HomeNalar PolitikWakil Presiden Memang Seharusnya “Ban Serep”?

Wakil Presiden Memang Seharusnya “Ban Serep”?

Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menyebut calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan bukanlah sekadar “penggunting pita” maupun “ban serep”. Namun, mungkinkah cawapres memang alamiahnya adalah “ban serep”? 


PinterPolitik.com

“Reputasi Anda justru paling terancam oleh apa yang Anda katakan untuk membelanya.” – Nassim Nicholas Taleb

Mengulang pernyataannya pada Oktober 2022, Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya kembali mengungkit kriteria calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan. Yang menarik adalah, Willy menggunakan diksi “penggunting pita” dan “ban serep”.

“Kita tentu harus belajar dari sejarah, Wapres bukan penggunting pita, bukan ban serep. Kita ingin menciptakan dwi tunggal,” ungkap Willy pada 2 Januari 2023. 

Pernyataan Willy terbilang menarik karena mengingatkan kita pada pembahasan umum warganet. Kita tentu pernah mendengar istilah away from keyboard (AFK) yang ditujukan kepada Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.

Terlebih, Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi juga secara lugas menggunakan istilah ban serep. “Jadi kalau Wapres di bawah Presiden itu ya biasa. Namanya ban serep itu di mana-mana ya kadang-kadang dipakai, kadang-kadang tidak dipakai. Namanya ban serep kan,” ungkap Masduki pada 12 April 2021.

Terlepas dari siapa sosok yang akan diusung sebagai cawapres Anies, menarik kiranya membahas pernyataan Willy Aditya. Ia berharap pasangan capres-cawapres merupakan dwi tunggal. Posisi cawapres diharapkan tidak lagi menjadi sekadar pelengkap.

Pertanyaannya adalah, mungkinkah visi dwi tunggal yang disebutkan Willy itu? Bagaimana jika posisi Wakil Presiden memang seharusnya merupakan “penggunting pita” atau “ban serep”? 

infografis nasdem sindir siapa

Tidak Ada Matahari Kembar

Pertama-tama, kita tentu perlu melihat konstitusi. Moh Kusnardi dalam bukunya Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem UUD 1945, menjelaskan terdapat empat tugas Wakil Presiden. 

Baca juga :  Prabowo and the Hero Complex

Pertama, membantu Presiden dalam melakukan kewajibannya. Kedua, menggantikan Presiden jika Presiden meninggal dunia, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatan yang telah ditentukan. 

Ketiga, memperhatikan secara khusus, menampung masalah yang perlu penanganan menyangkut bidang tugas kesejahteraan rakyat. Keempat, melakukan pengawasan operasional pembangunan, dengan bantuan departemen, lembaga non departemen, dalam hal ini inspektur jenderal dari departemen yang bersangkutan atau deputi pengawasan dari lembaga non departemen yang bersangkutan.

Secara jelas tugas Wakil Presiden dapat dirangkum menjadi dua kata, yakni membantu dan menggantikan. Suka atau tidak, dua tugas itu lekat kaitannya dengan istilah “ban serep”. Wapres Ma’ruf Amin sendiri bahkan juga mengiyakan persoalan ini. 

“Kan saya ini Wakil Presiden. Yang nonjol kan Presiden. Kalau Wakil Presidennya menonjol nanti ada matahari kembar,” ungkap Ma’ruf pada 29 Januari 2020.

Tidak hanya terjadi di Indonesia, fenomena kalahnya sinar Wakil Presiden juga terjadi di hampir seluruh negara demokrasi, termasuk Amerika Serikat (AS). Secara umum, posisi Wapres memang kerap dinilai tidak begitu signifikan, baik secara politik maupun pengampu kebijakan. 

Michael Nelson dalam tulisannya The Curse of the Vice Presidency menyebut fenomena ini dengan “kutukan Wakil Presiden”. Nelson melihat terdapat kecenderungan mereka yang menjabat sebagai Wapres mengalami penurunan pengaruh politik. Ini juga tidak terlepas dari posisi Wapres yang memang lemah secara konstitusional.

ott kpk setuju luhut atau maruf ed.

JK adalah Anomali?

Terkait fenomena “kutukan Wakil Presiden”, berbagai pihak mungkin akan merujuk Jusuf Kalla (JK) sebagai sebuah bantahan. Ketika menjadi Wapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), misalnya, karena begitu menonjol, tidak sedikit pihak yang menyebut ada matahari kembar atau dua matahari di pemerintahan. 

