HomeNalar PolitikTransformasi Ironis Seorang Patrialis

Transformasi Ironis Seorang Patrialis

Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis akbar, menjalani sidang pertamanya sebagai terdakwa kasus korupsi. Dia yang dulunya penegak hukum menjadi pelawan hukum. Ironis?


PinterPolitik.com

Tujuh tahun lalu, Patrialis Akbar sempat berkata  bahwa Undang-Undang Dasar 1945 terbuka untuk penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi. Ironisnya, bagai bumerang yang berbalik memukul pelemparnya, pada Selasa (13/6), justru Patrialis mesti duduk di kursi pesakitan menghadapi hakim demi membuktikan dirinya bersih dari korupsi yang dilakukannya saat menjabat sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat itu Patrialis membantah semua dakwaan yang dibacakan. Dia berkelit, tidak satu rupiah pun dia terima dari Basuki Hariman dan Ng Fenny untuk ‘melicinkan’ penanganan perkara uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

“Makanya saya bilang tadi sampai detik ini iya kan anda sudah dengar pernah tidak KPK memperlihatkan barang bukti sebagaimana biasanya, tidak ada kan. Makanya persidangan ini yang harus meng-clear-kan. Saya bilang jangankan 70 ribu dolar, Satu sen pun tidak pernah Basuki dan Feni memberikan uang, apalagi 70 ribu, apalagi 2 miliar, itu namanya mimpi,” ujar Patrialis kepada wartawan seusai sidang yang bertempat Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Patrialis Akbar didakwa menerima uang USD 70 ribu dari Basuki Hariman dan Ng Fenny. Basuki Hariman adalah ‘pemilik sebenarnya’ PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa. Sementara itu, Ng Fenny merupakan General Manager PT Impexindo Pratama. Keduanya sudah lebih dulu menghadapi sidang dakwaan pekan lalu.

Baca juga :  Yasonna Laoly Tidak Pernah Tenang?

Terhambat Lezatnya Impor Daging

Meski bukan menjadi orang yang mengajukan permohonan uji materi. Bagi Basuki dan Ng Fenny, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menyebabkan ketersediaan daging sapi dan kerbau lebih banyak dibanding permintaan. Akibatnya, harga daging menjadi lebih murah. Dengan aturan tersebut, keduanya merugi.

Basuki lalu meminta bantuan Kamaludin, yang juga teman dekat Patrialis, untuk merancang pertemuan tatap muka antara Patrialis, Basuki, Ng Fenny, dan Kamaludin.

Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, Patrialis menyarankan beberapa hal kepada Basuki, antara lain untuk membuat ‘surat kaleng’ berisi pengaduan masyarakat terhadap hakim MK yang menolak uji materi, yakni I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul, agar tim kode etik MK melakukan proses etik terhadap dua hakim tersebut. Patrialis juga membolehkan Kamaludin untuk memotret draf putusan untuk ditunjukkan ke Basuki.

Atas jasa-jasa Patrialis itu, Kamaludin mendapatkan uang dari Basuki yang selanjutnya digunakan untuk kebutuhan Patrialis. Dua puluh ribu dolar AS pertama digunakan untuk biaya hotel, golf dan makan. Sepuluh ribu dolar AS berikutnya juga masih digunakan untuk kebutuhan yang sama. Sementara, Sepuluh ribu dolar AS berikutnya untuk keperluan umrah.

Atas perbuatan itu, Patrialis diancam pidana pasal 12 huruf c jo. pasal 18 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 KUHP.

Ditabrak Lidah Sendiri

Hakim MK yang tersangkut korupsi tidak hanya Patrialis seorang. Sebelumnya, Hakim MK periode 2008-2013, Akil Mochtar, menjadi terpidana kasus korupsi gugatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.

