HomeNalar PolitikSri Mulyani, The Agent of Fear?

Sri Mulyani, The Agent of Fear?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani soroti gelandangan di Amerika Serikat (AS) dan melihatnya sebagai dampak perlambatan ekonomi. Beberapa pihak menganggap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu terlalu melebih-lebihkan ketakutan krisis ekonomi. Mengapa demikian?


PinterPolitik.com

Sudah beberapa bulan terakhir perbincangan tentang potensi krisis ekonomi jadi buah bibir masyarakat Indonesia. Tidak heran, keadaan dunia kini memang terlihat semakin memprihatinkan, mulai dari Perang Rusia-Ukraina, ketidakstabilan harga minyak dunia, hingga inflasi yang mulai terjadi di negara-negara besar.

Hal-hal inilah mungkin yang jadi bagian dari beberapa alasan kenapa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (SM) begitu gencar menyuarakan kekhawatiran akan masalah ekonomi. Beberapa waktu lalu, misalnya, mantan Di Bank Dunia ini mengunggah sebuah post di akun Instagramnya, @smindrawati, tentang banyaknya kaum tuna wisma di Amerika Serikat (AS).

Dalam posting-annya itu SM juga mengatakan bahwa meroketnya jumlah tuna wisma di negara digdaya itu kemungkinan besar terjadi akibat imbas perlambatan ekonomi yang saat ini banyak terjadi di sejumlah negara sehingga berdampak langsung kepada masyarakat.

Sebagai orang yang berurusan langsung dengan persoalan perekonomian negara, tentu apa yang diunggah SM tadi tidak hanya dimaknai sebagai postingan biasa oleh warganet, banyak yang melihat bahwa ini adalah cara halusnya untuk sampaikan pada publik bahwa krisis ekonomi adalah sesuatu yang sangat nyata.

Namun yang menariknya ada juga yang melihat apa yang disampaikan SM mungkin terlalu dilebih-lebihkan. Pengamat Kebijakan publikg, Bambang Haryo Soekartono, misalnya, mengatakan bahwa masalah gelandangan merupakan masalah umum yang terjadi di kota-kota besar AS sejak bertahun-tahun lalu, bukan berarti itu adalah indikasi langsung fenomena inflasi yang belakangan disebut sedang terjadi. Apalagi orang seperti SM seharusnya sudah tahu informasi seperti itu sejak lama.

Pedasnya, Bambang bahkan sampai mengatakan kemungkinan SM justru mungkin sedang acting agar bisa menciptakan narasi bahwa keadaan ekonomi Indonesia saja lebih baik dari negara besar seperti AS. Sekaligus juga menjustifikasi informasi bahwa krisis ekonomi memang sudah di depan mata.

Menariknya, apa yang disampaikan Bambang sebenarnya memiliki makna yang lebih mendalam. Seperti yang sempat disebutkan dalam artikel PinterPolitik.com berjudul Luhut-SM Ingin Rakyat Selalu Ketakutan?, tampaknya beberapa pejabat tinggi seperti SM memang tengah jalankan narasi ketakutan krisis ekonomi secara berkala.

Lantas, jika ini memang benar, kira-kira kenapa SM perlu memainkan narasi ketakutan krisis ekonomi?

image 124

Rasa Takut Adalah Ekonomi?

Secara singkat, ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dan kemampuan mereka dalam mengelola sumber daya yang sifatnya selalu terbatas. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa taktik dan strategi yang berkembang dalam ilmu ekonomi sebagian besar termotivasi oleh ketakutan manusia terhadap kehilangan kesempatan mengamankan sumber daya demi kebutuhan hidupnya.

Baca juga :  Dicecar Tak Gentar 4 Menteri Jokowi di MK

Hal ini pernah disorot juga oleh ekonom sekaligus filsuf Skotlandia, Adam Smith dalam tulisannya Theory of Moral Sentiments, Essays on Philosophical Subjects, yang menjelaskan bahwa rasa takut manusia adalah “hasrat terbesar manusia”. Hal apapun itu yang berkaitan dengan ketakutan manusia akan memiliki dorongan yang begitu kuat agar sumber ketakutan yang berkaitan dengannya tidak menjadi kenyataan. Tentu, hal ini berlaku dalam sejumlah agenda ekonomi.

Di dalam ekonomi, kemiskinan dan ketidakmampuan mendapatkan akses makanan adalah ketakutan-ketakutan terbesar yang secara insting pun pasti akan dihindari oleh setiap manusia. Dengan penjelasan dari Adam Smith ini, kenyataan pahit yang mungkin perlu kita terima adalah agar roda ekonomi dunia bisa tetap terus berputar, kemampuan manusia untuk mengelola rasa takut begitu dibutuhkan. Dari sini, bisa kita nalarkan bahwa para ekonom-ekonom elit dunia sesungguhnya menjalankan pekerjaannya di atas rasa takut manusia itu sendiri.

