BerandaHeadlineGagal Ginjal Akut, Menkes Budi “Gelap”?

Gagal Ginjal Akut, Menkes Budi “Gelap”?

Kasus gagal ginjal akut yang melanda Indonesia dalam tiga bulan terakhir kian mengkhawatirkan. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin tampaknya masih tak memiliki pengetahuan memadai dalam mengantisipasi akar masalah yang diduga berasal dari eksistensi mafia obat-obatan. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan merespons peningkatan drastis kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury pada anak yang sejauh ini telah merenggut 141 nyawa berdasarkan data terakhir pada Selasa (25/10) pagi. Data tersebut merupakan kolektif atau total kumulatif yang dilaporkan dari 26 provinsi di Tanah Air.

Kemarin, rapat terbatas (ratas) digelar di Istana Kepresidenan Bogor dengan sorotan utama tertuju kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito.

Turut hadir dalam ratas tersebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, hingga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto.

Menkes  Budi dan Kepala BPOM menjadi sorotan dikarenakan Presiden Jokowi tercatat memberikan empat arahan penting dalam rapat itu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) keduanya.

Pertama, Kepala Negara meminta Menkes untuk menghentikan sementara peredaran obat-obatan yang diduga ada kaitannya dengan gagal ginjal akut pada anak. Mantan Wali Kota Solo juga menyebut pemerintah menantikan investigasi menyeluruh dari BPOM untuk dilakukan secara terbuka, transparan, dan objektif.

Kedua, Presiden Jokowi meminta BPOM menarik obat-obatan yang benar-benar terbukti mengandung bahan penyebab gangguan ginjal akut pada anak dan kini sudah ada di pasaran. Plus, diharapkan informasi itu sampai kepada masyarakat luas secara berkala dan masif.

image 108

Ketiga, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga diminta Presiden Jokowi agar meneliti secara menyeluruh penyebab gangguan ginjal akut pada anak.

Terakhir, Presiden Jokowi meminta agar Menkes Budi segera menyiapkan fasilitas kesehatan untuk penanganan penyakit gangguan ginjal akut dan memberikan pengobatan secara gratis.

Di sela arahannya, Presiden Jokowi juga menegaskan kepada pihak terkait bahwa kasus gagal ginjal akut pada anak adalah masalah yang besar.

Jika ditelisik lebih dalam, arahan presiden tertuju kepada Menkes Budi dan Kepala BPOM yang memang dalam hal ini seperti kecolongan dan lamban dalam mengantisipasi dan menangani kasus yang kepalang parah.

Peredaran obat yang ditengarai mengandung zat tak semestinya membuka probabilitas adanya ihwal tak beres di balik upaya preventif Menkes Budi sebagai focal point dalam case ini.

Baca juga :  Yusril Cawapres Ideal Prabowo?

Lantas, mengapa impresi kecolongan ini bisa terjadi? Apakah ada kaitannya dengan latar belakang Menkes Budi sebagai “pemain baru” di bidang tata kelola kesehatan dan korelasinya dengan bidang farmasi?

Ada Mafia Obat?

Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya yang berjudul Kalang Kabut Hadapi Gagal Ginjal Akut? telah disiratkan mengenai adanya celah dalam praktik pengadaan obat-obatan di Indonesia yang sesungguhnya menjadi masalah inti.

Bahkan, Menkes Budi sendiri pernah mengakui hal itu, dengan mengatakan industri farmasi Indonesia seperti terhambat akibat permainan para mafia. Muaranya, bidang farmasi tidak dapat berkembang dengan efektif.

image 109

Laporan mengenai temuan ribuan obat ilegal juga pernah diungkap BPOM. Itu kemudian semacam menjadi indikasi “lubang” yang mampu dieksploitasi para mafia obat agar mereka bisa mendapatkan keuntungan dengan penjualan obat ilegal.

Tidak hanya obat ilegal, komposisi obat legal yang diproduksi untuk penggunaan domestik pun kerap memiliki permasalahan, utamanya terkait dengan konteks persaingan usaha dan tantangan produksi.

