational Democracy

Oleh: Damurrosysyi Mujahidain, S.Pd., M.Ikom. Perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah berlalu dan sebagian besar rakyat Indonesia telah berkontribusi dalam terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden...