HomeNalar PolitikMenggapai Sukses Politik Ala Mode

Menggapai Sukses Politik Ala Mode

Apa jadinya jika dunia mode dan dunia politik beradu?


PinterPolitik.com

[dropcap]S[/dropcap]iapa bilang tren mode dan politik tidak saling berhubungan? Kini, berbagai pengamat dan media di dunia mulai melirik dunia mode sebagai salah satu bidang yang dianggap berhubungan dengan dunia politik. Hal ini terutama terjadi setelah kemenangan Trump dan kebangkitan paham kanan jauh di seluruh dunia.

Ada banyak gerakan di dunia, pasca kemenangan Trump yang menggunakan pakaian sebagai ekspresi politik mereka. Gerakan-gerakan nasionalis, feminis, white supremacist, hingga antifa, semua memiliki tema busana tersendiri yang sesuai dengan pola pikir politik mereka.

Hubungan tata busana dengan dunia politik bisa saja tidak berhenti di situ. Dunia mode bisa mempengaruhi politik tidak hanya dari segi gerakan, tetapi juga dalam bentuk strategi pemenangan dalam pemilu.

Dunia mode kerapkali memiliki pola tersendiri untuk meramal dan membentuk tren busana tertentu. Di atas kertas, dunia politik dapat meniru pola tersebut ke dalam dunia perebutan kuasa tersebut. Lantas, bagaimana mode dapat mempengaruhi politik?

Dunia Mode dan Politik

Dunia tata busana dengan dunia politik bukanlah dua bidang yang tidak memiliki hubungan sama sekali. Sebagian orang mungkin akan terheran dengan anggapan tersebut. Akan tetapi, secara tidak sadar semua orang telah merasakan hubungan antara kedua hal tersebut.

Menggunakan tren mode untuk ekspresi politik saat ini, tengah menjadi pamor yang tinggi. Banyak pengamat menilai bahwa hal ini dipicu oleh kemenangan Donald Trump di AS dan  juga kebangkitan paham kanan jauh di seluruh dunia.

Nyaris semua gerakan politik memiliki identitas busana yang berbeda. Gerakan Antifa misalnya, mereka menggunakan pakaian serba hitam serupa Black Bloc yang digunakan Black Panther. Di sisi berseberangan, para white supremacist menggunakan kaos polo berwarna putih dengan celana khaki sebagai identitas mereka. Tengok pula bagaimana selebriti Hollywood menggunakan pakaian hitam di penganugerahan Golden Globe untuk mendukung gerakan #TimesUp.

Di Indonesia, barangkali model busana berbau politik yang paling menyita perhatian adalah pakaian kotak-kotak. Pakaian jenis ini amat identik dengan Jokowi dan juga Ahok karena mereka menggunakan pakaian tersebut semasa kampanye Pilgub DKI Jakarta 2012.

Terlihat bahwa politik dan mode bukan sesuatu yang sama sekali berseberangan. Jika diamati, mode tidak hanya berpengaruh secara gerakan, tetapi juga bisa mempengaruhi politik melalui sisi yang lain.

Bagaimana Tren Tercipta

Secara definisi, mode atau fashion terjadi ketika masyarakat luas menyetujui suatu gaya, keindahan, dan budaya  tertentu. Fashion kerapkali terjadi dalam waktu tertentu, sehingga kerap menjadi penanda berakhirnya suatu era. Hal ini bisa digunakan dalam dunia film, literatur bahkan penelitian sosial. Oleh karena itu fashion tidak hanya terbatas pada pakaian tetapi berbagai bidang termasuk politik.

Untuk memulai suatu tren mode, ada dua hal utama yang kerap dipikirkan oleh para perancang atau jenama (brand) busana terkemuka. Kedua hal tersebut adalah orisinalitas dan juga kesederhanaan.

Menggapai Sukses Politik Ala Mode

Dari segi orisinalitas, tren mode bisa saja mengadopsi dari gaya busana yang tengah digemari saat ini. Akan tetapi, tren yang baik merepresentasikan sesuatu yang unik. Meski begitu, penting untuk menyadari bahwa tidak membuat sesuatu yang sekadar baru.

Baca juga :  Biden ‘Setengah Hati’ Selamati Prabowo?

Sementara itu, dari sisi kesederhanaan, penting untuk menghadirkan sesuatu yang sederhana dan dekat dengan masyarakat. Penting untuk menawarkan sesuatu yang mudah dijangkau, digunakan, dan dibeli. Sesuatu seperti Tari Macarena dapat menjadi tren karena tergolong sederhana dan mudah dilakukan.

