HomeHeadlineRajai G20: Prabowo the Grassroot General

Rajai G20: Prabowo the Grassroot General

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Approval rating Prabowo jadi yang tertinggi di antara para pemimpin negara-negara G20. Angkanya menyentuh 81 persen. Ini jadi fenomena menarik mengingat di dalam negeri sendiri kita disuguhi beberapa demonstrasi dan protes terkait efisiensi anggaran, pun dalam beberapa isu seperti revisi UU TNI. Apakah ini menunjukkan bahwa isu-isu itu tidak berarti apa-apa?


PinterPolitik.com

Di tengah gejolak politik domestik yang sempat memanas—dari demonstrasi besar-besaran terkait revisi UU TNI, kritik terhadap kabinet raksasa, hingga polemik kedekatan Prabowo Subianto dengan Presiden sebelumnya, Joko Widodo—muncul satu fakta yang tidak bisa disangkal: rakyat tetap mendukungnya.

Survei LSI pada April 2025 mencatat bahwa tingkat approval rating Presiden Prabowo mencapai 81 persen, tertinggi di antara seluruh pemimpin negara G20. Tak hanya itu, tingkat kepercayaan publik terhadap Prabowo bahkan menembus angka 88 persen. Di saat para pemimpin global menghadapi penurunan popularitas akibat tekanan ekonomi pasca-pandemi, krisis geopolitik, dan polarisasi internal, Prabowo justru melaju sebagai figur dengan legitimasi paling kuat dari rakyatnya.

Fenomena ini tentu membingungkan sekaligus menarik. Bagaimana mungkin pemimpin yang dinilai membentuk kabinet terlalu besar, dan berasosiasi kuat dengan kekuatan lama, justru mendapat kepercayaan publik yang sangat tinggi?

Bahkan ketika mahasiswa turun ke jalan, serikat pekerja bersuara soal PHK, dan para pengamat politik terus mengkritisi konsentrasi kekuasaan di Istana, publik akar rumput justru semakin mengafirmasi kepercayaan terhadap sang jenderal. Prabowo seolah menjadi anomali politik: di tengah guncangan, ia tetap berdiri kokoh, bahkan bersinar di panggung internasional.

Pertanyaannya, apa yang jadi penyebabnya?

The Grassroot: Stabilitas Harga

Beberapa pengamat menyebutkan bahwa salah satu alasan utama di balik melonjaknya approval rating Prabowo adalah keberhasilannya menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok. Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan menjelang akhir bulan Ramadan, Prabowo menyebut bahwa dirinya memantau langsung harga-harga di pasar.

“Hampir tiap malam saya telepon Menteri Pertanian: bagaimana harga daging hari ini? Gabah kering panen berapa? Alhamdulillah, saya presiden Lebaran pertama, harga-harga aman, saya sangat merasa bahagia,” ujar Prabowo.

Pernyataan itu mungkin terdengar sederhana, tetapi menyentuh hal yang sangat esensial bagi masyarakat Indonesia: harga sembako. Dalam konteks politik Indonesia, perhatian terhadap aspek dasar seperti harga pangan dan akses barang pokok seringkali menjadi indikator nyata dari kepemimpinan yang dianggap hadir untuk rakyat.

Baca juga :  “A Desert Storm” Bayangi Kemenkeu?

Dalam masyarakat dengan tingkat ketimpangan ekonomi yang masih tinggi, hal-hal seperti kestabilan harga bisa berdampak langsung terhadap persepsi kinerja pemerintah.

Secara teoritis, ini dapat dijelaskan melalui konsep primordial legitimacy, sebagaimana dijelaskan oleh James C. Scott dalam Weapons of the Weak (1985). Scott menunjukkan bahwa dalam masyarakat agraris atau semi-agraris, pemimpin yang mampu mengamankan kebutuhan dasar akan memperoleh loyalitas, bahkan ketika mereka tidak menawarkan reformasi struktural. Legitimasi tidak diperoleh dari janji besar, melainkan dari tindakan kecil yang berdampak langsung.

