HomeNalar PolitikMenguak Foto Jokowi-Kepala Staf TNI

Menguak Foto Jokowi-Kepala Staf TNI

Pada akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunggah fotonya berolahraga bersama Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya Fadjar Prasetyo, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Yudo Margono di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Apa arti di balik foto tersebut?


PinterPolitik.com

“Photo shoot fresh, looking like wealth” – JAY Z, penyanyi rap asal Amerika Serikat (AS)

Ajakan untuk menerapkan kebiasaan baru (new normal) di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) kini mungkin turut mengembuskan semangat baru di masyarakat. Mal-mal di Jakarta misalnya telah mulai buka semenjak 15 Juni lalu.

Selang sehari sebelumnya, publik Jakarta juga telah mulai meramaikan Jalan Sudirman yang biasa menjadi tempat perhelatan kegiatan car free day pada hari Minggu. Pada umumnya, warga akan menjalankan kegiatan olahraga pagi, seperti jogging dan bersepeda.

Meski Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi masih diberlakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, publik bisa jadi telah tidak sabar mulai mengisi kegiatan sehari-hari di luar rumah. Namun, tentu saja, pentingnya pengamalan protokol kesehatan juga diperlukan.

Semangat baru dan pengamalan protokol kesehatan inilah yang mungkin turut mengisi hari-hari ke depan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bagaimana tidak? Pada hari Minggu kemarin, mantan Wali Kota Solo tersebut dengan semangat melakukan olahraga pagi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

Tak sendirian, Jokowi turut ditemani oleh para kepala staf Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya Fadjar Prasetyo, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono.

Tentu, semangat dan momen baru di tengah pandemi seperti ini perlu diabadikan. Melalui akun-akun media sosialnya, Presiden Jokowi akhirnya mengunggah foto momen olahraga bersama tersebut sambil mengingatkan kembali peran TNI dalam mendisiplinkan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan normal baru.

Meski berolahraga bersama, Jokowi juga menerapkan protokol kesehatan saat itu. Sang presiden tetap mengenakan masker dan menjaga jarak satu sama lain dengan para kepala staf TNI.

Dengan mengunggah foto itu, Jokowi bisa jadi sekaligus mempromosikan kebiasaan-kebiasaan baru menuju new normal. Apa lagi, aktivitas olahraga disebut-sebut turut meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang bisa saja datang kapanpun.

Namun, terlepas dari pesan-pesan kesehatan yang diberikan oleh Jokowi, apakah mungkin foto tersebut mengandung makna tersirat lainnya? Seberapa penting foto-foto resmi yang dilakukan oleh presiden dalam diskursus politik?

Pentingnya Photo-Op

Sebuah foto memang bisa menggambarkan jutaan makna dan arti bagi siapapun. Foto akan diri kita di masa lampau misalnya bisa menjadi pengingat akan memori yang kita alami di masa-masa tersebut.

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Tak hanya foto masa lampau, foto juga dapat mengandung pesan yang tersirat. Bagaimana pun, pesan visual yang terkandung dalam sebuah foto bisa saja dimaknai secara mendalam.

Penggunaan pesan visual melalui foto ini juga biasa dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negara. Dalam pertemuan tingkat tinggi antarnegara misalnya, pemimpin-pemimpin akan melakukan sesi foto bersama dengan posisi dan pose yang telah diatur sedemikian rupa oleh pihak protokoler.

Posisi berdiri satu sama lain misalnya disebut-sebut bisa menggambarkan dinamika politik internasional. Semakin di depan dan di tengah seorang pemimpin negara, semakin dianggap penting negara tersebut.

Namun, pesan-pesan yang terkandung dalam foto pemimpin ternyata tak hanya diselipkan dalam urusan politik internasional saja. Dalam urusan domestik, pemimpin-pemimpin negara juga biasa menggunakan foto guna menyampaikan pesan tertentu.

Presiden secara strategis dapat menyajikan pesan visual melalui sebuah foto. Share on X

Hal inilah yang berusaha dijelaskan oleh Jayeon Lee dalam tulisannya yang berjudul Presidents’ Visual Presentations in Their Official Photos. Dalam tulisan tersebut, Lee menyebutkan bahwa presiden secara strategis dapat menyajikan pesan dari diri mereka secara visual melalui sebuah foto.

Lee mencontohkannya dengan foto mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama yang diunggahnya di media sosial sembari memeluk Michelle Obama kala terpilih kembali pada tahun 2012 silam. Foto itu boleh jadi memberikan pesan bahwa Obama adalah seorang pria yang mengutamakan keluarganya (family man).

Setidaknya, Lee memberikan beberapa faktor yang menyebabkan pesan visual melalui foto dianggap penting, yakni adanya efek keutamaan visual (visual primacy effect) yang membuat gambar lebih mudah diingat dan dipercaya. Selain itu, meningkatnya penggunaan internet dan media sosial juga menguatkan efek yang diberikan oleh efek visual.

