HomeNalar PolitikPolitik ‘Terbuka’ Anies untuk 2024?

Politik ‘Terbuka’ Anies untuk 2024?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belakangan diterpa vonis PTUN DKI Jakarta terkait program pencegahan banjir. Dalam hal ini, Anies sendiri tidak mengajukan banding serta bertanggung jawab guna menjawab gugatan terhadapnya. Sosok kepemimpinan yang condong mengakui kesalahan dan berbenah diri tersebut akankah menjadi karakteristik khas seorang Anies dalam mempersiapkan momentum Pilpres 2024 mendatang?


PinterPolitik.com

Vonis yang diterima Anies Baswedan antara lain untuk mengeruk Kali Mampang hingga tuntas sampai wilayah Pondok Jaya. Dalam putusan tersebut meminta juga agar Anies dapat segera membangun turap sungai di Kelurahan Pela Mampang.

Duduk perkara vonis Anies dimulai dari gugatan yang dilayangkan oleh tujuh warga DKI Jakarta, antara lain Tri Andarsanti Pursita, Jeanny Lamtiur Simanjuntak, Gunawan Wibisono, Yusnelly Suryadi D, Hj Shanty Widhiyanti SE, Virza Syafaat Sasmitawidjaja, dan Indra, yang merupakan perwakilan korban terdampak banjir pada awal 2021 silam.

Dari sisi tergugat – melalui salah satu Tim Advokasi, Francine Widjojo – menilai lolosnya gugatan membuktikan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak kompeten dalam menangani persoalan banjir. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan janji kampanye Anies untuk menyelesaikan persoalan banjir yang ada di DKI Jakarta.

Di sisi lain, terdapat cara pandang menarik lainnya dalam melihat langkah Anies yang tidak memperpanjang masalah – dalam hal ini tidak mengajukan banding – dan justru menerima putusan PTUN. Anies sendiri memang dikenal dengan gaya kepemimpinan yang merangkul dan hal tersebut terimplementasikan dalam kehidupan birokrasi yang ada di dalam Pemprov DKI Jakarta.

Tentu terdapat pertimbangan mengenai sosok keterbukaan Anies yang sedikit berbeda dari arus utama para politisi ketika dihadapkan oleh konteks pengadilan. Menyambung hal tersebut, bagaimana pengaruh antara penerimaan gugatan Anies terhadap karakteristik kepemimpinannya?

Melihat Karakteristik Kepemimpinan Anies

Momentum kalahnya Anies dalam vonis pengadilan dapat dipahami layaknya dua sisi mata koin. Di satu sisi Anies dinilai memiliki kinerja yang buruk dan inkompeten. Sementara, di sisi lain langkah Anies dapat dibaca sebagai wujud sikap tanggung jawab yang hendak ditonjolkan, serta dalam rangka menjaga koridor checks and balances antara lembaga eksekutif-yudikatif (Pemprov-PTUN DKI Jakarta).

Fenomena ini dapat dikaji dengan teori servant-leadership (pemimpin yang melayani). Dalam tulisannya Service Before Self: Towards a Theory of Servant-Leadership, Saundra J. Rienke melihat karakteristik pemimpin pada hubungan harmonis dan resiprokal antara pemimpin dengan yang dipimpinnya.

Baca juga :  Kenapa PDIP PDKT ke Khofifah?

Salah satu karakteristik pemimpin yang melayani menurut Rienke adalah menekankan pada membangun komunitas masyarakat, serta mendengarkan keluhan mereka yang didasarkan oleh kesadaran, empati, dan komitmen penuh.

Membandingkan karakteristik Anies misalnya dapat ditarik pada kasus vonis bersalah terkait permasalahan polusi udara di DKI Jakarta. Anies dengan tegas mengambil langkah menerima putusan majelis hakim dan tidak akan mengajukan banding.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) memiliki pendekatan berbeda. RK menyatakan akan mengikuti langkah pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mengajukan banding terkait putusan gugatan dari Koalisi Ibu Kota soal pencemaran udara.

Tentunya, Anies yang mengambil langkah berbeda menjadi nilai lebih. Ini dapat dikatakan sebagai keunikan tersendiri dalam mengelola isu yang dapat mengancam kredibilitasnya sebagai aktor politik.

Dalam perspektif komunikasi politik, langkah ini dapat dibaca menggunakan teori mediatization of politics (media politik). Strömbäck & Esser dalam bukunya Mediatization of Politics: Understanding the Transformation of Western Democracies, melihat politik media sebagai sarana peningkatan atensi dalam proses, institusi, serta aktor-aktor politik.

Dapat dikatakan, cara komunikasi politik Anies cenderung baik ketika dihadapkan oleh media. Media secara implisit membantu menggambarkan karakter politik Anies. Di satu sisi tercipta kesan Anies inkompeten dalam menyelesaikan persoalan. Namun di sisi lain tercitrakan pula sosok Anies yang jujur, menerima, dan bertanggung jawab atas vonis tuntutan yang diberikan kepadanya.

Melihat karakter Anies sebagai pemimpin tentu mempengaruhi lingkup kehidupan politiknya, terlebih telah banyak dorongan dari para relawan agar dapat berkiprah di momentum politik yang lebih besar lagi. Hal tersebut bersamaan juga dengan adanya angin kencang dari partai-partai politik yang mulai memiliki ketertarikan terhadap peluang Anies di Pilpres 2024.