Corry Permata Sari dalam penelitian berjudul Dugaan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang Dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan Farmasi di Indonesia dalam Penetapan Harga Obat Generik menguak kemungkinan hal tersebut.

Selain persaingan antarperusahaan farmasi dalam negeri, Corry menyebut produsen asing pun tak dapat dipungkiri memiliki jangkauan pasar di Indonesia. Ihwal yang membuat persaingan di industri tersebut sangat tinggi.

Sementara itu, bahan baku industri farmasi terdiri dari bahan dasar, bahan pembantu, dan pengemas. Namun, dari tiga kelompok bahan baku industri farmasi tersebut, belum ada yang mampu diproduksi di Indonesia.

Tidak hanya menyebabkan perusahaan farmasi Indonesia sangat rentan terhadap risiko fluktuasi nilai mata uang, terpaan krisis maupun kelangkaan juga dapat memaksa industri farmasi menggunakan bahan baku alternatif yang tak semestinya.

Hal terakhir yang tampaknya terjadi dalam kasus gagal ginjal akut yang ditengarai bersumber dari cemaran bahan baku pelarut, yakni etilena glikol (EG), dietilena glikol (DEG), dan etilena glikol butil eter (EGBE).

Tiga senyawa berbahaya itu santer disebut menjadi alternatif bahan yang aman yaitu polietilena glikol yang mengalami kelangkaan secara global pasca pandemi Covid-19.

“Pemalsuan” produk kemudian seolah terjadi dalam kasus yang mengakibatkan gagal ginjal akut saat ini. Itu juga yang disoroti Corry saat industri farmasi dihadapkan pada permintaan produk, ketersediaan bahan baku, dan aspek keterjangkauan harga.

Di titik inilah, sinergi antara Kemenkes dan tindakan konkret berupa pengawasan dari BPOM menjadi kunci. Saat kasus seperti gagal ginjal akut terjadi, interpretasi bahwa ada “permainan” oknum maupun “mafia” plus kelemahan pengawasan kiranya tak berlebihan untuk mengemuka.

Baca juga :  Jokowi dan Politik "Game of Thrones"

Lalu, mengapa Menkes Budi, termasuk Kepala BPOM seolah lalai dalam persoalan ini?

image 107

Menkes Budi Masih Newbie?

Di tengah kondisi yang mengkhawatirkan, Menkes Budi berujar peningkatan kasus gagal ginjal akut bisa naik sampai lima kali lipat dari hari ini.

Akan tetapi, dalam sebuah pernyataan, Menkes Budi mengaku “gelap” karena belum mengetahui secara pasti penyebab dan arah penyakit ini. Dia menambahkan, jajaran di Kemenkes terus melakukan penelitian dan uji laboratorium untuk mengetahui musabab kasus.

Saat mengampu kursi Menkes, Budi Gunadi Sadikin dianggap memiliki kerendahan hati intelektual, terutama karena latar belakangnya yang memang bukan dari dunia medis.

Javier Zarracina dalam Intellectual Humility: The Importance of Knowing You Might Be Wrong mengatakan bahwa sikap kerendahan hati intelektual atau intellectual humility mendorong pemikiran manusia untuk terbuka dalam mengambil pembelajaran dari pengalaman orang lain. Hal itu sekaligus dapat membuat seseorang mampu mengenali kelemahannya sendiri.

Dianggap menjadi antitesis Terawan Agus Putranto, Menkes Budi memeragakan kebijakan berbeda dengan lebih memperhitungkan pendapat para ahli saat turut aktif dalam penanganan Pandemi Covid-19.

Kerendahan hati intelektual Menkes Budi juga sebenarnya tampak dari pengakuan kesalahan jajarannya saat tidak mengetahui penyebab utama kasus gagal ginjal akut hingga saat ini.

Akan tetapi, aspek preventif semestinya dapat menjadi prinsip lain yang diutamakan Menkes Budi. Menjabat sejak 23 Desember 2020, dia seharusnya telah memitigasi kemungkinan akan adanya krisis kesehatan seperti gagal ginjal akut ini. Terlebih, yang terkait dengan dugaan celah sektor farmasi.

