HomeNalar PolitikMenguak Wacana Zakat PNS ala Jokowi

Menguak Wacana Zakat PNS ala Jokowi

Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui rencana pemotongan zakat untuk PNS menuai pertanyaan. Apakah langkah ini normal sajakarena situasi paceklik pandemi atau ini merupakan taktik Jokowi untuk memenangkan hati umat Islam melalui kemesraan dengan ekonomi syariah?


PinterPolitik.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut-sebut memberikan restu soal rencana pemotongan zakat. Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menyebut bahwa Jokowi merestui dan berjanji untuk membuat Perpres terkait ini.

Zakat ini sebesar 2,5% dari penghasilan yang dimiliki dan akan dipotong tiap bulan dengan patokan PNS tersebut mendapatkan gaji di atas Rp 7 juta per bulan.  Wacana pemotongan ini akan diwajibkan pada PNS Muslim saja. Untuk pegawai BUMN dan Swasta masih dalam pembahasan dan akan diserahkan wewenangnya pada masing-masing kantor.

Baca Juga: Jokowi Menuju Gelembung Startup?

Sejumlah faktor melatari pentingnya pemotongan ini. Noor menyebut pemotongan ini sebagai cara negara untuk membuat zakat makin mengarah untuk kemaslahatan publik, dibandingkan hal negatif seperti terorisme. Noor juga mewanti-wantizakat ini bukan untuk infrastruktur, tapi nantinya negara akan memantau BUMN supaya dapat menyalurkan zakat ini pada mustahiq-nya. 

Sebelum Baznas, pada 2017 rencana ini pernah diwacanakan oleh Jokowi dan Sri Mulyani Namun tertolak di DPR pada 2018. Pada 2021, Ketua PBNU Pada Harlah NU ke-98 menawarkan wacana ini disebabkan makin tingginya angka kemiskinan di perkotaan.

Apa yang disampaikan oleh Ketua Baznas dan PBNU tampaknya masuk akal. Namun, isu Wakaf Uang yang juga pernah dicanangkan pemerintah menuai sejumlah polemik. Politisi dan pengamat menganggap ironis di saat negara terus menerus menumpuk hutang dan masih seringnya praktik korupsi. Pertanyaannya, citra negara seperti apa yang ingin tunjukkan oleh Jokowi?

Ekonomi Syariah, Kemenangan Politik Jokowi?

Sejumlah pakar sudah mendeteksi bahwa gelagat ekonomi Syariah Jokowi memberikan keuntungan untuknya. Dalam artikel The Political Economy of Sharia and the Future Trajectory of Democracy in Indonesia, istilah structural shariatization didefinisikan sebagai proses pengarusutamaan Syariah Islam dalam berbagai kebijakan dengan intervensi negara.

Proses ini menguntungkan dalam dua hal: dapat merebut kekuasaan kelompok sipil dan memenangkan kontestasi politik tertentu. Dua keuntungan dari structural shariatization bisa saja terlihat pada pemerintahan Jokowi.

Pertama, perebutan kekuasaan kelompok masyarakat sipil. Ini terlihat pada Oktober 2019, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal diberlakukan dan kewenangan sertifikasi halal telah dicabut dari LPPOM MUI dan dialihkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Ini sebagai bentuk kemenangan Jokowi atas benturannya dengan MUI yang ingin memiliki legitimasi soal kehalalan.

Dipilihnya Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden juga merupakan isyarat Jokowi memenangkan kelompok NU sekaligus ekonomi Syariah. Selama kampanye Pemilu Presiden 2019, Jokowi dan Ma’ruf Amin berjanji untuk lebih mempromosikan produk sukuk Indonesia (atau obligasi syariah) dan perbankan syariah, modal dan produk asuransi. Ma’ruf Amin sendiri adalah sosok kunci Dewan Syariah Nasional (DSN).

Baca juga :  Iran vs Israel, PD III Sudah Dimulai?

Selain NU, keuntungan ini juga bisa diperoleh dari kelompok Islam lainnya. Pada Mei 2018, Jokowi meresmikan ritel Umat Mart (Ummart) yang digagas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Lokasi peresmian di pesantren Byat al Hikmah Pasuruan, Jawa Timur. Ritel ini diresmikan bersamaan dengan 10 pesantren lainnya di Jawa Timur.

Baca Juga: Jokowi, AstraZeneca dan Ecological Imperialism

Kedua, motif kontestasi politik. Ini terlihat dengan pemerintah juga tampak menangdalam perkara pertikaian politik bernafas keagamaan pasca 2017. Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah No. 003136/BH/M.UMKM.2/I/2017 yang dikeluarkan pada 19 Januari 2017 memberikan izin usaha Koperasi Syariah 212 untuk menjalankan proses bisnisnya. Meskipun berlawanan dalam ideologi politik, Koperasi Syariah 212 menunaikan zakat perusahaan sebesar 12,6 juta dari keuntungannya pada tahun 2018.