Uniknya, mirip dengan Patrialis, setahun sebelum ditangkap KPK, lidah Akil juga pernah berucap, agar koruptor jera seharusnya mereka dipotong jarinya. Akan tetapi gagasannya tersebut untung tidak menimpa dirinya, oleh Mahkamah Agung, Akil ‘hanya’ divonis hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar.

Baca juga :  Semakin Sulit Megawati Percaya Puan?

Dari potong jari, Akil dihukum seumur hidup. Kira-kira, andai saja Patrialis terbukti bersalah nanti, hukuman apa yang pantas untuknya?

(H31)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

100 Hari, Prabowo Justru Insecure?

Meski tak serta merta dapat dijadikan generalisir, dengan kinerja 100 hari yang cenderung jamak dinilai belum maksimal, penilaian terhadap bagaimana Presiden Prabowo Subianto memegang kendali nahkoda RI bermunculan. Utamanya, mengenai kemantapan prinsip kepemimpinan Presiden Prabowo di tengah tarik-menarik pengaruh internal maupun eksternal dalam politik kekuasaan.

Anies-Mahfud Perlu “Dikantongi” Prabowo? 

Eks-rival Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), yakni Anies Baswedan dan Mahfud MD belakangan semakin menunjukkan gestur positif terhadap Prabowo. Apakah seharusnya Prabowo merangkul mereka? 

Prabowo, Amartya Sen, dan Orde Baru

Program Makan Siang Bergizi (MBG) alias makan siang gratis yang kini sudah dijalankan oleh pemerintahan Prabowo Subianto nyatanya punya visi yang serupa dengan program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang merupakan program di era Orde Baru.

Hasto vs Jokowi, Benarkah Prabowo AFK?

Tak berkomentar atau memberikan statement khusus menjadi hal normatif yang kiranya tepat dilakukan Presiden Prabowo Subianto terhadap intrik panas kasus Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang berhadapan langsung dengan Joko Widodo. Padahal, drama yang dibumbui video skandal pejabat itu berkelindan dengan proyeksi stabilitas politik dan pemerintahan ke depan.

Prabowo and the Hero Complex

Kisah seorang pahlawan (hero) selalu menciptakan inspirasi di hati banyak orang. Mengapa makna ini begitu berarti bagi Presiden Prabowo Subianto?

Mengapa Era Keemasan Sains Orba Hilang? 

Indonesia sempat alami euforia sains dan imajinasi yang tinggi ketika awal hingga pertengahan Orde Baru. Mengapa tren tersebut tiba-tiba hilang? 

The Invincible Bahlil and The Philosopher King

Dengarkan artikel ini: Meski kerap dikritik dan dianggap kontroversial, nyatanya sosok Bahlil Lahadalia harus diakui jadi inspirasi bagi banyak orang. Meniti karier dari pelosok,...

Menguak “Beban” Erick Pecat STY

Pemecatan pelatih Timnas Sepak Bola Pria Indonesia oleh PSSI meninggalkan interpretasi karena dua untaian frasa “mencurigakan” yang terujar dari Erick Thohir dan anak Shin Tae-yong, yakni “dinamika kompleks” dan “perlakuan PSSI”. Bahkan, sesuatu hingga ke ranah yang bertendensi politis. Benarkah demikian?

More Stories

Simpang Siur Suara Yusril

Heboh, kata Yusril, Jokowi sudah bisa digulingkan dari jabatan presidennya karena besarnya utang negara sudah melebihi batas yang ditentukan. Usut punya usut, pernyataan tersebut...

Elit Politik Di Balik Partai Syariah 212

Bermodal ikon '212', Partai Syariah 212 melaju ke gelanggang politik Indonesia. Apakah pembentukan partai ini murni ditujukan untuk menegakan Indonesia bersyariah ataukah hanya sekedar...

Blokir Medsos, Kunci Tangani Terorisme?

Kebijakan pemerintah memblokir Telegram menuai pujian dan kecaman. Beberapa pihak menilai, hal tersebut merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap mereka yang turut memudahkan jaringan terorisme...