Agar sesuatu mencapai tahap fashion atau disetujui oleh masyarakat, tahap yang ditempuh tidak selalu mudah. Secara teori, ada dua hal yang menjadi acuan utama dari hal tersebut. Yang pertama adalah trickle down theory, di mana mode dibentuk dari atas ke bawah melalui masyarakat kalangan atas. Yang kedua, conflict theory, berdasar dari anggapan bahwa siklus yang cepat dari mode adalah cara untuk memaksimalkan keuntungan.

Bagaimana suatu tren busana dapat menyebar ke seluruh dunia? Jika merujuk pada trickle down theory, sebelum suatu tema busana dapat diterima oleh banyak orang, umumnya busana tersebut harus terlebih dahulu dipakai dan digemari oleh para trendsetter. Jika melihat sejarah, tren kerap bermula dari sesuatu yang disukai oleh kalangan atas, misalnya seorang Ratu.

Merekalah yang menentukan sesuatu untuk dianggap keren atau tidak. Setelah itu, orang-orang akan berlomba untuk meniru sesuatu yang keren tersebut. Orang-orang ingin menggapai kemegahan, keindahan, dan kebanggan serupa yang ditampilkan para trendsetter.

Identitas jenama yang jelas, seringkali menjadi kunci kesuksesan suatu jenama di pasaran. Langkah pentingnya adalah dengan tidak membuat salinan yang benar-benar serupa dari suatu hal yang tengah menjadi tren. Penggila mode umumnya adalah orang yang senang menjelajah, sehingga sesuatu yang sama persis kerap cepat ditinggalkan. Inilah siklus berat yang kerap mengancam para perancang busana.

Salah satu yang menarik dalam dunia mode adalah, tren yang muncul belakangan kerapkali menuai sukses lebih besar ketimbang yang muncul lebih dulu. Begitu cepatnya tren busana berganti, kerapkali membuat tren yang lebih dulu muncul tidak memberikan keuntungan sebesar yang kedua.

Kunci sukses suatu mode juga terkait dengan kemampuan mereka dalam meramalkan suatu tren.  Dalam dunia tata busana, selalu ada pola yang dapat diikuti agar tidak tertinggal. Mengetahui tanda awal perubahan adalah kunci dari hal ini.

Sebagaimana yang sudah disebut sebelumnya, fashion amat berkaitan dengan waktu. Salah satu kunci sukses dari suatu jenama busana adalah mengetahui dan memanfaatkan saat tren memuncak dan segera meninggalkannya saat terlihat menurun.

Membaurkan Dua Dunia

Jika ditelisik, pembentukan tren dalam dunia tata busana bukanlah hal yang tidak mungkin dilakukan. Banyak politikus atau partai politik yang dapat mengambil untung dengan meniru strategi pembentukan tren dalam dunia fashion.

Sebagaimana dalam fashion, orisinalitas dan kesederhanaan tergolong penting dalam dunia politik. Dari segi orisinalitas, para politisi atau partai politik dapat memunculkan diri sebagai sosok yang baru dan berbeda dengan tokoh-tokoh yang muncul lebih dahulu. Branding atau penjenamaan merupakan hal yang penting bagi politisi atau partai politik.

Baca juga :  Lolos "Seleksi Alam", PKS-PKB Seteru Abadi?

Aktor-aktor politik bisa saja meniru sukses politisi terdahulu, tetapi memiliki citra yang sama sekali berbeda kerapkali memberi keuntungan tersendiri. Contoh paling ekstrem dapat dilihat dari bagaimana Trump memenangkan Pemilu AS.

Trump tidak hadir seperti politisi pada umumnya, dengan berbagai pencitraan yang mencari aman dan menarik simpati. Pengusaha properti tersebut muncul dengan gaya tergolong nyeleneh dan kontroversial. Meski menimbulkan polemik, gaya Trump tersebut nyatanya berhasil membuahkan kursi baginya. Gaya kontroversial itu menjadi jenama jelas yang membedakan Trump dengan politikus lainnya.

Menggapai Sukses Politik Ala Mode
Presiden AS Donald Trump (Foto: Getty Images)

Dari segi kesederhanaan, aktor-aktor politik idealnya memulai sesuatu dengan hal-hal bersifat sederhana dan dekat bagi rakyat. Sebagai gambaran kampanye lingkungan untuk tidak buang sampah sembarangan lebih mudah diterima ketimbang membicarakan pajak karbon.