Untuk itu terdapat pertanyaan lanjutan. Apakah sifat dari Anies tersebut menjadi “bekal” politik pasca berhenti dari jabatan Gubernur DKI Jakarta?

Prospek Anies?

Masa jabatan Anies Baswedan sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta akan berakhir pada Oktober 2022 mendatang. Sejalan dengan itu, terdapat harapan besar dari para relawan Anies, seperti dari Jaringan Nasional Mileanis (JNM) yang diwakili oleh Ketua Umum JNM Pusat, Muhammad Ramli Rahim.

Ramli menilai kinerja Anies selama lima tahun memimpin DKI Jakarta telah cukup baik dalam membangun ibu kota. Lanjutnya, dengan bekal itu Anies tidak disarankan melanjutkan kiprah politiknya untuk masa jabatan gubernur periode berikutnya.

Baca juga :  Dirangkul Prabowo, Akhir "Menyedihkan" Megawati?

Harapan dari basis pendukung agar Anies dapat “naik level” dalam karier politiknya dapat dielaborasi dengan pendekatan teori soft legacies dari Christian Fong, dan kawan-kawan dalam artikel berjudul Political Legacies.

Konteks soft legacies ini dapat dipahami ketika seorang aktor politik dapat mempertahankan capaian hasil kebijakan, tindakan politik, visi, misi, serta karakternya kepada khalayak yang dipimpinnya, kendati telah pensiun dari masa jabatannya. Hal tersebut yang mempegaruhi masyarakat luas serta politisi lainnya untuk mengambil tindakan serta memiliki kecenderungan untuk mengikuti sosok figur aktor politik terkait.

Mengaitkan dengan Anies, kendati terdapat kalangan yang kontra terhadap kinerja serta apa yang dilakukannya, survei Populi Center dan KedaiKOPI juga menunjukkan bahwa apa yang telah dilakukan Anies secara keseluruhan menunjukkan tren yang positif.

Atas capaian yang ada, tidak heran kemudian berbagai partai mulai melirik Anies untuk bertarung di Pilpres 2024. PKB, PAN, PPP, PKS, dan Nasdem sat ini menjadi yang terdepan dalam menyediakan kans pengusungan Anies untuk Pilpres 2024. Seperti pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dirinya tidak menutup kemungkinan akan berduet dengan Anies di 2024.

Beberapa waktu lalu, Anies juga menunjukkan kedekatan tersendiri dengan PPP, di mana ia aktif mengisi rangkaian acara kegiatan partai tersebut. Ada pula kedekatan politik dengan PKS dan Partai Nasdem. Anies diusung oleh PKS ketika Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, dan juga Anies merupakan deklarator ormas Nasdem sebelum berubah menjadi partai politik.

Sebagai rekap, kita dapat melihat sisi dari sosok seorang Anies dalam mengakomodir tuntutan warganya dengan mempertimbangkan responsibilitasnya sebagai pemimpin yang melayani. Dengan kata lain, Anies memiliki sisi bertanggung jawab atas kesalahannya sebagai pemimpin dan berupaya tanggap dalam merespons keluhan warga yang dipimpinnya,

Anies sendiri hingga saat ini dihadapkan oleh arus kencang dalam bursa kandidat calon presiden di tahun 2024 mendatang. Tampaknya, soft legacies seorang Anies masih kuat basisnya di kalangan warga DKI Jakarta serta aktor politik lainnya. Jika Anies ingin “naik level”, beliau dapat memanfaatkan potensi karakteristik politik serta pengalaman kepemimpinannya dalam momen politik besar di masa mendatang. (Y79)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

Triad, Grup Mafia Penguasa Asia?

Kelompok mafia tidak hanya ada di negara-negara Barat, di Asia, sebuah kelompok yang disebut Triad kerap disamakan dengan mafia-mafia ala Italia. Bagaimana sejarahnya?

Manuver Mardiono, PPP “Degradasi” Selamanya?

Kendati belakangan berusaha tetap membawa PPP eksis di kancah perpolitikan nasional dengan gestur merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, Muhamad Mardiono agaknya tetap akan cukup sulit membawa PPP bangkit jika tak membawa perubahan signifikan. Mengapa demikian?

Simpati, ‘Kartu’ Rahasia Prabowo?

Prabowo meminta relawan dan pendukungnya untuk tidak berdemo agar jaga perdamaian dan tensi politik. Apakah ini politik simpati ala Prabowo?

Sembako Siap Melambung Akibat Iran? 

erang Iran-Israel diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi Indonesia. Mengapa demikian? 

Siasat Megawati Pengaruhi Para Hakim MK

Megawati mengirimkan pengajuan diri menjadi amicus curiae atau “sahabat pengadilan” yang merupakan pendapat hukumnya kepada para Hakim MK terkait sengketa Pilpres 2024.

More Stories

Mungkinkah Jokowi-Elon Musk “Match”?

Presiden Jokowi dan CEO SpaceX-Tesla, Elon Musk, sudah bertemu dalam kunjungan presiden ke AS. Mungkinkah meet-up iniberujung "match"?

Menilik “Arogansi” Cak Imin

Ketum PKB Cak Imin disebut arogan setelah anggap Ketum PBNU Gus Yahya tidak punya andil untuk PKB. Mengapa ada arogansi demikian?

Luhut Kena “Sentil” Lagi?

Direktur Lokataru Haris Azhar kembali sentil Menko yang dianggap jalankan praktik oligarki. Apakah Menko Marves Luhut kena sentil lagi?