Saat itu, JK berperan sebagai kepala staf kabinet yang bertugas melakukan koordinasi dan sinkronisasi di antara menteri-menteri kabinet. JK juga diperankan untuk lebih menangani bidang-bidang tertentu, seperti pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, hingga percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia.

Baca juga :  100 Hari, Prabowo Justru Insecure?

Pada Pilpres 2014, berbagai pihak juga menduga akan muncul matahari kembar di pemerintahan apabila Jokowi-JK keluar sebagai pemenang. Meskipun kemudian peran JK dilihat tidak sebesar ketika mendampingi SBY, perannya tetap dilihat cukup besar, khususnya dalam urusan diplomasi, baik dalam dan luar negeri.

Terkait fenomena JK, kita perlu membedakan antara position power dengan personal power. Apakah menonjolnya JK karena posisinya sebagai Wapres atau karena kekuatan personalnya?

Kembali pada penjelasan sebelumnya. Tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara demokrasi posisi Wapres memang lemah secara konstitusional. Sekali ini, peran Wapres adalah “membantu” dan “menggantikan” Presiden.

Dengan kata lain, besarnya pengaruh JK ketika menjadi Wapres di era SBY dan Jokowi adalah sebuah anomali. Itu bukan karena posisi Wapres tiba-tiba menguat, melainkan karena besarnya pengaruh personal JK.

Jika kasus JK tetap digunakan untuk membuktikan Wapres tidak selamanya di bayang-bayang Presiden, itu adalah false cause alias keliru dalam menentukan sebab-akibat. JK bukan berpengaruh karena posisinya sebagai Wapres, melainkan pengaruh politik personalnya. 

Kita harus menerima bahwa Wakil Presiden adalah pembantu Presiden. Suka atau tidak, sudah menjadi hal yang alamiahnya apabila Wakil Presiden berada di bawah bayang-bayang Presiden. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Ini Jurus Rahasia Trump “Perkasakan” Amerika? 

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump berniat mendirikan sovereign wealth fund (SWF). Keputusan ini dinilai jadi keputusan yang sangat besar dan berdampak ke seluruh dunia, mengapa demikian? 

Prabowo dan The Intra-Elite Enemy

Masalah penataan distribusi gas LPG 3 kilogram menjadi sorotan terbaru publik pada pemerintahan Prabowo.

Prabowo Ditantang Memecat PNS?

Diskursus efisiensi anggaran negara turut mengarah pada peringkasan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang gaungnya telah lama terdengar. Ihwal yang tak kunjung terealisasi dan berubah menjadi semacam “mitos”. Beberapa sampel di negara lain seperti Argentina, Amerika Serikat, hingga Singapura kiranya dapat menjadi refleksi. Lalu, mampukah Presiden Prabowo mendobrak mitos tersebut?

Menuju Senja PKS?

Hidayat Nur Wahid (HNW) dinilai tidak sensitif terhadap penggunaan transportasi umum. Seperti Ja Rule, PKS terancam kehilangan relevansi?

Mampukah Prabowo Make Indonesia Great Again? 

Konsep Make America Great Again (MAGA) ala Donald Trump beresonansi dengan dorongan adanya keperluan konsep Make Indonesia Great Again (MIGA). Mampukah ambisi ini dijalankan? 

Amerika Sudah “Ditamatkan” Tiongkok? 

Tiongkok semakin menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya bisa menyaingi Amerika Serikat (AS). Kini, kompetisi bagi AS bahkan datang di sektor yang didominasinya, yakni dunia artificial intelligence. Lantas, mungkinkah ini awal dari kejayaan Tiongkok yang menjadi nyata? 

AHY dan Jokowi’s Bamboo Trap?

Saling lempar tanggung jawab atas polemik pagar bambu laut di pesisir Kabupaten Tangerang memunculkan satu diskursus menarik mengenai head-to-head langsung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, diskursus itu menambah probabilitas eksistensi ranjau politik Jokowi terkait dengan pengaruh pasca presidensinya. Mengapa itu bisa terjadi?

Trump Ketar-ketir Lihat Prabowo-Anwar?

Prabowo dan PM Anwar Ibrahim bertemu kembali di Kuala Lumpur, Malaysia. Mungkinkah Prabowo dan Anwar kini sedang ‘bersaing’ satu sama lain?

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...