Konsep kedua yang relevan untuk dibahas terkait fenomena ini adalah bread and butter politics. Istilah ini digunakan dalam ilmu politik untuk menggambarkan bagaimana isu-isu ekonomi dasar lebih berpengaruh terhadap dukungan politik ketimbang isu ideologis atau kebijakan makro. Dalam konteks ini, Prabowo tidak banyak bicara tentang demokrasi atau restrukturisasi politik, tapi ia sangat fokus pada pengendalian harga dan distribusi logistik.

Selain itu, pendekatan Prabowo juga bisa dibaca menggunakan konsep performance legitimacy dari David Beetham dalam bukunya The Legitimation of Power (1991). Beetham menyebutkan bahwa salah satu bentuk legitimasi dalam sistem politik adalah legitimasi berbasis performa: selama pemimpin mampu menunjukkan hasil yang konkret, terutama dalam aspek kesejahteraan rakyat, maka legitimasi akan tetap terjaga, bahkan dalam situasi ketegangan politik atau kompromi elit yang kontroversial.

Faktor lain yang mendukung adalah keberhasilan Prabowo dalam melakukan konsolidasi politik. Ia mampu merangkul hampir seluruh kekuatan politik di parlemen, mengurangi oposisi menjadi sangat kecil, dan menciptakan ilusi stabilitas politik.

Meskipun ini menimbulkan kritik dari kelompok pro-demokrasi, tetapi bagi rakyat kebanyakan, kondisi ini memberikan rasa aman dan prediktabilitas. Dalam logika politik akar rumput, ketidakributan elite adalah sinyal bahwa negara sedang berjalan normal.

Tantangan di Balik Euforia

Tingginya approval rating Prabowo memang layak dirayakan, tetapi tetap menyimpan tantangan besar. Stabilitas harga tidak bisa menjadi satu-satunya penopang legitimasi dalam jangka panjang.

Fakta bahwa angka pengangguran dan PHK masih cukup tinggi menandakan ada bom waktu yang bisa mengguncang fondasi elektoral Prabowo jika tidak segera direspon dengan kebijakan yang lebih strategis dan terukur.

Selain itu, persepsi publik dapat berubah secepat kilat ketika simbol-simbol kehadiran pemimpin mulai mengendur. Kinerja para menteri yang tidak optimal, komunikasi publik yang stagnan, atau krisis sosial yang tidak tertangani bisa menjadi celah bagi munculnya ketidakpuasan yang lebih luas.

Baca juga :  Teuku Umar, Surakarta, dan The Four Empire?

Apalagi, relasi Prabowo yang sangat erat dengan Jokowi juga bisa menjadi pedang bermata dua: saat program-program Jokowi yang diwariskan tidak berjalan mulus, maka publik bisa mengalihkan tanggung jawab kepada penerusnya.

Di level internasional, status sebagai pemimpin G20 dengan approval tertinggi bisa menjadi kekuatan diplomatik tersendiri. Namun itu juga datang dengan ekspektasi besar. Dunia akan melihat apakah Prabowo mampu memimpin bukan hanya dari dalam negeri, tetapi juga menjadi juru bicara Global South yang memperjuangkan keadilan ekonomi dan iklim dalam forum-forum internasional. Status sebagai “grassroot general” di dalam negeri harus dikonversi menjadi diplomasi yang berpihak pada negara berkembang di luar negeri.

Kunci untuk menjaga kekuatan ini agar tetap produktif adalah kemampuan Prabowo dalam mengelola narasi. Sejauh ini, ia berhasil membangun citra sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, tanpa harus banyak tampil di media.

Karisma militernya, dikombinasikan dengan narasi sederhana soal harga pangan dan kerja keras di balik layar, menjadikannya sosok yang tidak elitis tetapi juga tidak populis murahan. Ia seperti versi baru dari strongman yang membumi: tegas, tetapi hadir.

Namun kekuatan narasi bisa cepat habis jika tidak diperkuat dengan kebaruan. Prabowo perlu menjaga konsistensi dalam komunikasi publik, sembari mulai menawarkan visi yang lebih besar: soal kedaulatan pangan, reformasi energi, dan transformasi digital yang inklusif.