Sekali lagi, pertanyaan sederhana, yakni mengapa kecolongan itu bisa terjadi mengemuka karena sebagai focal point urusan kesehatan 275 juta jiwa penduduk Indonesia, kementerian yang dipimpin Menkes Budi semestinya dapat bersinergi dengan BPOM dan stakeholder terkait lain untuk mengantisipasi peredaran obat yang tidak aman.

Kendati demikian, Menkes Budi tidak serta merta bisa disalahkan atas krisis kesehatan domestik ini.

Dengan munculnya kasus ini, eksistensi “lubang” dalam prosedur produksi obat-obatan, mekanisme pasar industri farmasi, hingga praktik mafia obat diharapkan Menkes Budi dapat bergerak cepat menutup segala celah dan mengatasi persoalan hingga tuntas.

Sanksi juga harus segera dikenakan seberat-beratnya kepada pihak mana pun yang terbukti bersalah dalam kasus gagal ginjal ini.

Yang lebih penting, diharapkan tidak ada lagi fenomena ironis ketika nyawa melayang dikarenakan sedang menjalani pengobatan atas penyakit lain yang sedang dideritanya. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

SBY Harus Keluar Dari Partai Demokrat?

Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) justru tidak menjadi pusat perhatian utama atas langkah-langkah politik Partai Demokrat. Pemberitaan media terlihat masih...

Kaesang Jadi Ketua Umum PSI?

Putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep resmi bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Mungkinkah Kaesang akan menjadi Ketua Umum PSI? PinterPolitik.com Putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang...

Jokowi dan Politik “Game of Thrones”

Menjelang Pilpres , trah-trah politik makin berada dalam pertarungan, mulai dari trah Soekarno hingga trah Jokowi. Game of Thrones ala Pilpres 2024?

Mengapa AS-Tiongkok Masih Terus Berselisih? 

Sudah lebih dari dua dekade Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok berselisih. Kira-kira apa yang melatarbelakangi tensi yang semakin tidak menentu ini?  PinterPolitik.com  Selama ribuan tahun perkembangan...

Kaesang Gabung PSI, PDIP Ambruk? 

Isu bergabungnya Kaesang Pangarep ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memantik satu telaah menarik mengenai dampak turunannya, serta gonjang-ganjing nasib trah Presiden Joko Widodo (Jokowi)...

Skenario Kegagalan Anies-Imin Kian Nyata? 

Pencapresan Anies Baswedan tampak “terancam” setelah isu dan wacana Pilpres 2024 yang sebaiknya hanya diikuti dua pasangan seolah mulai menemui relevansinya. Lalu, mengapa isu...

Megawati Kritik Jokowi Melalui BRIN?

Kritik yang dilontarkan oleh BRIN kepada Presiden Jokowi terkait pernyataannya soal data intelijen kondisi dan agenda parpol menjelang 2024 dinilai bermuatan politis. PinterPolitik.com Pernyataan Presiden Joko...

Kok Xi Jinping “Modifikasi” Al-Qur’an?

Pemerintahan Xi Jinping di Tiongkok dikabarkan ingin "modifikasi" Al-Qur'an dengan padukan Konfusianisme. Mengapa Xi ingin demikian?

More Stories

Leica, Zeiss, Hasselblad, dalam Genggaman Smartphone

socioloop.co Smartphone atau ponsel pintar telah mengalami revolusi besar dalam beberapa tahun terakhir, tidak hanya dalam hal komunikasi, tetapi juga dalam fotografi. Banyak produsen ponsel...

In-Depth “Manis-Sepet” Bisnis Es Teh

socioloop.co Di tengah derasnya arus perkembangan bisnis di Indonesia, salah satu tren yang sedang mencuri perhatian adalah bisnis es teh. Fenomena bisnis ini sedang menjamur di...

Rahasia TikTok Shop dan “Tsunami” Impor 

Seolah bagai pahlawan yang melindungi UMKM dan pedagang offline, TikTok Shop resmi dilarang pemerintah melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) teranyar. Namun, masalah utama...