OK Oce Mart yang menjadi program unggulan Sandiaga Uno juga telah dimenangkanSebelumnya, ritel OK Oce Mart kerap kali bekerja sama dengan 212 Mart hingga level daerah. Sejak Sandiaga Uno menjabat Menparekraf, Sandiaga mencoba mendiskusikan dengan jajarannya soal pengembangan lebih lanjut program OK Oce.

Dengan wacana kewajiban zakat bagi PNS, tampaknya Jokowi berusaha kembali mengambil hati NU melalui menurutiucapan Kiai Said Aqil dan Muhammadiyah melalui menjawab kritik Din Syamsudin soal ketidakadilan ekonomi pada umat Islam. Dua organisasi ini penting untuk terus dijaga oleh Jokowi karena temuan survei Parameter Politik Indonesia menunjukkan bahwa NU puas dengan Jokowi, sedangkan mayoritas warga Muhammadiyah tidak.

Selain PNS, wacana zakat yang menyasar BUMN bisa menguntungkan loyalis Jokowi. Dengan wacana zakat ini, Erick Tohir yang dipilih menjadi Ketua Umum Badan Pengurus Harian Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periode 2021-2023 bisa memanfaatkan momen ini sebagai bentuk capaian pertamanya setelah menjabat ini.

Dengan sejumlah keuntungan tersebut, kini Jokowi perlu memikirkan strategi apa untuk membujuk PNS mau atas program ini. Jika sukses, tampaknya branding sukses ekonomi syariah ini bisa bermanfaat untuk Jokowi di masa pasca pandemi.

Dengan kesuksesan tersebut, di tahun 2024, negara dapat membuktikan bahwa pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin memang tepat dalam rangka mengarusutamakan kepentingan umat, mematahkan kritik sayap Islamis yang menganggap Jokowi sebagai anti-Islam. Loyalis Jokowi pun sudah disiapkan untuk membendung kemungkinan makin menguatnya sayap Islamis di pemilu 2024.

Pengetatan Ikat Pinggang?

Agama memang dianggap punya fungsi penting di tengah paceklik ekonomiDaniel L. Chen dalam artikelnya Club Goods and Group Identity: Evidence from Islamic Resurgence During the Indonesian Financial Crisis mendemonstrasikan secara kuantitatif bagaimana orang-orang yang merasa terpukul secara ekonomi, akan meningkatkan aktivitas religiusnya dalam pengajian termasuk sedekahnya.

Baca juga :  Puan Maharani 'Reborn'?

Temuan tersebut terkonfirmasi terjadi juga di masa pandemi. Program Sedekah GoPay menunjukkan pertumbuhan donasi digital sebanyak dua kali lipat di saat pandemi. Program tersebut juga dinilai sukses dalam menata pencatatan keuangan yang masuk ke kas masjid dan akan terus diperluas kolaborasinya termasuk dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Baca Juga: Mengapa Jokowi Caper ke Biden?

Hal yang sama ditemukan juga dalam platform KitaBisa.com yang dapat mengumpulkan donasi hingga Rp 130 miliar di masa pandemi. Baznas juga sukses menghimpun dana ZIS kenaikan 30% yaitu Rp 296 miliar (2019) ke Rp 385,5 miliar (2020).

Sikap murah hati ini tentu sangat menggembirakan negara. Bagaimana tidak? Sejak 2017, Sri Mulyani sudah ngebet ingin tata kelola zakat menyerupai pajak. Pada tahun tersebut, Jokowi juga sebenarnya sudah mewacanakan soal penggunaan dana zakat dan wakaf.

Bukan tidak mungkin, pemungutan zakat dan wakaf ini adalah bentuk kebijakan yang disebut oleh Robert J. Shiller – profesor ilmu ekonomi dan finansial dari Yale University – sebagai pengetatan ikat pinggang (belt-tightening). Dalam tulisannya yang berjudul How National Belt-Tightening Goes Awry, pengetatan semacam ini terjadi ketika belanja negara melebihi pendapatan negara.

Maka dari itu, cara yang dibutuhkan untuk mengatasi persoalan ini adalah upaya kolektif seperti stimulus pemerintah (government stimulus). Bukan tidak mungkin, belanja negara membengkak akibat paket stimulus dan insentif yang diberikan pada masyarakat, seperti bantuan sosial (bansos).