Dengan begitu, simpati rakyat tidak hanya berhenti pada rasa terima kasih karena harga daging stabil, tapi juga bertransformasi menjadi kepercayaan jangka panjang.

Momentum ini juga harus dimanfaatkan untuk mengkonsolidasikan kekuasaan ke arah yang tidak hanya stabil, tetapi juga progresif. Ketika approval tinggi, maka daya dorong politik untuk reformasi juga sedang tinggi.

Jika Prabowo hanya menggunakan kekuatan ini untuk mengunci koalisi politik atau mengecilkan peran oposisi, maka ia hanya mengulang pola lama. Tapi jika kekuatan ini digunakan untuk memperbaiki birokrasi, memperkuat hukum, dan membangun sistem sosial yang lebih adil, maka ia tidak hanya akan dikenang sebagai jenderal rakyat, tetapi sebagai negarawan sejati.

Di tengah sorotan global dan kepercayaan publik yang tinggi, Prabowo kini berada di titik emas sejarah kepemimpinannya. Ia telah berhasil menenangkan badai politik, kini saatnya mengarungi laut besar reformasi. Dunia melihat, rakyat menanti. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Epik! Kisah Negara “Immortal”, Etiopia

Etiopia menjadi salah satu negara dengan budaya peradaban paling tua di dunia saat ini. Apa rahasianya?

Cilukba PSI!

PSI mewacanakan Pemilu Raya, yakni pemilihan Ketua Umum partai secara langsung oleh anggotanya.

Thrilling Saga: Pangudi Luhur dan Taruna Nusantara

Kabar hangat penunjukan Bimo Wijayanato sebagai Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan menyingkap latar belakang pendidikannya, terutama jenjang pendidikan menengah di SMA Taruna Nusantara. Menariknya, Tarnus melahirkan banyak sosok elite birokrasi, politik, dan pemerintahan belakangan ini, sebagaimana terjadi pada SMA Pangudi Luhur Jakarta. Lalu, apa yang dapat dimaknai dari fenomena ini?

Misteri Dua Power: Kisah Sandi dan Erick?

Sandiaga Uno kembali mencuat dalam politik nasional lewat wacana jadi Ketum PPP. Apakah ini bagian dari strategi jangka panjangnya menuju 2029?

“Original Sin”, Indonesia Harusnya Adidaya Antariksa? 

Di era Orde Lama dan awal Orde Baru, Indonesia pernah meluncurkan roket buatan sendiri dan dipandang sebagai kekuatan teknologi yang menjanjikan. Namun, menjelang Reformasi, semangat itu memudar.  

Utut, The Next Grandmaster PDIP?

Grandmaster catur yang bertransformasi menjadi elite PDIP, Utut Adianto menjadi nama menarik dalam bursa Sekretaris Jenderal PDIP andai benar-benar dilepaskan dari Hasto Kristiyanto. Lalu, mengapa nama Utut muncul dan diperhitungkan?

“A Desert Storm” Bayangi Kemenkeu?

Dinamika dan beberapa variabel substansial mengenai penerimaan negara di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terus berkembang. Terbaru, penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara menjadi salah satu variabel menarik yang memantik interpretasi mengenai keterkaitannya dengan kinerja Kementerian Keuangan serta masa depannya. Mengapa demikian?

Misteri Creative Destruction Ijazah Jokowi

Kasus ijazah Jokowi memang jadi pergunjingan paling menyita perhatian publik dalam beberapa minggu terakhir.

More Stories

Cilukba PSI!

PSI mewacanakan Pemilu Raya, yakni pemilihan Ketua Umum partai secara langsung oleh anggotanya.

Misteri Creative Destruction Ijazah Jokowi

Kasus ijazah Jokowi memang jadi pergunjingan paling menyita perhatian publik dalam beberapa minggu terakhir.

The Next Rise of Golkar

Bahlil Lahadalia lakukan safari ke daerah-daerah dan ke organisasi-organisasi sayap Partai Golkar.