Para politikus dapat membentuk tren serupa fashion agar tetap relevan dan tidak dianggap sebagai last year stuff atau barang tahun lalu. Jika melihat bagaimana tren mode bermula, kedua teori yaitu trickle down theory dan conflict theory tergolong relevan diterapkan di dunia politik.

Para politikus dapat memanfaat jejaring dengan orang-orang yang tergolong trendsetter untuk menentukan apa yang keren dalam dunia politik. Mereka bisa saja meminjam wajah tokoh yang sudah lebih dahulu dikenal untuk mengenalkan sesuatu.

Gerakan-gerakan politik pasca Trump, menjadi bukti bagaimana suatu kampanye politik dapat meluas dengan bantuan orang ternama. Gerakan #TimesUp yang menentang kekerasan seksual dapat disorot begitu banyak orang karena bantuan selebriti Hollywood. Sebagai trendsetter mereka membentuk perspektif bahwa mendukung gerakan #TimesUp adalah sesuatu yang keren sehingga harus diikuti.

Para politikus juga dapat memanfaatkan pola seperti di dunia mode di mana barang yang muncul belakangan dapat meraup sukses lebih besar ketimbang barang yang pertama. Politikus harus berani berbeda agar dapat mendapat sukses semacam itu.

Sebagaimana mode, politik juga amat berkaitan dengan waktu. Menggunakan gagasan yang tengah populer dan meninggalkannya di saat menurun menjadi hal yang penting. Mengusung gagasan kanan jauh terus-menerus di tengah kebangkitan progresifisme, tentu hal yang tidak menguntungkan. Aktor-aktor politik harus selalu menghadirkan sesuatu yang berbeda agar relevan dengan zaman.

Hal ini misalnya terlihat dari kemenangan Emmanuel Macron di Perancis. Sejak lama, gagasan progresif ala Partai Buruh dan konservatif ala Front Nasional kerapkali merajai politik di negara tersebut. Macron bersama En Marche! hadir dengan sesuatu yang berbeda, dengan ideologi yang lebih ke tengah.

Presiden Perancis Emmanuel Macron (Foto: Reuters)

Kemunculan Macron sebagai kekuatan baru ternyata berbuah hasil yang maksimal. Ia menang dengan total suara di atas 60 persen. Angka ini jauh dibandingkan dengan kemenangan kandidat di periode sebelumnya yang hanya 51 persen.

Berdasarkan hal-hal tersebut, strategi di dunia mode bisa saja berhasil di dunia politik. Aktor-aktor politik tidak perlu malu untuk mengambil strategi dunia tata busana agar dapat menang. Kemampuan jenama mode untuk mempertahankan diri selama bertahun-tahun seharusnya mampu memikat politikus untuk menerapkan strategi serupa. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Anomali PSI: Gagal Karena Kuasa Jeffrie Geovanie?

Kegagalan PSI untuk lolos ke parlemen pusat dalam dua gelaran Pemilu berturut-turut memang menimbulkan pertanyaan besar.

Puan-Mega, Ada ‘Perang Sipil’ PDIP? 

Berbeda dari Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani belakangan tunjukkan gestur yang lebih lembut kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mengapa demikian?

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

The Tale of Two Sons

Jokowi dan SBY bisa dibilang jadi presiden-presiden yang berhasil melakukan regenerasi politik dan sukses mendorong anak-anak mereka untuk terlibat di dunia politik.

Lolos “Seleksi Alam”, PKS-PKB Seteru Abadi?

Berkaca pada hasil Pileg 2024, PKB dan PKS agaknya akan menjadi dua entitas politik yang akan terlibat dalam persaingan ceruk suara pemilih Islam ke depan. Terlebih di saat PAN seakan telah melepaskan diri dari karakter Islam dan PPP harus “terdegradasi” dari kancah legislatif nasional.

Jokowi Makin Tak Terbendung?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dirumorkan meminta jatah menteri dari pemerintahan Prabowo Subianto. Apakah Jokowi makin tak terbendung?

Elon Musk dan Dimulainya Era Feudalisme Teknologi 

Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Starlink semakin memiliki keterikatan dengan dinamika politik. Jika pola ini terjaga, akan seperti apa pengaruhnya terhadap dunia politik di masa depan? 

Prabowonomics: Jurus ‘Lompatan Katak’?

Program makan siang dan susu gratis ala Prabowo merupakan jenis school feeding program. Mungkinkah ini jadi kunci penting Prabowonomics?

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...