Mungkin, inilah mengapa Presiden AS Donald Trump merasa perlu melakukan sesi berfoto di St. John’s Episcopal Church, Washington, DC. Beberapa pihak menilai bahwa photo-op (photo opportunity) tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemerintahan dan kepresidenan Trump tetap kuat – setidaknya bagi pendukungnya.

Pasalnya, pemerintahan Trump semakin banyak dikritik kala menyongsong Pemilihan Presiden AS 2020. Beberapa persoalan – seperti pandemi Covid-19 dan tragedi George Floyd – semakin membuat pemerintahannya terguncang.

Bila Trump melakukan sesi foto tersebut guna menunjukkan kekuatan dan kestabilan, bagaimana dengan Presiden Jokowi di Indonesia? Apakah fotonya bersama para kepala staf TNI juga menyiratkan pesan politik tertentu?

Pesan dari Jokowi?

Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Lee dalam tulisannya, pesan visual dari presiden dapat tersalurkan melalui foto-foto resmi yang diambilnya. Struktur yang ada dalam sebuah foto merupakan semiotika visual – di mana tanda-tanda visual di dalamnya memproduksi makna.

Foto olahraga Jokowi misalnya bisa menandakan bahwa presiden kini menjalankan gaya hidup yang sehat. Apa lagi, di tengah bayang-bayang pandemi Covid-19, tanda visual kesehatan seperti ini bisa jadi penting bagi publik bahwa Jokowi kini telah menjalankan kebiasaan baru menyongsong new normal.

Namun, selain semiotika visual, Lee juga menyebutkan akan adanya presentasi visual secara strategis dalam politik. Foto-foto presiden dapat disusun dan diterbitkan secara strategis guna membuat impression politik – baik secara domestik maupun politik.

Baca juga :  Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Lee pun mencontohkan foto Obama yang kala itu berkumpul dengan pejabat-pejabat tinggi AS sembari memperhatikan proses penangkapan teroris Osama bin Laden. Foto ini bisa saja melambangkan kemenangan AS dalam upayanya melawan terorisme.

Bila benar foto Obama juga memiliki fungsi strategis dalam politik, bagaimana dengan foto Jokowi pada akhir pekan lalu yang berolahraga bersama para kepala staf TNI?

Dalam sebuah foto visual dari presiden, Lee juga memberikan beberapa variabel komposisi yang penting, seperti jarak pengambilan gambar, posisi presiden dalam frame, ekspresi wajah presiden, hingga aktivitas presiden dalam foto. Salah satu variabel yang juga disebutkan Lee adalah coexistence yang berfokus pada siapa saja yang berada dalam foto resmi presiden, seperti keluarga, figur publik, politisi, staf, orang biasa, dan sebagainya.

Bila kita perhatikan kembali pada foto Jokowi yang tengah berolahraga, sang presiden menjalankan sesi foto tersebut bersama para kepala staf TNI yang bisa jadi memang penting secara politik bagi mantan Wali Kota Solo tersebut. Bisa jadi, bersama para kepala staf tersebut, Jokowi menunjukkan bahwa kekuatan TNI berada di belakang kebijakan dan arah politik presiden.

Pesan visual ini boleh saja menjadi krusial di masa-masa pandemi kini. Pasalnya, pemerintahan Jokowi mendapatkan banyak kritik dalam penanganan pandemi Covid-19. Belum lagi, baru-baru ini muncul isu dan diskusi terkait pemberhentian dan pemecatan presiden.

Dengan pesan visual yang dilakukannya bersama TNI, Jokowi mungkin tengah menunjukkan kekuatan pemerintahannya. Lagi pula, dalam filosofi Konfusius, militer (atau tentara) merupakan salah satu dari tiga komponen penting dalam menjalankan pemerintahan – di luar kepercayaan publik (trust) dan pangan (food).

Selain itu, Jokowi juga bisa saja menunjukkan pesan visual bahwa dirinya kini memegang kendali dalam dinamika yang terjadi di TNI. Pasalnya, PDIP tampaknya menjadi salah satu partai politik yang mendukung KSAD Andika Perkasa untuk menjadi Panglima TNI selanjutnya.

Foto itupun dilakukan beberapa waktu setelah Jokowi melaksanakan pelantikan atas Marsekal Madya Fadjar Prasetyo sebagai KSAU dan Laksamana Madya Yudo Margono sebagai KSAL. Keduanya pun juga memiliki kesempatan untuk menjadi Panglima TNI sebagai penerus Marsekal Hadi Tjahjanto.

Namun, gambaran pesan visual tersebut belum tentu benar adanya. Terlepas dari dinamika politik tersebut, Jokowi yang jelas bukan tidak mungkin ingin memberikan sebuah pesan visual melalui foto olahraga bersama – entah untuk siapa pesan itu dimaksudkan. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

More Stories

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?