Pinter EkbisTanah Abang 'Berubah' Jadi Keranjang Kuning

Tanah Abang ‘Berubah’ Jadi Keranjang Kuning

Pasar Tanah Abang dikabarkan makin sepi. Kini, para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) banyak beralih mengandalkan live streaming.


socioloop.co

“Langsung aja ke etalase dua di keranjang kuning!”

Mungkin, kalimat yang sering terdengar ketika berkunjung ke Pasar Tanah Abang adalah ajakan untuk mampir ke toko seperti, “Mampir dulu! Silakan dilihat-lihat.” Namun, ada satu hal yang sudah berubah – kini justru banyak pedagang mengucapkan, “Langsung aja check-out di keranjang kuning!”

Pemandangan inilah yang kini terlihat di berbagai sektor di Tanah Abang. Para pedagang kini justru menunjukkan pakaian dan kain yang mereka jual ke kamera depan telepon seluler (smartphone).

Pergeseran inipun bukan tanpa alasan. Banyak pedagang merasa bahwa hasil penjualan yang dilakukan melalui transaksi luring (offline) justru tidak mencukupi untuk menutup seluruh biaya operasional.

Malahan, para pedagang justru mendapatkan keuntungan tambahan melalui live streaming yang mereka lakukan di platform daring (online). Lampu-lampu berbentuk lingkaran yang melekat pada tripod-pun bisa dilihat berjejeran di antara stan-stan yang ada.

Well, perubahan perilaku pembeli bisa jadi ikut memengaruhi. Setelah pandemi Covid-19 melanda dunia di tahun 2020, aktivitas jual-beli memang banyak terjadi di ruang maya alias luring.

Perilaku pasar inipun akhirnya juga terbawa hingga kini. Belum lagi, sejumlah platform – seperti TikTok dan Shopee – mengeluarkan terobosan-terobosan baru. 

Sebenarnya, terdapat sejumlah keuntungan yang diperoleh bila mengandalkan live streaming sebagai sarana berjualan. Tanpa harus memiliki modal besar, penjual (seller) hanya memerlukan gawai dan sejumlah peralatan untuk melakukan live streaming.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

A post shared by Socio Loop (@socioloop.co)

Selain itu, live streaming juga menghilangkan batas ruang dan waktu di antara penjual dan pembeli. Dalam satu waktu, penjual bisa saja menjangkau banyak calon pembeli tanpa harus bergantung pada ramai atau tidaknya pengunjung di pasar offline.

Toko Nara Fashion yang menjual pakaian-pakaian busana Muslim yang modis di Pasar Tanah Abang, misalnya, kini aktif menggelar live streaming di platform-platform online seperti TikTok. Di akun TikTok-nya yang bernama @nara_fashionn, mereka kini telah memiliki sekitar 57.600 followers.

Tidak hanya itu, dalam beberapa menit live streaming, @nara_fashionn mampu menjangkau hingga 50 lebih calon pembeli. Inipun bisa dilakukan dengan hanya membutuhkan dua orang – satu orang tampil di kamera dan satu orang lagi membantu menyiapkan barang yang dijajakan.

Pergeseran cara berdagang ini sebenarnya bisa dipahami sebagai salah satu contoh dari dampak disrupsi teknologi – di mana cara-cara lama digantikan dengan cara-cara baru dengan mengandalkan teknologi. Alhasil, sejumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mulai terancam.

Menanggapi maraknya live streaming ini, pemerintah-pun menyiapkan sejumlah regulasi untuk mencegah persaingan bisnis yang terlalu dominan dari perusahaan-perusahaan teknologi yang menyediakan fitur live streaming. Apalagi, banyak produk yang dijual di live streaming adalah produk-produk impor.

Namun, terlepas dari produk ekspor atau impor, bukan tidak mungkin teknologi baru juga mendatangkan kesempatan baru. Bila mengamati Toko Nara Fashion, bisa saja apa yang disebut sebagai disrupsi teknologi ini sebenarnya juga bisa menjadi kesempatan bagi para pengusaha, termasuk para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). (A43)

Exclusive content

Latest article

More article