Bansos sendiri ditengarai penting untuk menggerakkan ekonomi yang semakin lesu di tengah pandemi Covid-19. Bukan tidak mungkin, pemerintah harus tetap mengetatkan ikat pinggang dengan besarnya pembelanjaan anggaran untuk bansos.

Di tengah upaya pengetatan ikat pinggang ini, bukan tidak mungkin zakat ini bisa membantu pemerintah untuk kembali meningkatkan roda ekonomi di masyarakat – khususnya bagi mereka yang dianggap sebagai kelompok yang berhak untuk menerima zakat. Seperti yang diketahui, dampak ekonomi pandemi sendiri telah membuat kurang lebih sebanyak 2,7 juta orang masuk dalam kemiskinan pada tahun 2020.

Alhasil, zakat yang dibebankan secara wajib pada para PNS ini bisa saja membantu Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk mengatur ulang kembali anggaran yang dibutuhkan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Lagipula, bukan tidak mungkin, kebijakan zakat ini malah sejalan dengan ajaran Islam di tengah kesulitan bersama. Bukan begitu? (F65)

Baca Juga: Saatnya Jokowi Bantu Sri Mulyani?


► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Banner Ruang Publik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Promo Buku
spot_imgspot_img

#Trending Article

Anies Kalah Karena Tak Lawan Politik Identitas?

Pasangan Anies-Cak Imin harus mengakui keunggulan Prabowo-Gibran yang keluar sebagai pemenang Pilpres 2024. Di atas kertas, Anies yang secara track record dan citra publik begitu menjanjikan untuk jadi Presiden RI, nyatanya belum mampu meraih peruntungan di Pilpres kali ini. Pertanyaannya adalah mengapa demikian? Benarkah ini karena posisi Anies yang tak tegas melawan fabrikasi isu politik identitas yang kerap diarahkan padanya?

Benua Asia, Propaganda Terbesar Kolonialisme?

Benua Asia adalah benua terbesar dan terkaya di dunia. Namun, sebagai sebuah wilayah yang kerap dipandang homogen, Asia sebetulnya memiliki keberagaman yang begitu tinggi di antara kawasan-kawasannya sendiri. Mungkinkah lantas Benua Asia yang kita kenal bukanlah Benua Asia yang sesungguhnya?

Selama Masih Megawati, PDIP Pasti Oposisi?

Sinyal kuat bergabungnya Partai NasDem dan PKB, ditambah keinginan PKS untuk pula merapat ke koalisi Prabowo-Gibran, membuat Megawati Soekarnoputri dan PDIP dinilai akan mengambil sikap teguh nan luhur sebagai penyeimbang pemerintah. Namun, pada praktiknya, itu akan berjalan setengah hati. Benarkah demikian?

Strategi Erick Thohir Menangkan Timnas?

Timnas U-23 lolos ke babak semifinal di Piala Asia U-23 2024. Mungkinkah ini semua berkat Ketum PSSI Erick Thohir? Mengapa ini juga bisa politis?

Iran Punya Koda Troya di Bahrain? 

Iran sering dipandang sebagai negara yang memiliki banyak proksi di kawasan Timur Tengah. Mungkinkah Bahrain jadi salah satunya? 

“Sepelekan” Anies, PKS Pura-Pura Kuat?

Telah dua kali menyatakan enggan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2024, PKS kiranya sedang mempraktikkan strategi politik tertentu agar daya tawarnya meningkat. Namun di sisi lain, strategi itu juga bisa saja menjadi bumerang. Mengapa demikian?

Gibran, Wapres Paling Meme?

Usai MK bacakan putusan sengketa Pilpres 2024, Gibran Rakabuming Raka, unggah fotonya sendiri dengan sound berjudul “Ahhhhhh”.

The Battle of Javanesia 2: Proxy War Jokowi vs Prabowo di Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024 akan jadi panggung pertaruhan partai politik dan elite nasional untuk menentukan siapa yang jejaring kekuasaannya mampu merambah hingga ke level terbawah.

More Stories

Menguak Manuver Prabowo di Denwalsus

Detasemen Kawal Khusus (Denwalsus) buatan Prabowo menuai kritik sejumlah pihak. Ada yang menyarankan Prabowo lebih baik buat Detasemen untuk guru di Papua. Ada juga...

Senggol Cendana, Jokowi Tiru Libya?

Perpres yang disahkan Jokowi terkait pengelolaan TMII mendapatkan perhatian publik. Pasalnya Perpres ini mencabut hak Yayasan milik keluarga Cendana yang sudah mengelola TMII selama...

Di Balik Zeitgeist Digital Anies

Anies Baswedan puji kreator konten yang dianggapnya mampu menawarkan pengalaman atas infrastruktur yang dibangunnya. Pujian Anies kontras dengan pejabat negara dan politisi yang gunakan buzzer untuk...