Ini kemudian membawa kita kembali kepada latar belakang SM sebagai seseorang yang memang memiliki latar belakang cukup kuat dalam dunia ekonomi. Sepertinya tidak terlalu mengada-ngada untuk kemudian kita simpulkan bahwa mungkin salah satu alasan kenapa SM begitu gencar memainkan rasa takut publik adalah karena ia sadar rasa takut merupakan alat terkuat pemerintah dalam mengatur perekonomian. Hal serupa dijelaskan oleh Robert Higgs dalam tulisannya Fear: The Foundation of Every Government’s Power, yang mengatakan bahwa rasa takut adalah ibarat sumber daya tersendiri bagi pemerintah.

Tentu, ini hanya interpretasi belaka, tapi jika memang benar, maka Indonesia mungkin adalah salah satu negara yang menerapkan culture of fear atau budaya ketakutan. Contoh terkuat dari efektivitas budaya ketakutan dalam suatu pemeirntahan bisa kita sorot dari apa yang dijelaskan salah satu petinggi Nazi Jerman, Hermann Göring dalam buku karya Gustave Gilbert berjudul Nuremberg Diary.

Di dalamnya, Göring menjelaskan bahwa masyarakat suatu negara perlu dibuat takut agar mereka menyetujui narasi yang sedang dimainkan pemerintah. Sebagai contoh, pada saat awal Perang Dunia II, banyak warga Jerman yang menentang ide perang, namun setelah Hitler dan jajarannya lakukan propaganda bahwa Jerman selama ini selalu ditindas dan “diserang” oleh kaum Yahudi, Nazi bisa mendorong ratusan ribu warga Jerman menjadi tentara yang nasionalistik.

Lantas, bagaimana kita membawa konteks culture of fear ini dalam narasi ketakutan yang dimainkan SM? Well, cukup sederhana. Ketika pemerintah memutuskan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada September lalu, SM mengatakan bahwa subsidi BBM Indonesia sudah mulai menyakiti APBN. Meskipun tidak semua orang termakan narasi ini, tapi ada beberapa kelompok di masyarakat yang mengikuti narasi yang sama. Yang jelas, di balik ketakutan yang dilakukan pemerintah dan SM, hampir setiap saat pasti ada pengambilan keputusan yang cukup besar.

Baca juga :  Meraba Politik Luar Negeri Prabowo Subianto 

Oleh karena itu, kita pun perlu memantau dengan seksama setiap kali SM melempar narasi ketakutan krisis ekonomi, mungkin saja tidak lama setelah itu pemerintah akan mengumumkan akan mengambil keputusan kebijakan yang besar.

Lalu, kemudian kita merefleksikan ini semua dengan posisi SM di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi)? Mungkinkah narasi ketakutan yang sering dilakukannya mengindikasikan bahwa SM sepertinya memegang jabatan lain selain sebagai Menkeu?

image 125

SM, Andalan Jokowi Untuk Ketakutan?

Sepertinya bisa kita sadari bersama bahwa ada sejumlah menteri dalam kabinet Jokowi yang memiliki peran khusus di luar jabatannya sebagai menteri secara formal.

Contohlah Luhut Binsar Pandjaitan, yang sering juga disebut publik menjadi “Perdana Menteri” karena ia kerap diberi banyak tugas oleh Jokowi, kemudian mungkin ada juga Erick Thohir yang ditugaskan berdiplomasi dengan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA), terkait tragedi Kanjuruhan padahal secara formal ia memegang jabatan sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Nah, terkhusus SM, melihat gelagatnya yang sering melempar dan menjaga narasi ketakutan, bukan tidak mungkin sepertinya SM juga adalah go-to-person (orang andalan) Jokowi untuk menebar ketakutan agar tidak terlalu banyak gejolak penolakan dari masyarakat ketika pemerintah hendak membuat kebijakan besar.

Well, kalau kita mengacu pada tulisan-tulisan Niccolò Machiavelli, mungkin kita bisa mewajarkan manipulasi rasa takut oleh pemerintah, selama rasa takut itu digunakan untuk menjaga masyarakat agar tidak melakukan sesuatu yang bisa merusak stabilitas negara. Akan tetapi, seperti yang dijelaskan Mantan Wakil Presiden (Wapres) Amerika Serikat (AS), Al Gore dalam tulisannya The Politics of Fear, terkadang pemerintah menggunakan rasa takut hanya untuk kepentingan pragmatis atau jangka pendek saja.

Kalau memang benar SM adalah salah satu agent of fear kabinet Jokowi, maka sepertinya penting untuk kita kembali refleksikan apa yang dikatakan pengamat kebijakan publik, Bambang Haryo Soekartono dalam bagian awal tulisan ini. Jangan sampai narasi ketakutan yang dilakukan SM hanya digunakan untuk acting agar krisis global bisa dimanipulasi sehingga menimbulkan citra bahwa gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah akibat keadaan ekonomi dunia, bukan akibat pengelolaan pemerintahan.

Akhir kata, tentu ini semua hanyalah interpretasi belaka di balik narasi ketakutan yang belakangan memang tampak semakin sering terjadi. Sebagai aktor pertama negara yang berjuang di bidang ekonomi, tetap besar harapan kita agar Menkeu Sri Mulyani bisa membawa Indonesia menjadi penyintas dari krisis ekonomi dunia yang digadangkan akan terjadi dalam waktu dekat. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

More Stories

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian?